DK PBB Pertimbangkan Resolusi Pembatalan Yerusalem Ibu Kota Israel

NEW YORK – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) sedang mempertimbangkan sebuah rancangan resolusi yang bertujuan untuk membatalkan status Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Status itu dibuat sepihak oleh Amerika Serikat (AS).
Teks rancangan resolusi diajukan Mesir dan telah diedarkan ke 15 anggota DK PBB pada hari Sabtu. Rancangan resolusi itu tidak menyebut AS atau pun Presiden Donald Trump secara khusus.
Seorang diplomat di DK PBB mengatakan bahwa rancangan resolusi tersebut memiliki dukungan yang luas. Namun, kemungkinan akan diveto oleh Washington.
DK PBB kemungkinan akan membuat keputusan soal rancangan resolusi itu pada hari Senin atau Selasa nanti.
Sebuah resolusi bisa diadopsi jika mendapat dukungan setidaknya dari sembilan suara dari total anggota DK PBB dan tidak diveto oleh AS, Prancis, Inggris, Rusia atau pun China.
Keputusan AS yang secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel diumumkan Presiden Donald Trump, Rabu, 6 Desember 2017. Dalam pengumuman tersebut, Trump juga memerintahkan Departemen Luar Negeri AS mempersiapkan pemindahan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Langkah AS itu memicu kemarahan dunia Arab dan Muslim. Sejak pengumuman Trump, rakyat Palestina terus menggelar demonstrasi “Hari Kemarahan”. Total sudah delapan warga Palestina tewas dibunuh pasukan keamanan Israel dalam demo di berbagai lokasi.
“Menegaskan bahwa setiap keputusan dan tindakan yang dimaksudkan untuk diubah, komposisi karakter, status atau demografis Kota Suci Yerusalem tidak memiliki efek hukum, tidak berlaku dan tidak berlaku lagi dan harus dibatalkan sesuai dengan resolusi yang relevan dari Dewan Keamanan,” bunyi rancangan resolusi yang diajukan Mesir.
“(Resolusi) ini menyerukan kepada semua negara untuk menahan diri dari pembentukan misi diplomatik di Kota Suci Yerusalem, sesuai dengan resolusi 478 (1980) Dewan Keamanan,” lanjut bunyi rancangan resolusi tersebut, yang dikutip Minggu (17/12/2017).
Israel menganggap seluruh Yerusalem sebagai ibu kota abadi mereka. Namun, rakyat Palestina menginginkan ibu kota negara masa depan mereka adalah Yerusalem Timur yang diduduki Israel usai perang 1967.
 
Sumber : NYTimes/Sindonews
 
 

Penjaga Makam Yesus di Yerusalem Tolak Kunjungan Wapres AS

 
YERUSALEM – Pemegang kunci Gereja Makam Suci di Yerusalem menolak untuk menyambut Wakil Presiden (wapres) Amerika Serikat (AS) Mike Pence yang akan mengunjungi Kota Tua Yerusalem bulan ini. Sikap penjaga situs yang diyakini sebagai makam Yesus ini sebagai protes atas pengakuan Presiden Donald Trump bahwa Yerusalem menjadi Ibu Kota Israel.
”Kami mendapat perhatian bahwa Wapres Presiden Pence bermaksud untuk melakukan kunjungan resmi ke Gereja Makam Suci, dan meminta saya untuk menerimanya secara resmi,” tulis Adeeb Joudeh, sang pemegang kunci Gereja Makam Suci, dalam sebuah surat pada hari Rabu (13/12/2017), yang dilansir Channel2.
”Saya benar-benar menolak untuk secara resmi menyambut Wakil Presiden Amerika Pence di Gereja Makam Suci dan saya tidak akan secara fisik berada di gereja selama kunjungannya,” lanjut dia.
”Ini adalah ungkapan kecaman saya atas pengakuan Presiden Donald Trump soal Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel,” ujarnya.
Gereja Makam Suci terletak di Christian Quarter, Kota Tua Yerusalem. Situs itu berisi tempat-tempat yang diyakini sebagai lokasi di mana Yesus disalibkan, dikuburkan dan dibangkitkan.
Pence merupakan penganut Katolik Roma dan kini mengidentifikasi diri sebagai seorang Kristen evangelis.
Tak hanya pemegang kunci Gereja Makam Suci, kelompok Kristen terkemuka di kawasan Yerusalem juga telah memberi isyarat bahwa mereka tidak akan menyambut Wapres Pence dalam kunjungan resminya setelah keputusan Trump soal status kota suci tersebut.
Pemimpin Gereja Kristen Koptik Mesir pada pekan lalu telah memutuskan untuk menolak bertemu Pence. Alasannya, keputusan AS soal Yerusalem tanpa pertimbangan perasaan jutaan orang.
 
Sumber : Reuters/Sindonews

Negara Islam OKI Nyatakan Yerusalem sebagai Ibu Kota Palestina

Organisasi Konferensi Islam (OKI) hari ini menyatakan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina dan menyerukan komunitas internasional mengikuti langkah mereka.
Para pemimpin negara muslim mengikuti pertemuan luar biasa OKI di Istanbul, Turki, atas undangan Presiden Recep Tayyip Erdogan sebagai reaksi keputusan Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Laman Aljazeera melaporkan, Rabu (13/12), dalam pernyataannya OKI menambahkan, ke-57 negara anggota masih memegang komitmen untuk solusi dunia negara.
OKI juga menyerukan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengakhiri pendudukan Israel di Palestina dan menyatakan pemerintahan Presiden Donald Trump bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari keputusannya.
“Kami menilai ini pengakuan yang berbahaya karena bertujuan mengubah status Yerusalem. Pengakuan ini tidak berarti apa-apa dan tidak mendapat pengakuan apa pun,” ujar OKI.
Pengamat politik senior Aljazeera Marwan Bishara mengatakan rakyat Palestina, Arab, dan muslim masih berkomitmen terhadap perdamaian.
“Sekarang negara muslim yang mendukung Palestina akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Palestina,” kata dia.
“Dan negara-negara Islam OKI juga siap memberikan sanksi terhadap negara muslim yang mengikuti keputusan AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.”
 
Sumber : Merdeka

Hamas: Pengakuan atas Yerusalem, Trump Membuka 'Gerbang Neraka'

Hamas: Pengakuan atas Yerusalem, Trump Membuka 'Gerbang Neraka'

Jalur Gaza – Pengakuan resmi Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel mengundang reaksi keras dari berbagai pihak di penjuru dunia, termasuk faksi Hamas di Palestina.
Hamas mengatakan bahwa pengakuan Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan keputusannya untuk memindahkan Kedubes AS telah “membuka gerbang neraka”. Demikian seperti dikutip dari independent.co.uk pada Kamis (7/12/2017).
“Keputusan Trump tentang Yerusalem tidak akan berhasil mengubah fakta bahwa Yerusalem adalah tanah muslim Arab,” kata otoritas Hamas.
Pemuda dan gerakan perlawanan Palestina di Tepi Barat merespons dengan segala cara yang tersedia atas keputusan AS yang merugikan Yerusalem kita.
Hamas menyebut Yerusalem yang merupakan kota suci bagi tiga agama, Yahudi, Islam dan Kristen sebagai garis merah.
Hamas menekankan bahwa keputusan Trump nekat dan waktu akan membuktikan bahwa Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu adalah pecundang.
Keputusan Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel “bertentangan” dengan kebijakan luar negeri AS yang telah berjalan selama tujuh dekade.
Di lain sisi, pengumuman Trump sekaligus menandai langkah awal pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

_99097573_043424646-1

Presiden Trump memperlihatkan dokumen pernyataan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang di tanda tanganinya


“Hari ini, akhirnya kita mengakui hal yang jelas: bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Ini tidak lebih dari sekadar pengakuan akan realitas. Ini juga hal yang tepat untuk dilakukan. Ini hal yang harus dilakukan,” ujar Trump saat berpidato di Diplomatic Reception Room, Gedung Putih
Selama tujuh dekade, AS bersama dengan hampir seluruh negara lainnya di dunia, menolak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sejak negara itu mendeklarasikan pendiriannya pada 1948.
Sementara, menurut Trump, kebijakan penolakan tersebut membawa seluruh pihak tidak mendekati kesepakatan damai antara Israel-Palestina.
“Akan menjadi kebodohan untuk mengasumsikan bahwa mengulang formula yang sama persis sekarang akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda atau lebih baik,” ungkap Presiden ke-45 AS tersebut.
Israel menduduki Yerusalem Timur sejak Perang 1967 dan pada 1980 Tel Aviv mencaploknya dan mengklaimnya sebagai domain eksklusif mereka. Di bawah hukum internasional, Yerusalem dianggap sebagai wilayah yang diduduki.
 
Sumber : Independent/Liputan6

Donald Trump Blunder Akui Yerusalem Ibu Kota Israel!

 
Pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel terus menuai kecaman. Pernyataan Trump dinilai blunder.
“Pernyataan Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara Israel adalah blunder politik Amerika,” Kata anggota Komisi I DPR Martin Hutabarat Kamis (7/12/2017).
Martin menilai, niat Trump itu akan berdampak luas. Terutama akan meningkatkan suhu politik di kawasan Timur Tengah maupun di negara-negara lain yang selama ini simpati terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Martin mengatakan, dirinya tidak melihat adanya urgensi AS memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem saat ini. Apalagi, tidak ada satu negara pun yang memiliki kantor kedutaan di Yerusalem. Semua berkantor di Tel Aviv dan tidak ada yang terganggu dengan kenyataan itu selama ini.
“Saya curiga bahwa pemindahan kedutaan ini bukanlah kebjakan Kementerian Luar Negeri Amerika, tapi keinginan pribadi Donald Trump untuk mengurangi serangan gencar yang sedang ditujukan kepadanya, sebagai hasil investigasi kejaksaan yang melihat keterlibatan Rusia semakin terang benderang dalam Pilpres Amerika yang lalu yang membuat Donald Trump menang melawan Hillary Clinton,” ujarnya panjang lebar.
Pengumuman Trump soal status Yerusalem itu bakal memprovokasi kemarahan di dunia Arab. Apalagi, menantu Trump, Jared Kushner, sedang berupaya mengaktifkan kembali pembicaraan damai antara Israel dan Palestina, yang sempat terhenti.
“Rencana pengumuman ini membuat saya merasa sangat khawatir mengenai kemungkinan adanya respon berupa tindak kekerasan, yang bisa berdampak pada kedubes,” kata salah satu pejabat Kemenlu kepada Politico (Senin, 4/12/2017) “Saya harap saya keliru.”
Sejumlah kedubes AS di berbagai negara berpenduduk Muslim menjadi target demonstrasi berujung kekerasan sebelumnya. Pada 2012 lalu, sejumlah kedubes AS di Yaman, Mesir, dan Pakistan menjadi sasaran protes terkait sebuah video anti-Muslim yang memprovokasi. Sekelompok Muslim juga menyerang pejabat kedubes AS di Benghazi, Libya, dan menewaskan empat pejabat AS di sana.
Status Kota Yerusalem menjadi perselisihan selama beberapa dekade antara Palestina dan Israel dengan masing-masing mengklaim kota ini sebagai ibukota mereka.
Mayoritas negara termasuk AS sebelumnya menyepakati status Yerusalem akan ditentukan lewat proses pembicaraan damai antara Israel dan Palestina.
Trump berjanji selama masa kampanye pemilihan Presiden AS untuk memindahkan kedubes negara ini dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Pada Selasa, 5 Desember 2017, juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders, mengatakan,”Presiden, saya bisa katakan, cukup solid mengenai pemikirannya soal ini (pengumuman Yerusalem sebagai ibu kota Israel) pada saat ini.”
 
Sumber : Detik/Kabar24

Trump Akui Yerusalem Ibu Kota Israel, DK PBB Gelar Sidang Darurat

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) akan menggelar sidang darurat khusus membahas keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Seperti dilansir AFP, Kamis (7/12/2017), sidang darurat ini akan digelar pada Jumat (8/12) pagi, sekitar pukul 10.00 waktu setempat. Markas PBB berada di New York, AS.
Sidang darurat ini diajukan oleh delapan negara anggota Dewan Keamanan PBB, seperti Inggris, Bolivia, Mesir, Prancis, Italia, Senegal, Swedia dan Uruguay. Negara-negara ini juga meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres membuka sidang darurat itu dengan pernyataan publik.
Sekjen PBB Guterres telah mengomentari keputusan Trump yang secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Dia menegaskan, status akhir Yerusalem hanya bisa ditentukan melalui perundingan langsung antara Israel dan Palestina.
Guterres juga menyatakan dirinya selalu berbicara melawan langkah-langkah sepihak semacam ini. “Tidak ada alternatif bagi solusi dua negara,” ujar Guterres merujuk pada solusi yang selalu diperjuangkan untuk konflik Israel-Palestina.
Secara terpisah, Duta Besar Bolivia, Sacha Sergio Llorenty Soliz, menyebut langkah Trump itu sebagai ‘keputusan ceroboh dan berbahaya yang jelas berlawanan dengan hukum internasional, juga resolusi Dewan Keamanan’.
“Ini merupakan ancaman tidak hanya bagi proses perdamaian, tapi juga ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional,” sebut Dubes Soliz.
Resolusi Dewan Keamanan PBB 2334, yang diadopsi pada Desember 2016, menekankan bahwa PBB tidak akan mengakui perubahan apapun terhadap garis batas 4 Juni 1967, termasuk terkait Yerusalem, selain yang disepakati oleh pihak-pihak terkait melalui perundingan.
Saat itu, pemerintahan mantan Presiden AS Barack Obama abstain saat voting penerapan resolusi itu, sehingga AS secara tidak langsung menyetujui bahwa Israel harus mundur ke garis batas aturan PBB.
Hal ini berbanding terbalik dengan pemerintahan Trump. Dalam pidato publik pada Rabu (6/12) siang waktu AS, Trump tidak hanya mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, tapi juga memerintahkan pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Trump menegaskan kampanye politiknya yang pro-Israel. Pengakuan ini mendapat kecaman dari berbagai dunia.
 
Sumber : AFP/Detik

X