Perantau Muslim asal Minang Ini Ternyata Pendiri Kota Manila di Filipina Pada Masa lalu

Perantau Muslim asal Minang Ini Ternyata Pendiri Kota Manila di Filipina Pada Masa lalu

Saat ini, Filipina dikenal sebagai negara di Asia Tenggara yang identik dengan Spanyol. Hal itu bukan tanpa sebab. Dilansir dari jpnn.com, negeri tetangga Indonesia tersebut merupakan bekas koloni bangsa Spanyol di masa lalu.
Tak banyak yang tahu, Filipina sejatinya sempat dipimpin oleh putera Indonesia asal Minangkabau, Raja Sulaiman yang juga seorang muslim.
Sebelum kedatangan bangsa Spanyol, Filipina berada di bawah kekuasaan Raja Sulaeman dari Minangkabau.
Di sana, ia telah menyebarkan agama Islam hingga ke pelosok negeri. Namun, adanya peperangan besar dengan pihak kolonial Spanyol merubah wajah Filipina secara besar-besaran yang bertahan hingga saat ini.
Sehingga ada ungkapan, untung Indonesia dijajah Belanda bukan Spanyol yang mengkristenkan paksa penduduk seperti di Andalusia dan Filipina.
Wilayah yang awalnya diperintah oleh tiga raja muslim

Masyarakat-muslim-Moro-Filipina

Masyarakat muslim Moro Filipina


Pada pertengahan abad ke-16, wilayah Manila diperintah oleh tiga pemimpin besar yakni Raja Sulaeman, Raja Matanda dan Raja Lakandula.
Ketiganya memimpin sebuah wilayah yang berbeda-beda, namun masih berada di dalam satu kawasan.
Berdasarkan laman dari takaitu.com menuliskan, Raja Sulaeman dan Raja Matanda menguasai area selatan Sungai Pasig yang saat ini bernama Manila.
Sedangkan Raja Lakandula menguasai di bagian utara. Bahkan para pembesar ini memiliki hubungan perdagangan dengan Kesultanan Sulu, Brunei dan Ternate di Cavite.
Pemerintahan Islam di Filipina dan Asal nama Kota Manila
250px-Statue_of_Lapu-Lapu_in_Mactan_island,_Philippines

Lapu-Lapu Pahlawan negara Filipina yang seorang suku Muslim


Sejatinya, pemerintahan Islam di Filipina telah ada dan berkembang dengan sangat pesat. Jauh sebelum kedatangan bangsa Spanyol.
Dalam karya disertasi ‘Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabu’ tahun 1974 yang dikutip dari takaitu.com, Mochtar Naim menemukan jejak-jejak mengenai orang-orang Minang yang merantau ke Kepulauan Sulu, Filipina.
Salah satunya adalah jejak Raja Sulaeman dari Minangkabau yang merupakan pendiri kota Manila di Filipina.
Hal ini juga diperkuat dari laman republika.co.id yang menuliskan, penamaan Kota Manila berasal dari kata fi’ amanillah, yang berarti “di bawah lindungan Allah SWT”.
Bertempur dengan pihak Spanyol yang datang ke tanah Filipina
Ilustrasi-pertempuran-tentara-Spanyol-dengan-rakyat-Filipina

Pertempuran tentara Spanyol dengan rakyat Filipina


Sayang, ketentraman para penduduk muslim Filipina mendadak berubah saat armada besar asal Spanyol datang ke wilayah tersebut.
Sumber dari jpnn.com menyebutkan, pasukan laut negeri matador  pimpinan Ferdinand Magellan itu sempat bentrok dengan angkatan bersenjata pimpinan Sultan Sulaiman.
Kala itu, pembesar asal Minangkabau itu menguasai Pulau Seludung yang kini telah berganti nama menjadi Luzon.
Dalam perang yang terjadi pada 27 April 1521 , seorang pemuka Islam pemimpin suku yang bernama Lapu Lapu di wilayah setempat berhasil membunuh Ferdinand Magellan, pemimpin armada Spanyol
Sisa pasukan pun lari dan kembali ke Spanyol. Namun akhirnya datang kembali dengan jumlah pasukan besar, kekuatan Spanyol yang akhirnya sukses mengubah wajah Filipina.
Jejak sejarah yang buktikan keberadaan kerajaan Islam yang memerintah Filipina
Bangunan-Intramorus-Walle-City

Bangunan Intramorus Walle City yang didirikan Raja Sulaeman


Setelah berjaya dalam beberapa dekade, komunitas Islam di Filipina mulai menyusut secara perlahan.
Dilansir dari republika.co.id, ada sekitar 5,1 juta Muslim berdasarkan sensus 2010, atau 11 persen dari total keseluruhan populasi negara tersebut.
Meski demikian, negara tersebut tak lepas dari sejarah kebesaran umat Islam yang menjadi pemimpin mereka sebelum kedatangan bangsa Spanyol.
Salah satu yang bisa disaksikan adalah bangunan Intramorus Walle City yang dibangun oleh Raja Sulaiman, pemimpin masyarakat Melayu sekaligus pendiri Filipina.
Namanya diabadikan menjadi salah satu bagian sejarah kota Manila
Patung-Raja-Sulaeman-di-Manila

Patung Raja Sulaeman di Manila


Sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya di masa lalu, figur Raja Sulaeman diabadikan menjadi sebuah patung yang terletak di Rizal Park, Manila.
Laman takaitu.com menyebutkan, hal ini dilakukan untuk mengenang jasa-jasa sang pemimpin sebagai pendiri kota Manila, sekaligus tokoh muslim yang gigih melawan bangsa Spanyol yang datang ke Filipina di masa lalu.
Jejak peradaban Islam yang memang dikenal telah mengakar di wilayah Asia Tenggara, telah menyebar dengan cepat di berbagai negara.
Termasuk di Filipina sendiri. Meski kini negara tersebut telah bersalin rupa secara drastis, toh peninggalan kebesaran Islam di masa lalu masih bisa dilihat hingga saat ini dan menjadi sebuah bagian sejarah yang abadi.
 
Sumber : Jpnn, Takaitu/Disertasi S-3 Mochtar Naim, Republika, Boombastis

Perantau Muslim asal Minang Ini Ternyata Pendiri Kota Manila di Filipina Pada Masa lalu

Sejarah Pancasila Dirancang Ulama dan Disesuaikan Ayat Qur'an

Pada hari Sabtu, 18 Agustus 1945 M, bertepatan 10 Ramadhan 1364 H, diadakan pertemuan awal untuk merumuskan dasar ideologi bangsa dan negara, Pancasila, serta konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 yang diikuti oleh: K.H. Wahid Hasyim (Nahdlatul Ulama), Ki Bagus Hadikusumo (Persyarikatan Muhammadiyah), Kasman Singodimejo (Persyarikatan Muhammadiyah), Muhammad Hatta (Sumatra Barat), dan Teuku Muhammad Hasan (Aceh).
Pada pertemuan ini, dibicarakan tentang perubahan sila pertama Pancasila dalam Piagam Jakarta, 22 Juni 1945 M, Jumat Kliwon, 11 Rajab 1364 H, yakni “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya“.
Bunyi sila pertama ini diambil dari isi Piagam Jakarta yang ditetapkan pada sidang BPUPK kedua sebelumnya pada 10 Juli 1945 M. Bahwa Piagam Jakarta, 22 Juni 1945, telah disepakati oleh semua komponen bangsa Indonesia.
Pada 18 Agustus 1945 M, Piagam Jakarta yang sudah disepakati di BPUPK dihapus, dengan alasan ada keberatan dari pihak Kristen Indonesia Timur.
Konon, datang seorang utusan dari Indonesia Bagian Timur, melalui opsir Tentara Jepang yang waktu itu masih berwenang di Jakarta. Utusan tersebut menyampaikan pesan kepada Soekarno dan Hatta untuk mencabut “tujuh kata” yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Kalau tidak, umat Kristen di Indonesia sebelah Timur tidak akan turut serta dalam negara Republik Indonesia yang baru saja diproklamirkan.
Perubahan ini semula ditolak, baik oleh K.H. Wahid Hasyim maupun Ki Bagus Hadikusumo, seperti penolakan Bung Karno dalam Rapat Pleno BPUPK pada 14 Juli 1945 M, sesudah penandatanganan Piagam Jakarta, dengan alasan telah disetujui oleh seluruh Panitia Sembilan.
Namun, Bung Hatta malah mengusulkan untuk menghapus “Tujuh Kata” dalam Piagam Jakarta yang telah disetujui Panitia Sembilan.
Dengan adanya pertemuan khusus kelima wakil di atas akan mudah disetujui penghapusan tersebut. Akhirnya, Ki Bagus Hadikusumo menyetujui penghapusan Tujuh Kata dalam Piagam Jakarta tersebut, dengan syarat kata “Ketuhanan” ditambahkan dengan “Yang Maha Esa“. Usul ini diterima oleh kelima wakil di atas.
PhotoGrid_1496303632408
Dari peristiwa persetujuan inilah menjadikan perumusan final Pancasila sebagai dasar negara sehari sesudah Proklamasi, Sabtu 18 Agustus 1945 M, atau 10 Ramadlan 1364 H. Sila pertama yang asalnya berbunyi “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
K.H. Saifuddin Zuhri menulis tentang masalah ini, “Dihapuskannya 7 kata-kata dalam Piagam Jakarta itu boleh dibilang tidak “diributkan” oleh umat Islam, demi memelihara persatuan dan demi ketahanan perjuangan dalam revolusi Bangsa Indonesia,
Sukarno dalam sidang BPUPKI berpidato “Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai panca indra. Apa yang bilangannya lima? Pandawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan; lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa–namanya ialah Pancasila,”
 
Sumber : Dakwatuna/Detik

Asal Mula Lombok NTB Dijuluki Pulau Seribu Masjid

Lombok namanya. Pulau Seribu Masjid julukannya. Pulau yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini sedang naik daun dalam beberapa tahun terakhir lewat gebrakan pariwisata halal.
Citra Lombok sebagai Pulau Seribu Masjid pun ikut menjulang ke seantero negeri, bahkan hingga ke ranah internasional.
Berdasarkan data, ada 9.000 lebih masjid besar dan kecil di pulau seluas 5.435 km² ini. Masjid merupakan representasi budaya Sasak di Lombok. Dalam catatannya, terdapat 3.767 masjid besar dan 5.184 masjid kecil di 518 desa di Lombok.
Penyebutan Lombok Seribu Masjid
Salah satu putra Sasak, yang kini menjadi dosen di Fakultas Seni Rupa Desain Institut Teknologi Nasional Bandung, Taufan Hidjaz, menjelaskan,
Penyebutan Pulau Seribu Masjid ini bermula dari kunjungan kerja Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, Effendi Zarkasih, pada tahun 1970 silam.
Kala itu, Effendi meresmikan Masjid Jami’ Cakranegara. Saat meresmikan, Effendi terkesan sekali dengan banyaknya masjid di Lombok.
“Sebutan Lombok sebagai Pulau Seribu Masjid itu diberikan Dirjen Bimas Islam Pak Effendi Zarkasih,” kata Taufan dalam Seminar Wisata Halal yang digelar di Islamic Center, Mataram, NTB
Selanjutnya, tutur Taufan, masjid merupakan artefak penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kolektif masyarakat di Lombok dalam semua aspek. Masjid menjadi tanda bagi keberadaan kolektif masyarakat Sasak, dari tingkatan dusun, desa, dan kota sebagai umat Muslim.
“Tanpa masjid maka kehidupan kolektif seperti kehilangan pusat orientasi ruang dan tidak semua kegiatan seolah tidak punya rujukan dan makna apapun,” ucapnya.
Kedatangan Islam ke Pulau Lombok
Taufan menceritakan, Islam datang di Pulau Lombok dan diterima oleh masyarakat Sasak Lebung, karena dianggap kompatibel dengan ideologi Lomboq (lurus) dan pencarian kebenaran Sak Sha (yang satu) yang selama ini mereka cari. Tentunya tidak serta merta, tetapi melalui proses transformasi bertahap yang sangat damai.
Mengapa etnis Sasak Lombok seluruhnya identik dengan Islam? Padahal di daerah lain yang jauh lebih dahulu Islam tidak demikian. Penelusurannya bisa dari aspek budaya, juga dari nama Lomboq (lurus) dan Sasak (sak sha=yang satu).
Konon, cikal bakal orang Lombok dulu adalah para pendatang dari luar berideologi Lomboq (lurus), yang senantiasa berupaya untuk menemukan kondisi ideal dimana satu kebenaran yang paling benar untuk pedoman kehidupan mereka.
Melihat pada adat istiadat yang masih ada, artefak budaya, cerita-cerita, dan peninggalan yang masih ada, sebelum orang Sasak menganut Islam, mereka adalah penganut mistis-animisme.
“Orang Sasak lama (Sasak Lebung) membangun mitos Dewi Anjani karena ketergantungan pada Gunung Rinjani sebagai pusat orientasi,” ungkap Taufan.
Ketika Islam datang, lanjutnya, masyarakat Sasak benar-benar menerimanya sebagai sebuah keyakinan yang baru.
Sebagai penganut animisme, masyarakat Sasak lebih tertarik dengan Islam ketimbang Hindu. “Kalau Hindu ya sama saja, sebelumnya mereka animisme,” kata dia.
Menyisihkan Penghasilan Masyarakat
Pada kesempatan yang sama, Ketua Badan Pimpinan Daerah (BPD) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB,
H. Lalu Abdul Hadi Faishal, menjelaskan rahasia mengapa di Lombok berdiri ribuan masjid. Mayoritas masjid-masjid yang dibangun masyarakat itu besar dan indah.
“Karena masyarakat Lombok menyisihkan 50% penghasilannya untuk membangun masjid. Biar rumahnya sendiri biasa-biasa saja, tetapi masjid-masjid mereka indah,” ungkap Faishal.
Besarnya animo masyarakat dalam keikutsertaan membangun masjid inilah yang juga menjadi jawaban masjid-masjid yang dibangun masyarakat lebih cepat selesai dibanding masjid yang dibangun pemerintah.
“Ada masjid yang dibangun pemerintah, malah belum selesai-selesai,” kata Faishal sembari menyebut salah satu masjid yang dibangun dengan anggaran pemerintah yang hingga kini belum selesai.

Kenapa Rasulullah dan Islam Lahir Di Jazirah Arab?

JIKA kita banyak membaca sejarah, maka kita akan menemukan bahwa nabi dan rasul yang terpilih banyak yang lahir dari Jazirah Arab. Lalu timbul pertanyaan, “Mengapa Arab?” “Mengapa tanah gersang dengan orang-orang nomad di sana dipilih menjadi tempat diutusnya Rasul terakhir ini?”
Tidak sedikit umat Islam yang bertanya-tanya penasaran tentang hal ini. Mereka berusaha mencari hikmahnya. Ada yang bertemu. Ada pula yang meraba tak tentu arah.
Para ulama mencoba menyebutkan hikmah tersebut. Dan dengan kerendahan hati, mereka tetap mengakui hakikat sejati hanya Allah-lah yang mengetahui.
Para ulama adalah orang yang berhati-hati. Jauh lebih hati-hati dari seorang peneliti. Mereka jauh dari mengedepankan egoisme suku dan ras. Mereka memiliki niat, yang insya Allah, tulus untuk hikmah dan ilmu.
Dikutip dari Zaid bin Abdul Karim az-Zaid dalam Fiqh as-Sirah menyebutkan di antara latar belakang diutusnya para rasul, khusunya rasul terakhir, Muhammad saw, di Jazirah Arab adalah:
Pertama: Jazirah Arab adalah tanah merdeka.
Jazirah Arab adalah tanah merdeka yang tidak memiliki penguasa. Tidak ada penguasa yang memiliki kekuasaan politik dan agama secara absolut di daerah tersebut. Berbeda halnya dengan wilayah-wilayah lain. Ada yang dikuasai Persia, Romawi, dan kerajaan lainnya.
Kedua: Jauh dari peradaban besar.
Mengapa jauh dari peradaban besar merupakan nilai positif? Karena benak mereka belum tercampuri oleh pemikiran-pemikiran lain. Orang-orang Arab yang tinggal di Jazirah Arab atau terlebih khusus tinggal di Mekah, tidak terpengaruh pemikiran luar.
Jauh dari ideologi dan peradaban majusi Persia dan Nasrani Romawi. Bahkan keyakinan paganis juga jauh dari mereka. Sampai akhirnya Amr bin Luhai al-Khuza’i kagum dengan ibadah penduduk Syam. Lalu ia membawa berhala penduduk Syam ke Jazirah Arab.
Jauhnya pengaruh luar ini, membuat jiwa mereka masih polos, jujur, dan lebih adil menilai kebenaran wahyu.
Ketiga: Mereka berkomunikasi dengan satu Bahasa yaitu bahasa Arab.
Jazirah Arab yang luas itu hanya memiliki satu bahasa untuk komunikasi di antara mereka, yaitu Bahasa Arab. Adapun wilayah-wilayah lainnya memiliki banyak bahasa. Saat itu, di India saja sudah memiliki 15 bahasa resmi (as-Sirah an-Nabawiyah oleh Abu al-Hasan an-Nadawi, Cet. Jeddah: Dar asy-Syuruq. Hal: 22).
Bayangkan seandainya di Indonesia, masing-masing daerah berbeda bahasa, bahkan ada sampai ratusan bahasa. Komunikasi akan terhambat dan dakwah sangat lambat tersebar, karena kendala bahasa saja. Sehingga bahasa Arab sebagai bahasa pemersatu sangatlah tepat.
Keempat: Banyaknya orang-orang yang datang ke Mekah.
Mekah telah menjadi tempat istimewa sejak masa Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimassalam. Oleh karena itu, banyak utusan dari wilayah Arab lainnya datang ke sana. Demikian juga jamaah haji. Pedagang, para ahli syair dan sastrawan.
Keadaan ini mempermudah untuk menyebarkan risalah kenabian. Mereka datang ke Mekah, lalu kembali ke kampung mereka masing-masing dengan membawa berita risalah kerasulan.
Kelima: Memiliki agama dan kepercayaan yang beragam.
Mereka memang orang-orang pagan penyembah berhala. Namun berhala mereka berbeda-beda. Ada yang menyembah malaikat. Ada yang menyembah bintang-bintang. Dan ada pula yang menyembah patung –ini yang dominan-.
Patung yang mereka sembah pun bermacam ragam. Setiap daerah memiliki patung jenis tertentu. Keyakinan mereka beragam. Ada yang menolak, ada pula yang menerima.
Di antara mereka juga terdapat orang-orang Yahudi dan Nasrani. Dan sedikit yang masih berpegang kepada ajaran Nabi Ibrahim yang murni.
Keenam: Kondisi sosial unik memiliki jiwa fanatik kesukuan (ashabiyah).
Orang Arab hidup dalam tribalisme, kesukuan. Pemimpin masyarakat adalah kepala kabilah. Mereka menjadikan keluarga sendiri yang memimpin suatu koloni atau kabilah tertentu. Dampak positifnya kentara saat Nabi saw memulai dakwahnya. Kekuatan bani Hasyim menjaga dan melindungi beliau dalam berdakwah.
Apabila orang-orang Quraisy menganggu pribadi beliau, maka paman beliau, Abu Thalib, datang membela. Hal ini juga dirasakan oleh sebagian orang yang memeluk Islam. Keluarga mereka tetap membela mereka.
Ketujuh: Secara geografi, Jazirah Arab terletak di tengah dunia.
Memang pandangan ini terkesan subjektif. Tapi realitanya, Barat menyebut mereka dengan Timur Tengah. Geografi dunia Arab bisa berhubungan dengan belahan dunia lainnya. Sehingga memudahkan dalam penyampaian dakwah Islam ke berbagai penjuru dunia. Terbukti, dalam waktu yang singkat, Islam sudah menyebar ke berbagai penjuru dunia. Ke Eropa dan Amerika.
Kedelapan: Faktor penduduknya.
Penduduk Arab adalah orang-orang yang secara fisik proporsional; tidak terlalu tinggi dan tidak pendek. Tidak terlalu besar dan tidak kecil. Demikian juga warna kulitnya. Serta akhlak dan agamanya.
Sehingga kebanyakan para nabi diutus di wilayah ini. Tidak ada nabi dan rasul yang diutus di wilayah kutub utara atau selatan.
Para nabi dan rasul secara khusus diutus kepada orang-orang yang sempurna secara jenis (tampilan fisik) dan akhlak. Kemudian Ibnu Khaldun berdalil dengan sebuah ayat:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia…” (QS. Ali Imran: 110). (Muqaddimah Ibnu Khaldun, Cet. Bairut: Dar al-Kitab al-Albani. Hal: 141-142).
Namun Allah Ta’ala lebih hikmah dan lebih jauh kebijaksanaannya dari hanya sekadar memandang fisik. Dia lengkapi orang-orang Kaukasia yang ada di Timur Tengah dengan perangai yang istimewa.
Hal ini bisa kita jumpai di buku-buku sirah tentang karakter bangsa Arab pra-Islam. Mereka jujur, polos, berkeinginan kuat, dermawan, dan lain-lain. Kemudian Dia utus Nabi-Nya, Muhammad saw di sana
 
Sumber : Kisahmuslim

Al-Idrisi, Ilmuwan Muslim Pencetus Peta Dunia Pertama

Muhammad Al-Idrisi, ilmuwan muslim yang pernah lahir pada tahun 1100 M di kota Afrika Utara, Ceuta. Al Idrisi merupakan pakar geografi dan pencipta peta dunia pertama. Beliau wafat pada tahun 1160 di Sisilia.
Al-Idrisi memadukan pengetahuan dari Afrika, Samudera Hindia, dan Timur yang dikumpulkan para penjelajah serta pedagang Islam dalam bentuk peta Islam. Ia membuat peta paling akurat di dunia pada masa pramodern.
Peta Tabula Rogeriana yang dibuat oleh Al-Idrisi terungkap pada tahun 1154 M untuk Raja Normandia, Roger II dari Sisilia.
Peta tersebut menampilkan daratan Eurasia secara keseluruhan dan sebagian kecil bagian utara benua Afrika dengan sedikit detail pada Tanduk Afrika dan Asia Tenggara.
Al-Idrisi menginspirasi pakar geografi Islam seperti Ibnu Batutah, Ibnu Khaldun, Piri Reis dan Barbary Corsairs.
Petanya juga menginspirasi Christopher Columbus dan Vasco Da Gama.
Peta yang dibuat Al-Idrisi merupakan peta detail dan mengesankan yang pernah dikenal dalam ilmu geografi dan seni menggambar peta (cartography) pada masanya.
Peta Al-idrisi dilandaskan pengetahuan yang solid akan bentuk Bumi yang bulat.
 
Sumber : Satumedia

Perantau Muslim asal Minang Ini Ternyata Pendiri Kota Manila di Filipina Pada Masa lalu

Rohingya Pernah Memberikan Bantuan kepada Turki saat Perang Dunia I

Solidaritas antara Muslim Rohingya sudah lama terjalin. Merujuk kepada sebuah dokumen yang dirilis oleh Wakil Perdana Menteri Turki, Fikri Isik pada hari Jum’at (08/09), Muslim Rohingya pernah memberikan bantuan dalam bentuk materi kepada Khilafah Turki Utsmani saat perang dunia pertama.
Menurut dokumen dari arsip Turki Utsmani tersebut, orang-orang Rohingya mengirim 1.391 pound untuk Turki Utsmani pada tahun 1913 untuk menolong orang-orang Turki yang terluka dalam perang Balkan yang berlangsung antara tahun 1912 hingga 1913.
Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Menteri Hilmi Pasha, berisi ucapan selamat kepada Turki Utsmani atas kemenangan yang diperoleh dalam perang Balkan.
“Saya menggunakan kesempatan ini untuk mengucapkan selamat kepada Yang Mulia, seluruh anggota kabinet serta semua rekan Turki saya atas perayaan mengagumkan dan menakjubkan merebut kembali Adrianople dan beberapa kawasan yang pernah lepas dan mengembalikan martabat Imperium Turki Utsmani.” tulis Kepala Dana Bantuan Turki Utsmani di Ragoon, Ahmed Mawla Dawood, dalam suratnya.

21371244_1402798619767333_1892539627145817373_n

Tulisan tangan kerajaan Rohingya di Arakan Myanmar


Ahmed juga menyebutkan dalam suratnya bahwa orang-orang di Rohingya merayakan kemenangan saudara Muslim mereka dan berdoa di masjid-masjid.
21463081_1402798623100666_2555002128180186246_n_1505356086653

Tulisan ketikan ulang arsip Turki Ustmani


Wakil Perdana Menteri, Fikri Isik menulis dalam twitternya bahwa surat tersebut menunjukkan solidaritas yang sangat mendalam antara rakyat Rohingya dengan rakyat Turki.
“Bangsa kami selalu berdiri bersama orang-orang tertindas dan orang-orang yang tidak bersalah dan telah memberikan harapan kepada orang-orang yang membutuhkan.” Kata Isik.
Isik juga menyebutkan bahwa Turki di bawah kepemimpinan Presiden Recep Thayyeb Erdogan akan terus melanjutkan bantuan kepada setiap orang yang membutuhkan.
Pemerintah Ankara telag mendesak masyarakat internasional untuk bertindak melawan kejatahan atas Muslim Rohingya di Rakhine.
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlüt Cavusoglu juga telah membahas persoalan Rohingya dengan berbagai pemimpin dunia agar mereka mengambil tindakan.
Hari Kamis, Ibu Negara Turki beserta delegasi telah berkunjung ke Bangladesh untuk meninjau keadaan pengungsi serta memberikan bantuan di Cox’s Bazar.
Kekerasan kembali meletus di negara bagian Rakhine setelah militer Myanmar melancarkan operasi terhadap Muslim Rohingya, yang memaksa setidaknya 120.000 orang mengungsi ke negara tetangga, Bangladesh, sejak 25 Agustus.
Militer Myanmar diyakini menggunakan kekuatan berlebihan serta menghancurkan perumahan penduduk.
Dokumen PBB menyebutkan telah terjadinya pemerkosaan massal, pembunuhan (termasuk bayi dan anak kecil), penyiksaan serta penculikan. Perwakilan Rohingya menyebutkan setidaknya 400 orang telah terbunuh sejak 25 Agustus.
 
Sumber : Turkinesia/Daily Sabah

X