Berkah Pemimpin Sholeh

Abdurrahman An-Nashir, adalah salah satu sosok Pemimpin yang dikenal sholeh, alim dan adil di masa kejayaan Andalusia. Dengan kepemimpinannya atas izin Allah SWT, ia membawa Andalusia ke puncak kemakmuran dan kesejahteraannya, sehingga tak sedikit bangsa Eropa yang datang dan belajar kesana.
Dalam masa kepemimpinannya, ia juga mengangkat sosok-sosok yang shalih untuk menduduki jabatan penting dalam pemerintahan, semisal Munzir ibn Said Al-Baluthi yang diangkat menjadi qadhi kota Andalusia.
Kesholehan seorang pemimpin menjadi berkah tersendiri bagi negri ndan rakyat yang dipimpinnya. Ini terlihat saat suatu ketika wilayah Andalusia mengalami kekeringan akibat hujan yang tak kunjung tiba. Tanah-tanahnya mulai retak, para petani harus menggantung cangkulnya karena tak ada air untuk mengairi sawah dan kebun mereka. Ditengah kemarau yang panjang itu, sang Khalifah berupaya untuk mencari solusi.
Ia memerintahkan rakyatnya untuk melaksanakan shalat Itisqa guna memohon turunnya hujan. Sang Khalifah menunjuk Munzir ibn Said Al-Baluthi untuk menjadi imam dan khatib.
Di hari yang disepakati, rakyat mulai hadir dan memadati dilapangan tampat pelaksanaan shalat isitisqa, namun prosesi shalat belum juga dimulai karena sang khalifah yang ditunggu belum hadir. Salah seorang warga diutus oleh Munzir ibn Said Al-Baluthi menemui Khalifah untuk menyatakan bahwa rakyat telah berkumpul dan siap melaksanakan shalat istisqa.
Tak lama kemudian Ia kembali dan menyampaikan kepada qadhi Munzir ibn Said Al-Baluthi, “Aku melihat Khalifah sedang dalam keadaan sujud yang sangat lama. Belum pernah aku melihat Khalifah berdoa kepada Allah sekhusyu itu”.
Qadhi Munzir ibn Said Al-Baluthi yang sangat mengenal karakter dan kepribadian sang khalifah memerintah salah seorang jamaah untuk mengambilkan payung.
Ia pun berkata dengan penuh keyakinan, “Demi Allah hujan akan segera tiba, kalau pemimpin di muka bumi ini khusyu hatinya, tunduk pada Allah, bukan orang yang angkuh dalam syariat ini, maka pasti Sang penguasa hujan (Allah Swt.) akan menurunkan rahmatNya”.
Tak berselang lama hujanpun turun membasahi tanah Andalusia.
Kita meyakini, dalam membangun sebuah negeri yang makmur dan berkeadilan, tak hanya dibutuhkan seorang pemimpin yang alim dan shalih, tetapi juga dibutuhkan sosok-sosok rakyat yang shalih, dan ringan tangan dalam mengawal kepemimpinan sang khalifah.
Sosok yang tegas diatas kebenaran dan tidak mau mempermainkan syariat. Sejarah mencatat bahwa sosok seperti qadhi Munzir ibn Said Al-Baluthi pernah menyampaikan nasehat dengan tegas sehingga membuat khalifah tersinggung. Namun bagi sang qadhi, ini bukan menjadi persoalan karena Ia berbicara atas dasar al haq.
 
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=5d2hYSfIH-I

Thariq bin Ziyad, Sang Penakluk Spanyol

Thariq bin Ziyad, Sang Penakluk Spanyol

Thariq bin Ziyad, dikenal dalam sejarah Spanyol sebagai legenda dengan sebutan Taric el Tuerto, adalah seorang jendral dari dinasti Umayyah yang memimpin penaklukan muslim atas wilayah Al-Andalus pada tahun 711 M. Dikenang sebagai salah satu pahlawan besar Islam dalam sejarah Islam.
Setelah Musa bin Nushair membuka jalan pasukan Islam ke Eropa, Thariq bin Ziyad menyempurnakannya dengan menaklukkan Andalusia. Atas perintah Khalifah al-Walid bin Abdul Malik, Thariq membawa pasukan Islam menyeberangi selat Gibraltar menuju daratan Eropa dari sinilah sejarah bangsa Ifranji –sebutan untuk orang-orang Eropa- itu berubah.
Jihad di Afrika Utara

Al-Hoceima

Posisi Kota Al-Hoceima yang penting dalam penaklukkan Maroko dan Selat Gibraltar (Selat Thariq) ketika menyebrang ke Spanyol


Salah satu daerah yang paling strategis di wilayah Afrika Utara adalah Maroko. Daerah ini telah mengenal Islam sebelum kedatangan Musa bin Nushair dan pasukannya –Thariq bin Ziyad termasuk pasukan Musa bin Nushair-. Namun penduduk di daerah ini belum menerima Islam secara utuh dan keimanan mereka belum kokoh, terbukti dengan seringnya masyarakat wilayah ini berganti agama dari Islam ke agama selainnya.
Di antara penyebab pergantian agama ini karena penaklukan Maroko di masa Uqbah bin Nafi’, kurang memperhatikan pendidikan keagamaan. Islam belum mapan di suatu daerah, Uqbah dan pasukannya sudah berangkat ke daerah lainnya. Selain itu keadaan bangsa Barbar di Afrika Utara yang memang mewaspadai pergerakan Uqbah bin Nafi’. Keadaan demikian menyebabkan masyarakat Maroko sering murtad setelah masuk ke dalam Islam (Qishshatu al-Andalus min al-Fathi ila as-Suquth, Hal. 30).
Dalam perjalanan menaklukkan Afrika Utara, Musa bin Nushair dibuat kagum dengan kesungguhan dan keberanian salah seorang pasukannya yang bernama Thariq bin Ziyad. Setelah menaklukkan beberapa wilayah, akhirnya pasukan ini berhasil menaklukkan Kota Al-Hoceima, salah satu kota penting di Maroko. Kota ini sebagai wilayah strategis yang mengantarkan pasukan Islam menguasai semua wilayah Maroko. Musa kembali ke Qairawan sedangkan Thariq menetap di sana dan memberi pengajaran keagamaan kepada masyarakat Barbar Maroko.
Menaklukkan Andalusia (Spanyol)
Salah satu rahasia mengapa agama Islam begitu diterima di wilayah-wilayah yang ditaklukkannya karena umat Islam tidak memperbudak dan bukan bertujuan mengusai, akan tetapi tujuannya adalah membebaskan wilayah tersebut dari kezaliman penguasanya dan hukum-hukum yang tidak adil. Oleh karena itu, kita jumpai wilayah-wilayah yang ditaklukkan umat Islam, penduduk pribuminya berbondong-bondong memeluk agama Islam.
Sebelum umat Islam menguasai Andalus, daratan Siberia itu dikuasai oleh seorang raja zalim yang dibenci oleh rakyatnya, yaitu Raja Roderick. Di sisi lain, berita tentang keadilan umat Islam masyhur di masyarakat seberang Selat Gibraltar ini. Oleh karena itu, orang-orang Andalusia sengaja meminta tolong dan memberi jalan kepada umat Islam untuk menngulingkan Roderick dan membebaskan mereka dari kezalimannya.
Musa bin Nushair merasa perlu menguji Count (Pangeran) Julian dengan mengirim 500 tentara di bawah komando Tharif ke wilayah yang sampai kini dinamai Tarifa, di ujung paling selatan Spanyol. Orang Arab menamakannya Jazira Tharif (Terifa). Itu terjadi pada tahun 91 H.  Tharif membawa misi utama pengintaian kekuatan Kerajaan Bangsa Visigoth, serta penjajakan bagi sebuah operasi militer besar.
Gubernur Musa semakin yakin akan kejujuran Pangeran Julian, setelah Pangeran Ceuta itu juga menyiapkan kapal-kapal yang akan digunakan untuk menyerang Spanyol. Dan setetlah mendapat izin dari Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik di Damaskus, Musa pun memutuskan menyerang Spanyol. Apalagi saat itu Raja Roderick di Toledo sedang menghadapi pemberontakan di bagian utara kerajaannya. Untuk melaksanakan misi besarkannya itu, Musa memilih seorang Berber, Thariq bin Ziyad, sebagai Komandan.
Panglima perang Thariq bin Ziyad bersama 7000 tentara, yang mayoritas berasal dari suku Berber, menyeberang ke Spanyol di tahun 711 M. ia mendarat dekat gunung batu besar yang kelak dinamai dengan namanya, Jabal (gunung) Thariq, Orang Eropa menyebutnya Gilbraltar.
gibraltar-jabal-thariq_1488982931932

Batu keras besar di Gibraltar tempat mendarat Thariq bin Ziyad pertama kali


Setelah berhasil menyeberang ke daratan Spanyol, tiba-tiba Thariq mengambil langkah yang hingga sampai kini membuat tercengang para ahli sejarah. Ia membakar perahu-perahu yang digunakan untuk mengangut pasukannya itu. Lalu ia berdiri di hadapan para tentaranya seraya berpidato dengan lantang berwibawa, dan tegas.
Dalam pidatonya yang penuh semangat, panglima Thariq berkata;
Di mana jalan pulang? Laut berada di belakang kalian. Musuh di hadapan kalian. Sungguh kalian tidak memiliki apa-apa kecuali sikap benar dan sabar. Musuh-musuh kalian sudah siaga di depan dengan persenjataan mereka. Kekuatan mereka besar sekali. Sementara kalian tidak memiliki bekal lain kecuali pedang, dan tidak ada makanan bagi kalian kecuali yang dapat kalian rampas dari tangan musuh-musuh kalian. Sekiranya perang ini berkepanjangan, dan kalian tidak segera dapat mengatasinya, akan sirnalah kekuatan kalian. Akan lenyap rasa gentar mereka terhadap kalian. Oleh karena itu, singkirkanlah sifat hina dari diri kalian dengan sifat terhormat. Kalian harus rela mati. Sungguh saya peringatkan kalian akan situasi yang saya pun berusaha menanggulanginya. Ketahuilah, sekiranya kalian bersabar untuk sedikit menderita, niscaya kalian akan dapat bersenang-senang dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, janganlah kalian merasa kecewa terhadapku, sebab nasib kalian tidak lebih buruk daripada nasibku…”
Selanjutnya ia berteriak kencang: “Perang atau mati!” Pidato yang menggugah itu merasuk ke dalam sanubari seluruh anggota pasukannya.
Pasukan Thariq vs Pasukan Roderick
Perang-Sidonia

Pertarungan antara Thariq dan Roderick


Dan pada 19 Juli 711 M, pasukan Thariq yang saat itu berjumlah 12000 personil setelah ada tambahan pasukan dari Ifriqiya, berhadapan dengan Raja Roderick dan pasukannya di mulut sungai (Rio) Barbate. Peperangan di bulan Ramadhan itu berlangsung sengit selama delapan hari. Pasukan Roderick pada awalnya sempat unggul, namun kelemahan di sayap kiri dan kanan pasukan mereka berhasil dimanfaatkan oleh pasukan Islam. Dan pasukan Roderick pun terdesak, hingga akhirnya dipukul mundur.
Pasukan Islam berhasil meraih kemenangan gemilang. Roderick sendiri menghilang, dan di duga ia tenggelam di Sungai Barbate. Kuda dan sepatunya ditemukan di tepi sungai.
Gubernur Musa bin Nusair lalu mengirim surat kepada Khalifah Al-Walid, melukiskan jalannya peperangan Rio Barbate. “Penaklukan ini berbeda dari penaklukan-penaklukan lain. Peristiwa seperti kiamat,” tulisnya.
Penaklukan Daerah Lain : Sevilla, Ecija, Arkedonia, Elvira, Cordoba, Granada
andalucia

Peta andalusia yang dikuasai Islam


Kemenangan telak dalam pertempuran di Sungai Barbate itu membentang jalan bagi masuknya Thariq bin Ziyad menuju kota Sevilla yang dijaga oleh benteng-benteng kuat. Tapi sebelum merebut Sevilla, Thariq lebih dulu menaklukkan daerah-daerah lain yang lebih lemah. Sebagian ditaklukkan dengan cara damai, tapi sebagian terpaksa dengan kekerasan karena warga setempat melawan. Mereka bersikap ramah terhadap penduduk yang tidak melawan.
Pasukan Thariq yang sudah lebih besar karena ada tambahan pasukan baru, kini mengarah ke Toledo, ibukota Visigoth (Gotik Barat). Di jalan ke Toledo itu mereka menyapu kota Ecija dimana sempat terjadi perdamaian dan menerima kekuasaan Muslim atas wilayah itu.
Dengan cepat Thariq berusaha menaklukkan sebagian besar tanah Spanyol, yang oleh orang Arab dinamakan Al-Andalus (Andalusia) itu. Ia lalu membagi-bagi pasukannya ke dalam beberapa kelompok. Satu pasukan berhasil merebut Arkidona tanpa perlawanan, dan pasukan lainnya juga dengan mudah merebut kota Elvira dekat Granada. Ia lalu menaklukkan Cordoba dan sebagian wilayah Malaga. Kemudian diteruskan dengan mengepung Granada yang berhasil ditaklukkan dengan jalan perang.
Menaklukan Ibukota Toledo
Thariq lalu menuju ibukota Toledo. Di dalam perjalanan dia menyerang kota Murcia dan menghancurkan kerajaannya sampai lumat. Ketika pasukan Islam di Toledo ternyata para pemimpin Gotik telah meninggalkan wilayah itu. Thariq memasukinya dengan mudah. Ketika itu pasukannya didukung pula oleh ksatria-ksatria Kristen lokal yang tak suka kekuasaan Bangsa Gotik Barat di negaranya.
Thariq terus mengejar para pejabat Gotik ke gunung, hingga mendapatkan harta rampasan yang sangat banyak. Harta dan para tawanan dibawa ke Toledo. Di sana para tawanan dipekerjakan untuk membangun kembali kota itu, antara lain dengan membangun 365 tiang terbuat dari batu Zabarjud.
Musa bin Nusair lalu mengirim surat kepada Thariq bin Ziyad, dan memerintahkannya untuk menghentikan gerakan, dan tetap berada di tempat surat itu tiba. Tapi, Thariq malah mengumpulkan para pejabatnya, merundingkan strategi perang.  Semuanya berpendapat melaksanakan perintah Musa akan mempersulit strategi perang mereka. Sebab, sudah terbuka untuk merekrut pasukan asal Toledo dan meraih momentum untuk menyerang lawan yang belum menyadari situasi.
Karena itu Thariq melanjutkan penaklukan seraya merekrut milisi dari warga Toledo yang sudah kalah. Thariq mengabarkan keputusannya ini kepada Musa bin Nushair disertai alasan-lasannya.
Bantuan dari Musa bin Nushair
Ketika pesan Thariq sampai, Musa langsung berangkat ke Spanyol  pada bulan Juni 712 M dengan membawa 18.000 tentara, kebanyakan orang Arab. Dan seperti yang pernah disepakati dengan Thariq, pasukan Musa bin Nushair segera menuju Sevilla, kota terkuat Spanyol saat itu. Sebelum ke Sevilla pasukan Musa menaklukkan Medina Sidon dan Carmona. Musa mengepung ketat kota Sevilla dan akhirnya berhasil menghancurkan kota pusat kebudayaan Spanyol itu.  Namun kota itu ditinggalkan Musa dalam keadaan kobaran api dan ia melanjutkan perjalanan  ke arah Toledo.
Warga Sevilla tetap tak rela terhadap pendudukan oleh pasukan Muslim di sana. Setelah panglima Musa bin Nushair meninggalkan kota itu, milisi Sevilla kembali beraksi mengobarkan pemberontakan. Mereka dapat membunuh tentara Muslim. Mendengar berita itu, Musa segera mengirim anaknya Abdul Aziz, untuk kembali ke Sevilla. Ia sendiri terus menuju Toledo.
Percecokan Musa dengan Thariq
Mendengar kabar akan datangnya panglima utamanya, Musa bin Nushair, Thariq segera keluar ke perbatasan Toledo untuk menyambut Musa.
Namun Musa sangat marah kepadanya. Thariq dianggap telah mengabaikan perintahnya untuk menghentikan sementara penaklukkan sampai ia datang ke Spanyol. Begitu marahnya Musa sampai ia memasukkan jendralnya itu ke dalam penjara layaknya seorang penjahat.
Di depan sidang dewan pertahanan, Musa menyatakan memecat Thariq bin Ziyad, dengan tujuan memperbaiki segala sesuatu yang telah dilakukan Thariq. Sekalipun Thariq berupaya menjelaskan bahwa keputusannya itu dilakukan demi kemaslahatan kaum Muslimin dan sudah dimusyawarahkan dengan para penasehat, Musa tetap teguh pada pendiriannya. Ia mengganti Thariq dengan Mughits bin Al-Harits, tapi Mughits menolaknya. Ia segan menjadi komandan di atas Thariq sang pemeberani.
Mughits bahkan bertekad membela Thariq bin Ziyad. Diam-diam dia mengirim kabar kepada Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik tentang situasi yang berkembang.  
Pemulihan Thariq dan Kerjasama antara Thariq dan Musa bin Nushair
Khalifah Al-Walid sangat marah mendengarnya. Ia lalu menyurati Musa dan memerintahkan agar kedudukan Thariq dipulihkan sebagai komandan pasukan. Dan Musa menaati perintah pemimpinnya di Damaskus itu.
Kemudian kedua panglima itu bergerak terus ke utara, hingga berhasil menaklukkan Castilla, Aragon dan Catalonia (Barcelona). Keduanya bahkan sampai ke pegunungan Pyrennes yang menjadi batas antara Spanyon dan Perancis. Sekiranya tidak ada perintah dari Damaskus untuk menghentikan penaklukan, niscaya gerakan mereka berdua tak tertahankan untuk menguasai seluruh benua Eropa.
Penutup
Perjalanan hidup panglima Thariq bin Ziyad, sang penakluk Spanyol yang agung telah menjadi bagian dari sejarah patriotisme Islam melalui penaklukan Andalusia.
Jasa-jasa Thariq dan kepahlawanannya diabadikan dengan nama selat yang memisahkan Maroko dan Spanyol dengan nama Selat Gibraltar. Gibraltar adalah kata dalam bahasa Spanyol yang diartikan dalam bahasa Arab sebagai Jabal Thariq atau dalam bahasa Indonesia Bukit Thariq.

Belajar dari Andalusia (bagian 1)

Oleh: Syaikh Ali Muhammad Ash Shalabi
 
Andalusia adalah salah satu wilayah di negara Eropa yang sekarang lebih dikenal dengan Spanyol. Kaum muslimin pernah mengalami kejayaan dan kegemilangan di negara tersebut. Akan tetapi, ia tidak berlangsung lama, karena setelah itu kaum Nasrani berhasil mengalahkan dan meruntuhkan kekuatan Islam disana.
Tentu ini dalah sebuah peristiwa yang sangat memilukan bagi kaum muslimin, dimana Andalusia yang tadinya berada di bawah kekuasaan Islam, setelah itu ia berpindah tangan kepada kaum Nasrani.
Kita tidak ingin hal ini kembali terlulang, sehingga kita harus mempelajari apa saja yang membuat Islam di Andalusia berhasil dikalahkan oleh Nasrani. Ada beberapa hal yang menyebabkan kekuatan Islam disana menjadi lemah, diantaranya:
Pertama, lemahnya kekuatan aqidah dan sikap mereka yang menyimpang dari aturan Allah. Ini adalah penyebab utama dari kekalahan yang mereka alami.
Kedua, loyalitas dan kepercayaan yang diberikan kepada kaum Nasrani serta bersekutu dengan mereka. Hal itu dapat kita lihat bahwa sejarah Andalusia seringkali diwarnai dengan kerja sama antara kelompok Islam dengan Nasrani yang mana hal ini merusak makna al-wala’ wal bara’ dan menciderai hakikat cinta dan benci karena Allah. Manakala ada sebuah umat yang melanggar perintah Tuhannya dan menyimpang dari perintah-Nya, maka mereka pasti akan mendapatkan murka dan siksa dari-Nya. Allah SWT berfirman,
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan pemimpinmu orang-orang yang membuat agamamu jadi bahan ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orang-orang kafir (orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu orang-orang beriman.” (QS. al-Ma`idah: 57).
Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apa pun dari Allah.” (QS. Ali ‘Imran: 28).
Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya.” (QS. al-Mujaadilah: 22)
Rasulullah SAW telah menerangkan cara ber-wala’ dan bara’ dalam sebuah sabdanya, “Ikatan iman yang paling kuat ialah sikap loyalitas di jalan Allah, memusuhi sesuatu karena Allah, mencintai dan membenci karena Allah.”
Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan, “Barang siapa yang menyakiti wali-Ku, maka ia telah mengikrarkan perang terhadap-Ku.”
Jika ini hal ini sudah tercatat di dalam Al-Qur`an dan Sunnah lalu mereka masih menyelisihinya, maka Allah pasti akan menurunkan azab bagi mereka yang tidak bisa dihalangi dan dicegah oleh siapapun.
Kita perhatikan dalam sejarah bahwa al-Mu’tamid bin Ibad pergi menuju Raja Castilla (wilayah Nasrani) untuk mengajukan perdamaian dengan menyerahkan sejumlah uang padanya. Hal ini ia lakukan untuk memerangi dan menghancurkan kelompok-kelompok Islam yang lain.
Bukankah lebih baik ia bersatu dengan saudara-saudaranya seiman dari kelompok-kelompok Islam tersebut? Bukankah hal itu akan membawa kemaslahatan baginya, bagi Andalusia secara umum, bagi Islam dan kaum muslimin?
Akan tetapi, mereka tidak memahami hakikat wala’ dan bara’, bahkan ada diantara pemimpin kaum muslimin yang meminta bantuan kepada Nasrani dan Yahudi dalam mengelola negara Islam. Akankah dengan cara seperti ini ia akan mendapatkan kemenangan? *bersambung
Diterjemahkan oleh: Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc, dari http://iumsonline.org
 
Sumber :
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 326 – 13 Maret 2015. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.

Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman

Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!
 
 

X