Menjadi Muslim Hakiki

Oleh: Fauzi Bahreisy
 
Kalau kita membaca Al Qur’an ada satu fakta dan kenyataan yang Allah tegaskan yaitu, bahwa umat ini, umat Islam, telah ditempatkan pada kedudukan yang mulia oleh Allah Swt. Allah befirman:
“…Kalian adalah umat terbaik...” (QS. Ali Imran : 110)
“…Kalian adalah umat pertengahan…” (QS. Al Baqarah : 143)
Kedua ayat di atas menegaskan bahwa umat Islam adalah soko guru bagi seluruh alam. Posisi ini bukan pilihan manusia. Akan tetapi, ia adalah pilihan Allah. Allah yang memilih umat ini menjadi umat yang mulia dan istimewa.
Karena itu kemuliaan dan keistimewaan tersebut harus terwujud dan terlihat pada identitasnya yakni, pada akidah, ibadah, akhlak, dan tampilan mereka. Allah tidak ingin umat ini menjadi pengekor. Allah befirman, “Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian seperti orang-orang kafir….” (QS. Ali Imran : 156).
Misalnya dalam masalah kiblat. Tadinya shalat menghadap Masjidil Aqsha. Namun kemudian, Allah kabulkan keinginan Nabi saw dengan merubah kiblat umat Islam sehingga mereka menghadap ke Ka’bah Baitullah.
Contoh lain dalam masalah penanda masuknya waktu shalat. Ada sahabat yang mengusulkan penggunaan terompet. Ada yang mengusulkan penggunaan api. Ada pula yang mengusulkan penggunaan lonceng. Tapi semua itu ditolak oleh Rasul saw lantaran identik dengan umat lain. Lalu beliau mengajari Bilal lafal azan yang kita kenal sampai sekarang.
Demikian pula dalam urusan hari raya, puasa, dan banyak urusan lainnya. Nabi saw mengajari umat ini untuk tampil beda dan istimewa sesuai dengan kemuliaan yang Allah berikan kepada mereka.
Namun, perjalanan waktu membalikkan kondisi yang ada. Umat ini mulai meninggalkan ajarannya. Mulai meninggalkan identitas mereka.  Ini persis seperti peringatan Nabi saw:
Dari Abu Sa’id (al-Khudry) bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (cara-cara) orang-orang sebelum kalian, sejengkal-demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga andaikan mereka masuk ke lubang masuk ‘dlobb’ (binatang khusus padang sahara, sejenis biawak-red), niscaya kalian akan memasukinya pula”. Kami (para shahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah! (mereka itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?”. Beliau bersabda: “Siapa lagi (kalau bukan mereka-red)” (HR. Bukhari).
Bayangkan beliau menggambarkan umat yg demikian jatuh dan merosot sehingga mengikuti sesuatu yang tidak rasional dan tidak masuk akal. Umat ini mencontoh dan mengikuti  kenistaan yang mereka lakukan.
Hal ini bisa dilihat dari agamanya, budayanya, pakaiannya, aktvitasnya, pergaulan bebasnya, hura-huranya, pestanya, hiburannya, dan seterusnya. Padahal Nabi bersabda, “Siapa yang menyerupai satu kaum, ia termasuk dari kaum tersebut.”
Lalu mana umat terbaik yang dibanggakan itu? Di mana umat pilihan itu berada? Mana ciri dari umat Muhammad saw tersebut? Mana ajaran beliau dalam kehidupan?
Apakah beliau ridho dengan kondisi ini? Apakah tidak malu menisbatkan diri pada beliau sementara tingkah laku kita berlawanan?
Alih-alih mengajari malah kita yang diajari. Alih-alih menjadi contoh malah kita yang mencontoh. Semoga Allah mengembalikan  kita, umat Islam, pada kemulian dengan kembali menegakkan ajaran Allah dan sunnah Nabi saw. Mari kita tunjukkan bahwa kita adalah muslim hakiki. Isyhaduu bianna muslimun….
Sumber :
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 324 – 27 Februari 2015. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.

Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman

Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!

X