Berdzikirlah Usai Shalat

“Jika engkau selesai shalat, berdzikirlah..” (Q.S. An Nisa : 103). Allah dalam firmanNya tersebut menyuruh segenap hambaNya untuk berdzikir (mengingat-Nya) atas segala limpahan rahmat dan karunia yang telah diberikan.
Banyak cara bagi umat Muslim untuk melakukan dzikirullah. Lewat setiap bacaan shalat, kita otomatis berdzikir
Dengan berdzikir kita berkomunikasi langsung kepada Allah. Selesai shalat pun kita tetap berdzikir dan berdoa dalam rangka menghamba kepada-Nya.
Kita diharapkan mampu meluangkan waktu untuk berdzikir dengan membaca tahmid, tahlil, takbir dan bacaan lainnya.
Dalam hadist, Rasulullah saw bersabda, “Dua kalimat dicintai Allah, ringan namun berat ketika ditimbang yaitu Subhanallahi wabihamdihi, subhanallahil’adzim.” (H.R. Bukhari)
Alangkah lebih bagus jika kita meluangkan waktu tersendiri untuk berdzikir misalnya tiap-tiap usai shalat fadhu. Beberapa menit diluangkan untuk berdzikir kepada-Nya tidaklah membuat kita kehilangan berjam-jam waktu yang dimiliki.
Dzikir itulah yang membuat manusia bisa tenang menjalani dan menghadapi berbagai macam problematika kehidupan sehari-hari.
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang melazimkan istighfar, maka Allah akan memberikan padanya jalan keluar di setiap kesempitan, penyelesaian dari setiap kegundahan, dan diberikan rizki dari sesuatu yang tidak diduga-duga. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Hakim)
Semoga dengan berdzikir setelah shalat yang merupakan waktu efektif unthk mengingat atas nikmat Allah dapat digunakan optimal oleh kita semua.
Mari luangkan waktu beberapa menit untuk menenangkan hati sekaligus beribadah kepada-Nya. “Ketahuilah hanya dengan mengingat Allah (dzikirullah), hati menjadi tenang”. (Ar Rad: 28)

Ada Doa dan Dzikir Agar Bebas Utang

Utang adalah perkara yang dihalalkan dalam Islam. Tetapi, jika tidak hati-hati, utang bisa membawa musibah. Karena sebuah utang itu sangat wajib untuk kita lunasi.
Utang juga tidak hanya berupa uang, utang pun dapat berupa janji atau tindakan. Seorang sahabat pernah mengeluh kepada Rasulullah Muhammad SAW. Sahabat itu sedang kesulitan karena utang.
” Kenapa tidak amalkan Sayyidul Istighfar?” kata Rasulullah.
Rasulullah kemudian menyarankan sahabatnya untuk mengamalkan zikir Sayyidul Istighfar antara terbit fajar dan Sholat Subuh.
Subhaanallaahi wa bi hamdih, subhaanallaahil ‘azhiim, astaghfirullaah, 100 kali.
Artinya,
” Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya. Mahasuci Allah yang Maha Agung. Aku memohon ampun kepada Allah,” 100 kali.
Kemudian ada doa melunasi utang yang dibaca sebelum tidur. Doa ini adalah di antara doa yang bisa diamalkan untuk melunasi utang.
Telah diceritakan dari Zuhair bin Harb, telah diceritakan dari Jarir, dari Suhail, ia berkata, “Abu Shalih telah memerintahkan kepada kami bila salah seorang di antara kami hendak tidur, hendaklah berbaring di sisi kanan kemudian mengucapkan,

اَللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى، وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَاْلإِنْجِيْلِ وَالْفُرْقَانِ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ اْلأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ اْلآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اِقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَأَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ

Allahumma robbas-samaawaatis sab’i wa robbal ‘arsyil ‘azhiim, robbanaa wa robba kulli syai-in, faaliqol habbi wan-nawaa wa munzilat-tawrooti wal injiil wal furqoon. A’udzu bika min syarri kulli syai-in anta aakhidzum binaa-shiyatih.
Allahumma antal awwalu falaysa qoblaka syai-un wa antal aakhiru falaysa ba’daka syai-un, wa antazh zhoohiru fa laysa fawqoka syai-un, wa antal baathinu falaysa duunaka syai-un, iqdhi ‘annad-dainaa wa aghninaa minal faqri.
Artinya:
“Ya Allah, Rabb yang menguasai langit yang tujuh, Rabb yang menguasai ‘Arsy yang agung, Rabb kami dan Rabb segala sesuatu. Rabb yang membelah butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah, Rabb yang menurunkan kitab Taurat, Injil dan Furqan (Al-Qur’an).
Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau memegang ubun-ubunnya (semua makhluk atas kuasa Allah).
Ya Allah, Engkau-lah yang awal, sebelum-Mu tidak ada sesuatu. Engkaulah yang terakhir, setelahMu tidak ada sesuatu. Engkau-lah yang lahir, tidak ada sesuatu di atasMu. Engkau-lah yang Batin, tidak ada sesuatu yang luput dari-Mu.
Lunasilah utang kami dan berilah kami kekayaan (kecukupan) hingga terlepas dari kefakiran.” (HR. Muslim no. 2713)
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa maksud utang dalam hadits tersebut adalah kewajiban pada Allah Ta’ala dan kewajiban terhadap hamba seluruhnya, intinya mencakup segala macam kewajiban.” (Syarh Shahih Muslim, 17: 33).
Juga dalam hadits di atas diajarkan adab sebelum tidur yaitu berbaring pada sisi kanan.
Semoga bisa diamalkan dan Allah memudahkan segala urusan kita dan mengangkat kesulitan yang ada.
Namun, hal yang perlu diingat jika kita memiliki utang, selain berdoa dan berzikir, anda pun perlu berusaha untuk membayar utang tersebut.

Hakikat Dzikir

Manusia senantiasa dituntut untuk selalu melakukan perubahan dan perbaikan dalam kehidupannya. Dalam setiap pergantian hari harus ada upaya untuk memperbaiki diri dan kembali menuju kepada Allah SWT. Proses perbaikan diri ini membutuhkan sarana untuk membantu kita dalam menjalani perubahan ini.
Ada dua hal penting yang saya yakini bahwa ia adalah wasilah yang penting dalam proses tarbiyyah diri. Namun, kedua hal ini seringkali kita abaikan dan tidak kita perhatikan, yaitu Dzikir dan Istighfar. Dalam kesempatan kali ini, kita akan sama-sama merenungkan hakikat dzikir kepada Allah SWT.
Urgensi Berdzikir Kepada Allah
Dzikir adalah sebuah amalan yang paling dibutuhkan oleh hati seorang mukmin. Ia dapat membantunya untuk merasakan lezatnya iman dan mengantarkannya dari iman yang hanya tertanam dalam akal menuju iman yang tertancap kuat dalam hati, sehingga ia akan memancarkan buahnya dalam sikap dan perilaku.
Yang dinamakan dengan dzikir bukanlah sebatas kalimat yang diucapkan oleh lisan, akan tetapi harus disertai dengan kesadaran diri akan kebersamaan kita dengan Allah SWT. Boleh jadi lisan kita berdzikir, akan tetapi hati tetap lalai dari-Nya. Dan bisa juga lisan ini tidak mengucapkan dzikir, namun hati ini tetap berdzikir dan menggerakkannya untuk mencari ridha Allah dan cinta-Nya.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa keutamaan dzikir tidak hanya terdapat pada tasbih, tahlil, tahmid, takbir dan sejenisnya saja, akan tetapi semua amal yang dilandasi pada ketaatan kepada Allah termasuk dalam kategori dzikir”
Hal tersebut sebagaimana ditegaskan juga oleh Sa’id bin Jubair ra dan ulama lainnya, yaitu menghendaki seorang muslim agar senantiasa mengingat Allah SWT. Selama ia menghadirkan hatinya dalam setiap kondisi, baik dalam berucap dan bersikap, disertai dengan niat untuk taat dan beribadah kepada-Nya, maka ia termasuk dalam kategori orang yang sedang berdzikir.
Ini pula yang dimaksud oleh Allah SWT dalam firman-Nya, “Dan orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah, baik laki-laki atau wanita.” (QS. al-Ahzaab: 35).
Dan juga firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak. Dan bertasbihlah pada pagi dan petang hari.” (QS. al-Ahzaab: 41-41).
Hal ini ditegaskan oleh Ibnu Abbas saat mengomentari ayat tadi, “Maksudnya ialah mereka berdzikir kepada Allah setiap selesai dari shalatnya, di pagi hari dan petang hari, di tempat tidurnya, saat ia bangun dari tidurnya, dan setiap kali pergi keluar dari rumahnya.”
Jika secara lafadz yang dimaksud dengan dzikir adalah ucapan lisan yang berupa do’a, tasbih, tahmid, dan semacamnya, maka ia juga memiliki bentuk yang lainnya yaitu berupa sikap dan perilaku dengan cara menjaga adab dalam setiap kondisi.
Misalnya saja masuk ke dalam masjid dengan mendahulukan kaki kanan dan keluar dengan kaki kiri, atau masuk ke kamar mandi dengan kaki kiri kemudian keluar dengan kaki kanan, makan menggunakan tangan kanan, dan adab-adab yang lain. Banyak yang mengira bahwa itu hanyalah sebatas kebiasaan saja, padahal hal itu merupakan salah satu cara untuk menyadarkan hati.
Buah dari Berdzikir Kepada Allah
Buah dari selalu ingat kepada Allah terwujud dengan turunnya rahmat Allah. Ia akan memberikan kekuatan tekad dan keistiqomahan.
Hal ini disebabkan karena dua hal;
Pertama, Dzikir merupakan benteng yang melindungi manusia dari godaan dan tipu daya setan.
Kedua, Orang yang berdzikir kepada Allah dapat menjadikan hati selalu hadir bersama Allah SWT. Ia akan menjadikannya semakin cinta dan takut kepada-Nya.
Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits qudsi, dimana Allah SWT berfirman, “Aku adalah teman dekat orang yang selalu mengingatku (berdzikir), dan aku selalu bersamanya saat ia mengingatku.”
Berdzikir akan memudahkan turunnya ampunan dari Allah. Ia adalah nutrisi yang dapat memperkuat rasa cinta dan takut kepada Allah. Yang demikian ini akan menjadikan manusia semakin berkomitmen untuk berada di jalan syariatnya dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ia juga menjadi sebab datangnya ketenangan dalam hati. Inilah yang selalu dicari-cari oleh seluruh manusia, bahkan ini adalah perkara yang paling diimpikan oleh manusia, yaitu ketenangan hidup.
 
Penerjemah: Fahmi Bahreisy, Lc
Sumber: www.naseemalsham.com

Dzikir Ulama di Hari Jumat

JUMAT merupakan hari yang istimewa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai pemimpin semua hari. Dari Abu Lubabah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya hari jumat adalah pemimpin semua hari, dan hari yang paling mulia di sisi Allah…” (HR. Ahmad 15548, Ibnu Majah 1137 dan dihasankan al-Albani).
Di hari jumat, Allah sediakan satu waktu yang mustajab untuk berdoa. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang hari Jumat, lantas beliau bersabda,
Di hari Jumat terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim yang ia berdiri melaksanakan shalat lantas dia memanjatkan suatu doa pada Allah bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberi apa yang dia minta.” (HR. Bukhari 935, Muslim 2006, Ahmad 10574 dan yang lainnya).
Karena itulah, para ulama di masa silam (salaf) memberikan perhatian besar terhadap hari jumat. Mereka berusaha menjaga amal selama hari jumat. Kita lihat beberapa riwayat dari mereka,
Sebagian ulama salaf mengatakan, “Barangsiapa bisa istiqamah pada hari Jumat maka dia akan bisa istiqamah di hari yang lain.”
Ibadah Para Ulama Salaf Ketika Hari Jumat Setelah Asar
Ada beberapa kegiatan ibadah ulama setelah asar di hari jumat. Kita sebutkan diantaranya,
1. Riwayat dari Thawus
Imam Thawus bin Kaisan apabila selesai shalat ashar pada hari jumat, beliau menghadap kiblat, dan tidak berbicara dengan siapapun sampai maghrib. (Tarikh Wasith, hlm. 187).
2. Riwayat dari al-Mufadhal bin Fadhalah,
Al-Qadhi Al-Mufadhal bin Fadhalah apabila selesai shalat ashar pada hari jumat, beliau menyendiri di pojok masjid dan terus berdoa hingga matahari terbenam. (Akhbar al-Qudhat, 3/238).
3. Riwayat dari Said bin Jubair—murid senior Ibnu Abbas,
Said bin Jubair apabila usai shalat ashar pada hari jumat, beliau tidak berbicara dengan siapapun sampai terbenam matahari – karena sibuk berdoa. (Zadul Ma’ad, 1/394)
Keikhlasan Mereka dalam Berdoa di Hari Jumat
Berdoa dengan tulus, menghadirkan perasaan sangat butuh di hadapan Allah, termasuk diantara sebab mustajabnya doa. Para ulama salaf sangat khusyu dalam berdoa seusai asar di hari jumat.
Diriwayatkan dalam Tarikh Damaskus, dari Zakariya bin Adi,
Bahwa as-Shult bin Bushtom at-Tamimi duduk di halaqah Abu Jinab. Mereka berdoa setelah ashar di hari jum’at.
Suatu ketika di hari jumat, saat mereka sedang berdoa, tiba-tiba mata Shutl bin Busthom ketetesan cairan dan langsung buta. Akhirnya kawan-kawannya mendoakan dan menyebut-nyebut kesembuhan untuk Shult dalam doa mereka. Sebelum matahari terbenam, beliau bersin sekali, tiba-tiba beliau bisa melihat dengan kedua matanya. Allah telah mengembalikan pandangannya. (Tarikh Damaskus, 64/140).
Selayaknya kita tidak sia-siakan kesempatan emas ini untuk banyak mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala Allahu a’lam.
Sumber: Konsultasi Syariah.

Ini Kebiasaan Abdullah bin Mas'ud di Pagi Hari

DARI Abu Wa’il, dia berkata, “Pada suatu pagi kami mendatangi Abdullah bin Mas’ud selepas kami melaksanakan shalat shubuh. Kemudian kami mengucapkan salam di depan pintu. Lalu kami diizinkan untuk masuk. Akan tetapi kami berhenti sejenak di depan pintu.
Lalu keluarlah budaknya sembari berkata, ‘Mari silakan masuk.’
Kemudian kami masuk sedangkan Ibnu Mas’ud sedang duduk sambil berdzikir.
Ibnu Mas’ud lantas berkata, ‘Apa yang menghalangi kalian padahal aku telah mengizinkan kalian untuk masuk?’
Lalu kami menjawab, ‘Tidak, kami mengira bahwa sebagian anggota keluargamu sedang tidur.
Ibnu Mas’ud lantas bekata, ‘Apakah kalian mengira bahwa keluargaku telah lalai?’
Kemudian Ibnu Mas’ud kembali berdzikir hingga dia mengira bahwa matahari telah terbit.
Lantas beliau memanggil budaknya, ‘Wahai budakku, lihatlah apakah matahari telah terbit.’
Si budak tadi kemudian melihat ke luar. Jika matahari belum terbit, beliau kembali melanjutkan dzikirnya.
Hingga beliau mengira lagi bahwa matahari telah terbit, beliau kembali memanggil budaknya sembari berkata, ‘Lihatlah apakah matahari telah terbit.’
Kemudian budak tadi melihat ke luar. Jika matahari telah terbit, beliau mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang telah menolong kami berdzikir pada pagi hari ini.” (HR. Muslim no. 822).

X