Nabung 15 Tahun, Tukang Becak di Klaten Naik Haji

Jawa Barat – Usaha memang tak pernah mengingkari hasil. Hal ini terbukti dari kesuksesan Karsim, seorang tukang becak yang bisa naik haji. Pria yang berasal dari kampung Sidamulya, Desa Ciasem, Kecamatan Ciasem, Subang, Jawa Barat ini akhirnya berangkat ke Makkah, usai menabung selama 15 tahun.
Karsim, mengatakan, setiap hari selama belasan tahun dia mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Naik haji memang sudah menjadi cita-cita Karsim dan sang istri, Ratimi. Mereka berdua berangkat haji lewat embarkasi Bekasi.
“Setiap hari saya sebisa mungkin harus bisa menabung, agar cita – cita saya dan isteri terlaksana. Saya menabung perhari antara 25 hingga 50 ribu rupiah,” katanya kepada media.
Penghasilan yang tak menentu membuat Karsim dan Ratimi sempat khawatir. Mereka takut kalau-kalau tabungannya tak memenuhi biaya hidup ketika ingin memenuhi Rukun Islam kelima ini.
Meskipun begitu, Karsim tak pernah takut untuk menyisihkan uang hasilnya mengayuh becak. Meskipun kadang dapat sedikit, dia tetap menyisihkannya untuk ditabung.
Bahkan, ketika dia membawa uang yang lebih banyak dari biasanya usai bekerja, dia langsung menyisihkan 75 persen dari penghasilannya hari itu. Padahal, angka tersebut boleh dibilang cukup besar.
Tak banyak orang yang menabungkan uangnya 75 persen dari penghasilan. Namun, demi cita-cita mereka, Karsim rela menabung sedikit lebih banyak.
“Ya begitu, kalau dapat uang lebih besar 75 persennya saya masukan ke tabungan,” ujar Karsim.
Karsim mengaku, ketika hari keberangkatannya sudah dekat waktu itu, dia merasa tak sabar ingin cepat-cepat berangkat ke Tanah Suci.
Saking tak sabarnya, semua kebutuhan mereka saat berada di Tanah Suci sudah mereka siapkan sejak 2 minggu sebelum keberangkatan.
Dia juga tak meminta banyak dari para tetangga dan orang-orang di sekitarnya. Saat itu, dia hanya ingin didoakan menjadi haji yang mabrur. “Saya nanti berangkat tergabung di kloter 49. Doakan saja agar menjadi haji mabrur,” tandasnya.
 
Sumber : Liputan6

Dulu Jamaah Haji Sering Dikubur di Laut

Kapal masih menjadi transportasi pilihan bagi jamaah haji sebelum 1979. Pada abad ke-15, kapal layar bahkan digunakan untuk sampai ke Hijaz, sebutan bagi Arab Saudi pada masa itu.
Ketika itu, jamaah haji butuh waktu berbulan-bulan di laut. Perjalanan pun terbilang berbahaya karena harus berhadapan dengan badai dan gelombang.  Hingga kemunculan kapal uap pada abad ke-19 yang menjadi buah tangan revolusi industri. Kapal-kapal bermesin mampu mengantar jamaah dalam tempo kurang dari sebulan.
Selama perjalanan di laut, ada jamaah yang meninggal karena kelelahan atau sakit.
KH Abdussamad, seorang kiai dari tanah Jawa yang naik haji pada 1948, berkisah tentang bagaimana jenazah tersebut dilepas di laut. Dilansir dari buku Naik Haji di Masa Silam 1482-1964  karya Henri Chambert Loir, kiai itu menumpang Kapal Prometheus milik perusahaan Oceaan dari Pelabuhan Tanjung Priok. Ada seribu penumpang disana. Setidaknya, sang kiai menyaksikan tiga calon haji meninggal dunia.
“Selama itu ada tiga kali kami melepaskan saudara kita, membuang jenazahnya ke laut. Sesudah mayat itu dimandikan, dikapan  (dikenakan kafan) dan disembayangkan, lalu diletakkan di atas suatu tempat sebagai tangga,”tulis KH Abdussamad dalam memoarnya di buku itu berjudul Naik Haji di Masa Revolusi.
Tata Cara Mengubur Di Laut
Ketika jenazah itu hendak dilepas, kapal bertahan. Tempat mayat kemudian diangkat perlahan ke badan kapal. Keranda itu pun diulur ke laut. Sesampainya di permukaan air, tali jenazah dilepaskan. Tangga lantas kembali diangkat. Jenazah itu melayang-layang di samudera. Disaksikan kawan-kawan seperjalanannya.
“Fatihah dibaca, tangan diangkat mendoakan yang pergi. Moga-moga Allah terima amalnya. Diampunkan dosanya dan dikaruniakan kesabaran bagi ahlinya yang tinggal.  Badan jazmaninya mencahari tempat dimana asalnya. La tadri nafsun fi ajji ardhin tamut (Tak ada manusia yang dapat mengetahui di bumi mana nati ia akan ditanam sesudah mati).”
Setelah dimandikan dan dikafani menurut ketentuan Islam, jenazah kemudian dishalatkan. Awak kapal yang sudah berpengalaman  membungkus jenazah itu  dari luar dengan kain layar putih bersih. Beberapa kepingan baja dan timah hitam seberat antara 30-50 kg diikat dengan rapat pada kepala dan kakinya.
Proses penguburannya dilakukan di buritan kapal. Ketika hendak melepas jenazah, kecepatan kapal  dikurangi atau berhenti dengan posisi yang ditentukan mualim. Jenazah itu ditempatkan ke dalam sekoci kecil. Kepalanya dihadapkan ke haluan kapal. Dengan penuh hikmat, sekoci itu diturunkan. Tali sekoci bagian kepala ditarik ke atas sehingga posisinya menjadi miring dan jenazah tenggelam ke dalam laut.
Kondisi Miris Haji Tempo Dulu
Pelepasan jenazah massal pernah terjadi di Kapal Api Samoa. Catatan dari beberapa sumber yang berangkat haji pada 1893, pernah terjadi musibah besar di kapal itu.
Kapal dengan bobot 4.507 tonnase itu dikontrak Herklots untuk mengangkut 3.600 jamaah haji dari Jeddah ke Batavia. Jumlah penumpangnya melebihi kapasitas karena Sarat dengan muatan.  Penumpang pun terpaksa harus duduk berimpitan.
Jamaah bahkan  buang hajat besar dan kecil di sembarang tempat. Keadaan diperparah akibat badai selama tiga hari tiga malam. Badai dahsyat itu menyebabkan penumpangnya patah tulang.
Seratus orang tercatat meninggal dunia. Tidak ada lagi orang yang memperhatikan barang yang dibawa. Peti barang terlempar ke laut. Setelah badai reda dan kapal tenang, penumpang yang selamat mulai menarik napas lega.
 
Sumber : Republika

Rifdah Dapat Hadiah Diberangkatkan Haji VIP Sekeluarga Oleh Ulama Mekkah

Sesudah Rifdah selesai lantunkan penggalan Quran itu, Sheikh Khalid Al Hamoudi, tamu kehormatan di Balai Kota Jakarta malam itu, seorang ulama dari Mekkah, angkat bicara.
Dalam unggahan Anies juga menceritakan kalau ulama asal Mekah sangat kagum terhadap Rifdah.
“Syaikh Khalid sampaikan kekaguman dan apresiasi kepada Rifdah,” tulis Anies.
Tak hanya kagum, rupanya Sheikh Khalid Al Hamoudi juga memberikan sebuah hadiah spesial untuk Rifdah beserta keluarga.
“Perkenankan saya sampaikan hadiah kepada Rifdah. Kami akan sepenuhnya fasilitasi Rifdah bersama kedua orangtuanya, juga ibu dosen pembimbing Rifdah beserta suaminya, untuk diberangkatkan ibadah haji.
Saya akan tunggu dan sambut di Mekkah, di mana Rifdah dan rombongan akan menjadi tamu Allah, dan tamu kehormatan di mata saya,” ujar Sheikh Khalid Al Hamoudi dikutip dari unggahan Anies.
Sungguh hadiah yang begitu indah, Anies mengatakan seketika tamu yang mendengar hal tersebut langsung mengucapkan takbir.
Rupanya Sheikh Khalid Al Hamoudi juga memberikan hadiah istimewa lainya.
“Saya punya dua anak perempuan yang juga hafidzah dan sudah lancar tilawah Quran dalam berbagai qiroat.
Kini saya punya tiga anak perempuan, Rifdah saya angkat menjadi anak perempuan saya yang ketiga,” ujar Sheikh Khalid Al Hamoudi.
Dalam unggahannya Anie menggambarkan suasan haru saat Sheikh Khalid Al Hamoudi mengumumkan hal tersebut.
Para tamu yang datang tak kuasa menahan air mata.
Suara takbir tak berhenti berkumandang.
“Tak ada hadirin yang tak terharu mendengarnya, puluhan pasang mata menitikkan airnya. Takbir dan tahmid bersahutan. Bangunan kokoh Balai Kota terasa bergetar,” tutup Anies
 
Sumber : Tribunnews

Diundang Raja Salman, Anies Baswedan Tunaikan Ibadah Haji 

 
Jakarta – Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anies Baswedan menunaikan ibadah haji bersama istrinya, Fery Farhati, dan ibunya, Aliyah Rasyid. Anies mengatakan ini merupakan ibadah hajinya yang pertama.
“Alhamdulilah ini perjalanan pertama saya, bersyukur bisa bersama-sama dengan ibu. Kesempatan ini saya mengajak ibu dan istri,” katanya, Jumat, 25 Agustus 2017
Menurut Anies, dirinya mendapat undangan menunaikan ibadah haji dari Raja Salman. Kanomas Travel ditunjuk Raja Salman mengatur perjalanan Anies selama di Tanah Suci. “Iya, memang mendapat undangan dari sana. Nanti di sana mereka yang mengatur,” ucapnya.
Anies bersama istri dan ibunya berangkat ke Mekkah menggunakan maskapai Saudi Arabia Airlines. Rencananya Anies akan berada di Mekkah hingga 5 atau 6 September 2017.
Selanjutnya Anies melanjutkan perjalanan ke Madinah. “Di sana sampai tanggal 11 (September 2017),” ujarnya.
Selama dua pekan meninggalkan Tanah Air, Anies menitipkan anak-anaknya ke para tetangga. “Saya titip ke tetangga juga. Kan mereka sudah seperti saudara saya sendiri. Nanti orang tua Ferry juga akan menginap di sini (rumah Anies),” tuturnya.
Anies mengaku tak khawatir meninggalkan anak-anaknya di rumah selama 15 hari. “Mereka biasa main sama tetangga. Insya Allah mereka relatif sudah biasa (ditinggal),” katanya.
Rumah Anies di Jalan Lebak Bulus Dalam II, Jakarta Selatan, Jumat pagi, 25 Agustus 2017 didatangi keluarga, teman-teman, serta tetangganya. Salah satu tamu yang datang adalah artis Neno Warisman.
Mereka berkumpul dan berdoa bersama melepas Anies dan keluarga untuk menunaikan rukun Islam kelima. Dalam pesan singkat yang dikirimkan kepada media, Anies memohon doa atas rencana keberangkatan ini.
“Sebuah perjalanan menuju Baitullah, menuju tanah di mana Ibrahim bersama Ismail membangun Kakbah. Pada semua, kami memohon maaf dan mohon diikhlaskan atas semua kesalahan dan kekhilafan kami sekeluarga dalam berinteraksi selama ini,” ujarnya.
Anies juga memohonkan doa, semoga diberikan kesehatan, kemudahan, kelancaran, dan keselamatan selama menjalankan ibadah hingga kembali ke Tanah Air, serta bisa menjadi haji mabrur.
Anies Baswedan bersama Sandiaga Uno akan dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada Oktober 2017.
 
Sumber : Antara
 

Kemegahan Masjid Namirah di Arafah

Banyak jamaah merasa takjub menyaksikan megahnya Masjid Namirah. Masjid ini terletak di atas padang pasir di Kota Arafah, sekitar 22 kilometer arah timur Kota Makkah.
Dinamai Namirah atau Namrah, dinisbatkan kepada sebuah gunung yang berada di sebelah barat masjid.
Masjid Namirah pada mulanya adalah sebuah masjid kecil yang dinamai Masjid Arafah atau Masjid Ibrahim. Masjid ini pernah menjadi tempat shalat oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW.
Menurut hikayat setempat, masjid ini merupakan salah satu saksi pertama kali Rasulullah melaksanakan ibadah haji. Pada 9 Dzulhijah, ketika Rasulullah melaksanakan haji dalam perjalanannya dari Mina menuju Arafah, ia sempat menghentikan unta yang dibawanya.
Ketika itu, sekitar waktu Dhuha, Rasulullah berhenti di Wadi Uranah dan mendirikan tenda berwarna merah. Rasulullah sempat beristirahat di tenda merahnya hingga waktu Zhuhur tiba.
Dalam perjalanan waktu setelah Rasulullah, wadi tempat mendirikan tenda tersebut dibangunlah sebuah masjid, yang kemudian diberi nama Namirah.
Masjid itu kemudian dibangun mulai secara besar oleh salah seorang khalifah dari Dinasti Abbasiyah sekitar abad kedua Hijriyah.
Sejarah mencatat, perluasan masjid dilakukan secara terus-menerus. Pada masa Pemerintahan Raja Qatyinbay 873-901 Hijriyah, masjid ini diperluas dan terus direnovasi.
Pada tahun 2001 dari 12 proyek pembangunan yang menghabiskan biaya hingga 144 juta riyal, Masjid Namirah merupakan salah satu proyek yang mendapat kucuran dana terbesar.
Sampai saat ini, setiap 9 Dzulhijah, aktivitas Rasulullah yang melakukan shalat Zhuhur dijamak dengan Ashar, masih tetap dilakukan oleh para jamaah haji. Dan, baru selepas Maghrib, jamaah meninggalkan tempat tersebut untuk kemudian menuju Muzdalifah.
Masjid yang memiliki luas 110 ribu meter persegi dengan rincian panjang 340 meter dan lebar 240 meter ini ditopang enam buah menara besar.
Masing-masing menara memiliki ketinggian sekitar 60 meter. Selain itu, masjid ini memiliki tiga buah kubah besar. Setidaknya, akan ditemukan sekitar 10 pintu masuk utama dan 64 pintu pendamping.
Untuk bisa menampung jamaah dalam jumlah banyak, masjid ini menyediakan pula sekitar 1.000 kamar mandi dan 15 ribu tempat wudhu. Untuk menambah kenyamanan para jamaah yang beribadah, pengelola masjid memasang ratusan mesin penyejuk udara.
Masjid ini mampu menampung hingga 350 ribu orang. Ketika musim haji tiba, masjid ini bisa menampung lebih banyak lagi jamaah. Megahnya masjid ini, memang tidak lepas dari peran serta Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
 
Sumber : Ihram.co.id

X