Ini Kata Zakir Naik Soal Al Maidah Ayat 51 dan Islam Politik

Cendekiawan Muslim asal India, Zakir Abdul Karim Naik berdialog dengan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan serta para awak media di gedung DPR/MPR RI, Jumat (31/3).
Dialog itu membahas berbagai hal dari mulai Islam sebagai agama toleran, jihad serta pemahaman tentang masalah kepemimpinan di dalam surah al-Maidah 51. Berikut poin penjelasannya :
1. Islam Agama paling Toleran di Dunia
Zakir mengatakan, Islam sebagai agama paling toleran di dunia. Islam, kata dia, agama yang dapat menyatukan seluruh umat manusia untuk tujuan kedamaian.
“Islam agama toleran, Islam berarti damai. pasrah terhadap Allah SWT. Tetapi Islam tidak toleran terhadap hal-hal tertentu seperti alkohol, prostitusi, dan korupsi,” kata Zakir.
2. Islam pemersatu Indonesia
Karena itu pula, Islam juga bisa menjadi pemersatu di Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan ras bangsa. Menurut dia, selama Islam dimaknai dengan benar sebagai agama yang toleran dan damai.
“Selama Indonesia yang multi-ras. Islam agama paling toleran dan tidak memaksa siapapun. Kita tidak bisa memaksa siapapun untuk bisa menerima Islam. Kita harus menyampaikan dakwah,” kata Zakir.
3. Boleh Menjaga Persahabatan
Ketika ditanya tentang menjalin hubungan pertemanan dengan non muslim, Zakir Naik menjawab,
“Itu bukan berarti kita tidak boleh bicara dengan mereka. Artinya, apabila kita menjaga persahabatan itu tidak masalah,” kata Zakir.
4. Memilih Pemimpin Muslim
Zakir menekankan ada baiknya kaum muslim memilih calon pemimpin yang seiman. Menurutnya, jika ada orang muslim, maka itu adalah pilihan yang lebih baik.
“Apabila ada pilihan orang Islam, soal kepemimpinan Muslim jauh lebih baik daripada non Muslim,” ujar Zakir.
5. Islam Tidak bisa Dipisahkan dengan Politik dan Pemerintahan
Kemudian, dia juga menyampaikan terkait wacana pemisahan agama dengan politik. Menurut dia, Islam adalah panduan hidup. Maka, selain menyangkut ibadah, Islam juga terkait dengan politik dan pemerintahan.
“Tidak hanya shalat, puasa, haji, apa yang bisa dimakan, apa yang nggak bisa dimakan, tapi (Islam mengatur) bagaimana berbisnis, memerintah kota, negara,” tutur pria berusia 51 tahun tersebut.
Diolah dari : vivanews, republika

Kebersihan Penampilan dalam Islam dan 15 Dalilnya

Sesungguhnya Islam adalah agama yang sempurna, memerhatikan aspek-aspek kehidupan secara menyeluruh agar ia mendatangkan kebaikan kepada setiap pengikutnya.
Sudah menjadi fitrah yang manusia cenderung kepada keindahan, ketampanan dan kecantikan. Jika ditinggalkan berarti adanya sesuatu yang tidak normal, baik di sisi manusiawi atau kesalahfahaman terhadap Islam itu sendiri.
Penampilan yang elok, selagi syar’i adalah tuntutan kehidupan. Baik dalam bidang pekerjaan maupun dakwah, penampilan memainkan peranan penting dalam penonjolan imej, penerimaan orang (tsiqah), keselamatan kerja, dan keselamatan daripada siksa api neraka.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ اْلجَمَالَ
“Sesungguhnya Allah Maha Indah, serta menyukai keindahan.” (HR. Muslim)
Ketahuilah bahwa Islam tidaklah anti dengan orang yang berambut panjang, namun Islam benci dengan penampilan yang kacau, sehingga menjadikan wajah yang tampan menjadi mengerikan, atau wajah cantik rupawan menjadi menakutkan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
Barang siapa memiliki rambut panjang maka hendaknya ia memuliakan rambutnya (merapikan dan merawatnya dengan baik)” [HR. Abu Dawud 4163 dan lainnya, dishahihkan Al Albani dalamShahih Abi Daud]
Sahabat Jabir radhiallahu anhu mengisahkan, suatu hari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkunjung ke rumah kami, lalu beliau melihat seorang lelaki yang rambutnya kusut/ acak acakan, spontan beliau bersabda:
Tidakkah lelaki ini memiliki sesuatu yang dapat ia gunakan untuk merapikan rambutnya?
Jabir berkata, beliau juga melihat lelaki yang berpakaian kotor, maka beliau bersabda:
Tidakkah lelaki ini memiliki sesuatu yang dapat ia gunakan untuk mencuci bajunya?” (HR. Ibnu Hibban 6326, dishahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah 493)
Dalam hadist yang lain seseorang bertanya kepada Rasulullah saw.
Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, seseorang ingin agar bajunya bagus dan sandalnya juga bagus,apakah itu termasuk kesombongan?
Rasulullah saw berkata: “Tidak, sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan menghinakan orang lain.”
Perbaikilah Penampilan Wahai Para Da’i
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A’raf: 31-32)
Sesungguhnya Allah itu indah dan senang dengan keindahan. Bila seseorang diantara kamu (bermaksud) menemui kawan-kawannya hendaklah dia merapikan dirinya.” (HR. Muslim)
Apabila kamu memelihara rambut, hendaklah dimuliakan (disisir, dirapikan agar tidak teracak-acak)” (HR. Abu Dawud dan Ath Thahawi)
Sesungguhnya Allah itu baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, murah hati dan suka pada kemurahan hati, dermawan dan suka pada kedermawanan …” (HR Tirmidzi).
Lima hal yang termasuk fitrah (kesucian): mencukur bulu kemaluan, khitan, menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak & memotong kuku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw bersabda, “Kalian akan mendatangi saudara-saudara kalian. Kerana itu perbaikilah kendaraan kalian, dan pakailah pakaian yang bagus sehingga kalian menjadi seperti tahi lalat di tengah-tengah umat manusia. Sesungguhnya Allah tidak menyukai sesuatu yang buruk.” (HR. Abu Dawud dan Hakim)
“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat” Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang Mengetahui.”
Allah SWT mencintai seorang hamba yang memperindah/menghiasi ucapannya dengan kejujuran, hatinya dengan keikhlasan, kecintaan, selalu kembali dan bertawakkal (kepada-Nya), dan anggota badannya dengan ketaatan (kepada-Nya), serta tubuhnya dengan memperlihatkan nikmat yang dianugerahkan-Nya kepadanya.
Dalam berpakaian (mengikut keperluan) membersihkan tubuh dari najis dan kotoran, mandi untuk menghilangkan bau dan kotoran, memotong kuku, merapikan rambut dan janggut, menyikat gigi, memakai wangian, dan sebagainya
Maka hamba yang dicintai-Nya adalah hamba yang mengenal-Nya dengan sifat Maha Indah-Nya. Kemudian beribadah kepada-Nya dengan keindahan yang ada pada agama dan syariat-Nya.
Hal kebersihan tersebut senada dengan Sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya Allah suka melihat (tampaknya) bekas nikmat (yang dilimpahkan-Nya) kepada hamba-Nya” (HR at-Tirmidzi dan al-Hakim)
Rasulullah saw Memberi Contoh dalam Penampilan
Anas bin Malik ra. menceritakan, “Tidak pernah aku mencium bau wangi atau bau semerbak yang lebih wangi dari bau dan semerbak Nabi saw” (HR. Bukhari)
Seandainya tak memberatkan umatku, niscaya aku akan memerintahkan kepada mereka untuk bersiwak setiap kali akan shalat.” (HR. Bukhari & Muslim)
Dari Abi Rofi’, ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam berkeliling mengunjungi beberapa istrinya (untuk menunaian hajatnya), maka beliau mandi setiap keluar dari rumah istri-istrinya. Maka Abu Rofi’ bertanya, ‘Ya, Rasulullah, tidakkah mandi sekali saja?’ Maka jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ini lebih suci dan lebih bersih.’” (HR. Ibnu Majah & Abu Daud)
Beliau melihat seorang lelaki yang acak-acakan rambutnya. Rasulullah bersabda, ‘Tidakkah orang ini mendapatkan sesuatu untuk merapikan rambutnya?’ Kemudian beliau melihat seorang lelaki yang kotor pakaiannya. Beliau bersabda, ‘Tidakkah orang ini mendapatkan air untuk mencuci pakaiannya?‘”(HR Abu Dawud dan An-Nasa’i).
Menjauhi Sifat Sombong dan Berlebihan dalam Berpenampilan
Dalam soal kecantikan atau keelokan, Ibnul Qayyim al-Jauziyah berkata,
“Kecantikan itu ada yang disukai oleh Allah dan ada yang dibenci. Sesungguhnya Allah membenci mempercantik diri (lelaki) dengan mengenakan sutera dan emas, membenci berhias dengan pakaian kesombongan.
Untuk membedakan antara kesombongan yang dibenci Allah, bahwasanya kesombongan itu bukanlah keindahan. Dan Rasulullah menjelaskan keindahan yang disukai Allah, Rasulullah mengatakan: “Tidak akan masuk Surga siapa saja yang ada di dalam hatinya sebesar biji dzarrah kesombongan.

7 Fakta Sisi Religius Raja Salman

Pemimpin yang shaleh adalah idaman bagi orang-orang yang beriman. Ketika seorang pemimpin memiliki kecakapan dalam tata negara, ditambah memiliki keshalehan, maka itu adalah karunia yang sangat besar yang Allah berikan bagi penduduk suatu negeri.
Kerajaan Arab Saudi adalah sedikit dari negeri yang diberikan Allah karunia besar tersebut. Raja-raja mereka begitu memiliki perhatian yang besar terhadap Islam dan kaum muslimin.
Mereka membantu memberi Alquran ke berbagai negeri-negeri Islam, membantu pembangunan masjid, fasilitas peribadatan, menyumbang dana dan fasilitas publik lainnya. Tidak heran, rakyatnya pun memuji perilaku pemimpin mereka.
Karenanya, sering kita dengar orang-orang di negeri kita mengajukan permintaan bantuan dana ke orang-orang Arab Saudi untuk kepentingan dakwah, karena mereka dikenal loyal dalam hal ini. Berikut ini adalah sedikit fakta sisi religius raja Arab Saudi :
1. Raja Salman Hafal Qur’an Usia 10 Tahun dan Kecintaannya Kepada Alquran
Sebagaimana tradisi kerajaan-kerajaan Islam sedari dulu, anak-anak raja dan para pangeran disekolahkan di sekolah khusus kerajaan, demikian juga dengan Raja Salman bin Abdul Aziz. Ia pertama kali menimba ilmu di Madrasah Umara (Princes’s School) di Riyadh. Di sana ia mempelajari ilmu agama dan sains modern.
Di Madrasah Umara, Raja Salman bin Abdul Aziz berhasil menghafalkan 30 juz Alquran saat usianya masih 10 tahun. Saat itu, kepala sekolah Madrasah Umara adalah Syaikh Abdullah al-Khayyath, imam dan khotib Masjid al-Haram sekarang.
Oleh karena itu, sama seperti pimpinan-pimpinan Arab Saudi lainnya, Raja Salman menaruh perhatian yang sangat besar dalam memotivasi anak-anak Arab Saudi untuk menghafalkan kitabullah.
Wujud perhatian beliau terhadap Alquran adalah dengan adanya Musabaqoh al-Amir Salman bin Abdul Aziz li Hifzhi-l Quran yang telah diselenggarakan sebanyak 17 kali di Riyadh.
Musabaqoh Alquran ini berada dibawah bimbingan Kementerian Urusan Islam, Wakaf, Dakwah, dan Irsyad (Menteri Agama) Arab Saudi. Sehingga diadakan merata di setiap wilayah kerajaan dengan dukungan gubernur masing-masing wilayah.
2. Tinggalkan Obama Demi Shalat Tepat Waktu
Pada 27 Januari 2015, atau beberapa hari setelah Salman dinobatkan sebagai raja baru Saudi, Presiden AS Barack Obama secara resmi menemuinya. Obama dan sang istri, Michelle Obama menemui Raja Salman di istana kerajaan Arab Saudi.
Saat itu Presiden Obama, istri, beserta rombongan AS baru tiba dan bersalaman. Ketika masih sedang diliput live berbagai media internasional, tiba-tiba Obama ditinggalkan Raja Salman setelah suara adzan terdengar. Raja Salman mengucapkan “permisi” untuk menjalankan shalat berjamaah bersama para staff Arab Saudi.
Kunjungan Obama dan Michelle saat itu akhirnya jadi heboh dalam pemberitaan utama media-media internasional. Salut kepada King Salman yang lebih mengutamakan agama dibanding tamu negara.
3. Beri Bonus ke Seluruh PNS Saudi
Tak lama setelah dinobatkan sebagai Raja Saudi pada 22 Januari 2015, Raja Salman membuat gebrakan. Raja Salman memberi bonus senilai dua bulan gaji kepada seluruh pegawai negeri sipil (PNS) dan semua personel militer.
Tidak hanya PNS dan aparat militer, bonus juga diberikan Raja Salman kepada para pensiunan dan para siswa di Saudi.
”Orang-orang terhormat; Anda pantas menerima lebih dan apapun yang saya lakukan tidak akan bisa memberikan apa yang layak bagi Anda,” tulis Raja Salman di akun Twitter-nya, kala itu.
Raja religius ini juga selalu minta doa dari rakyatnya. “Jangan lupakan saya dalam berdoa,” bunyi tweet Raja Salman, tak lama setelah mengumumkan pemberian bonus besar-besaran bagi pegawai Saudi.
4. Memecat Putra Raja Abdullah
Ketika merombak kabinet, Raja Salman membuat kejutan dengan memecat putra Raja Abdullah bin Abdulaziz, Pangeran Khalid yang saat itu menjabat sebagai Kepala Intelijen.
”Penjaga Dua Masjid Suci, Raja Salman bin Abdul Aziz al-Saud mengeluarkan perintah kerajaan hari ini, memecat Pangeran Khalid bin Bandar bin Abdul Aziz al-Saud, dari jabatannya sebagai Kepala Intelijen Umum,” bunyi pengumuman Kerajaan Saudi yang dirilis Saudi Press Agency (SPA), pada Jumat, 30 Januari 2015.
Pemecatan putra Raja Abdullah itu hanya seminggu setelah Raja Abdullah meninggal di usia 90 tahun. Tak jelas alasan pemecatan putra Raja Abdullah itu.
Tak hanya Pangeran Khalid, Raja Salman juga memecat Pangeran Mishaal, gubernur wilayah Mekkah.
5. Perintahkan Eksekusi Pangeran Saudi karena Bersalah
Pada Oktober 2016, Raja Salman kembali menuai pujian publik Saudi, karena berani memerintahkan eksekusi terhadap seorang pangeran Saudi yang menembak mati seorang pemuda dalam sebuah perkelahian pada 2004.
Publik Saudi melalui media sosial menilai Raja Salman sebagai raja yang adil dalam penegakan hukum tanpa tebang pilih. Pangeran yang dieksekusi adalah Pangeran Turki bin Saud al-Kabir.
Eksekusi dijalankakan setelah keluarga korban menolak “uang darah”. Pangeran Turki dieksekusi di alun-alun Riyadh sebagai penegakan hukum.
6. Komitmen terhadap Asas Negara Islam dengan Alquran dan Sunnah
Dalam beberapa kali kesempatan, Salman bin Abdul Aziz mengatakan bahwa Kerajaan Arab Saudi berdiri dengan asas syariat Islam dalam undang-undang dan sikap politiknya. Kerajaan ini juga senantiasa menolong agama Allah, berkhidmat untuk dua tanah suci, dan kaum muslimin secara umum.
Beliau mengatakan bahwa dari awal berdirinya, kerajaan ini telah berpegang teguh dengan pemahaman agama Islam yang benar secara manhaj (teori) dan praktiknya. Baik dalam hukum, asas politik, dan sosial kemasyarakatan.
Raja Salman mengatakan, “Kerajaan Arab Saudi berdiri dengan asas al-Kitab dan as-sunnah, bukan berdasar hukum-hukum kabilah atau ideologi-ideologi buatan manusia. Kerajaan ini berdiri dengan berasaskan akidah Islam sejak lebih dari 270 tahun lalu, ketika al-Imam Muhammad bin Suud mendirikan negara Arab Saudi.”
7. Pidato Pertama Sebagai Raja Arab Saudi bernafaskan Islam
Di antara kalimat yang disampaikan oleh Raja Salman bin Abdul Aziz dalam pidato pertamanya:
Raja Salman mengawali pidatonya dengan pujian kepada Allah dan shalawat kepada Rasul-Nya, kemudian ucapan bela sungkawa kepada anggota kerajaan dan seluruh rakyat Arab Saudi atas meninggalnya Raja Abdullah. Ia mengatakan:
Segala puji bagi Allah, yang telah berfirman, “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”. (QS. Ar-Rahman: 26-27).
Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad, kepada keluarga dan juga para sahabatnya.
Kemudian baru beliau sampaikan ucapan belasungkawa atas wafatnya Raja Abdullah bin Abdul Aziz rahimahullah. Raja Salman memuji pendahulunya tersebut atas dedikasi yang ia berikan dalam hidupnya kepada agama, negara, rakyat, dan dunia Islam secara umum.
Beliau menyampaikan, “Kami akan melanjutkan –dengan rahmat dan pertolongan dari Allah– meniti jalan yang benar dan tidak akan pernah menyimpang darinya, yaitu melanjutkan konstitusi kami berdasarkan Alquran dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
“Kami akan melanjutkan kebijakan negara ini, negara yang telah Allah utamakan dengan memilihnya sebagai tempat risalah (Nabi-Nya) dan kiblat (kaum muslimin), untuk meningkat persatuan dan mempertahankan negara. Dengan bimbingan dari Allah berdasarkan syariat Islam sebagai agama damai, kasih sayang, dan moderat”. Kata Raja Salman.
Ia melanjutkan, “Saya memohon kepada Allah agar senantiasa membimbing saya dalam melayani rakyat, mewujudkan harapan mereka, menjaga keamanan dan stabilitas negara kita, serta melindunginya dari kejahatan. Sesungguhnya Allah mampu melakukan yang demikian, dan tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan-Nya”
Penutup
Kita sadar bahwa kepemimpinan yang sama persis dengan khalifah Rasyid hanya akan terjadi di akhir zaman kelak, di masa Imam Mahdi. Usaha-usaha dan komitmen yang dilakukan pemerintah Arab Saudi sekarang untuk berpegang kepada Alquran dan sunnah sudah sangat kita apresiasi.
Tidak ada negara di dunia ini, yang menerapkan syariat Islam lebih dari apa yang mereka lakukan. Hanya di negara Arab Saudi saja kita dapat menyaksikan pemandangan mall dan pasar-pasar sepi saat memasuki waktu shalat. Raja Salman juga lebih ramah dan terbuka kepada golongan-golongan Islam lintas mazhab dan ideologi.

Sebuah Hidayah

Tidak ada kesyukuran terbesar yang mesti diupayakan oleh setiap Muslim dan Muslimah, selain daripada perkenan Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita semua. Baik itu hidayah keIslaman, mengikuti ulama, menaati peraturan Allah Ta’ala, hingga urusan memilih pemimpin negara. Ini semua adalah nikmat yang tiada tara di muka bumi.
Hal ini karena sifat hidayah yang memang menjadi hak prerogratif Allah Ta’ala, sehingga meski ada orang memiliki kecerdasan luar biasa, jika Allah tidak mengizinkan iman di hatinya, tidak akan sampai hidayah dalam kehidupannya.

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تُؤْمِنَ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ وَيَجْعَلُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لاَ يَعْقِلُونَ

“Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (QS. Yunus [10]: 100).
Oleh karena itu, kita mesti benar-benar menjaga iman di dalam hati kita dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya mesti memahami dengan komprehensif, bahwa hanya Islam jalan menggapai kebahagiaan.

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran [3]: 19).

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran [3]: 85).
Allah Ta’ala memerintahkan kepada kita, untuk terus menjaga hidayah dalam setiap rakaat shalat dengan selalu memohon kepada-Nya, yaitu hidayah ke jalan yang lurus di dalam surah al-Fatihah :

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

“Berikanlah kepada kami hidayah ke jalan yang lurus”.
Imam Ibnul Qayyim memaparkan hal ini dengan lebih terperinci, beliau berkata: “Seorang hamba sangat membutuhkan hidayah di setiap waktu dan tarikan nafasnya, dalam semua (perbuatan)yang dilakukan maupun yang ditinggalkannya.
Dalam Firman Allah Ta’ala,

فإن الله يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ فَلا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ

“Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi hidayah (taufik) kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (QS Fathir: 8).
Jadi, mari kita berusaha menggapai hidayah dan menjaganya. Serta bahu-membahu saling menguatkan iman, taqwa dan kebaikan untuk semua muslim. Wallahu a’lam.

Toleransi (Tasamuh) dari Islam

Setiap tibanya hari Natal selalu saja kita ‘diganggu’ dengan kata sakti ‘toleransi’. Seakan kalau tidak mengucap “Selamat hari Natal” atau memakai atribut Natal, kita tidak toleransi terhadap penganut agama lain yang dalam hal ini kaum Kristiani. Ini memang fenomena kekinian.
Dalam konteks ide, Natal juga dijadikan sebagai salah satu cara menyebarkan virus pluralisme yaitu mengajarkan bahwa semua agama itu sama dan mengajak umat Islam agar mengakui ‘kebenaran’ agama lain. Diantara produknya campurannya ialah pernikahan beda agama, atau perayaan natal diisi doa maulid nabi.
Toleransi Yang Benar
Toleransi (tasamuh) artinya sikap membiarkan (menghargai), lapang dada (Kamus Al-Munawir, hal. 702, cet. 14). Namun toleransi tidak berarti seorang harus mengorbankan kepercayaan atau prinsip yang dia anut (Ajad Sudrajat dkk, Din Al-Islam. UNY Press. 2009).
Islam memang mengajarkan sikap toleransi. Toleransi itu membiarkan umat lain menjalankan ritual agamanya, termasuk perayaan agamanya. Toleransi itu tidak memaksa umat lain untuk memeluk Islam.
Dalam masalah muamalah, Rasul Shallallahu ‘alaihi Wassallam pernah berbisnis dengan non-Muslim secara adil dan jujur, selama bukan jual-beli barang haram. An-Nawawi mengatakan, “Kaum Muslimin bersepakat bolehnya bermuamalah (jual beli, sewa, dll.) dengan non Muslim.” (Syarh Nawawi untuk Shahih Muslim, 10/218).
Rasulullah juga menjenguk tetangga non-Muslim beliau yang sakit (HR. Bukhari no. 2363 & Muslim no. 2244). Rasul juga bersikap dan berbuat baik kepada non-Muslim. Rasul Shallallhu ‘alaihi Wassallam bersabda:
“Barangsiapa yang menyakiti kafir Dzimmi, maka aku berperkara dengannya, dan barangsiapa berperkara denganku, maka aku akan memperkarakannya pada hari kiamat.” (HR. As-Suyuthi, Al-Jâmi’ ash-Shagîr, no. 8270).
Toleransi yang dijalankan Islam ini, menjadi contoh bagi masyarakat peradaban lain. Bahkan toleransi Islam, langgeng terasa hingga era akhir Khilafah Utsmaniyah.
Seorang Orientalis Inggris, Thomas W.A. berkata: “The treatment of their Christian subjects by the Ottoman emperors -at least for two centuries after their conquest of Greece- exhibits a toleration such as was at that time quite unknown in the rest of Europe…” [Perlakuan terhadap warga Kristen oleh pemerintahan Khilafah Turki Utsmani –selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani– telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa…] (The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith, 1896, hal. 134).
Intoleran dalam Pengetahuan
Sejak zaman Perang Salib hingga penjajahan negara-negara berpenduduk Islam di berbagai belahan dunia, orang-orang Barat gemar mencuri kitab-kitab orang Islam untuk dibawa ke negaranya masing-masing.
Banyak perpustakaan raksasa baik di Inggris, Amerika, Prancis, Jerman, Belanda, Rusia dan lain sebagainya yang menyimpan ribuan kitab-kitab penting para ulama dahulu yang masih tidak diizinkan diakses oleh orang-orang Islam sendiri. Mungkin itu bagian dari sikap yang intoleransi mereka.
Selain itu, tidak seperti ulama Islam yang terbiasa jujur menyebut sumber rujukan, misalnya ketika menyelamatkan karya-karya Yunani, para ulama menyebutkan nama Plato, Aristoteles dan lain sebagainya. Tidak demikian dengan orang-orang Barat. Mereka tidak pernah mau jujur bahwa yang mereka pelajari itu berasal dari Islam yang dibaratkan. Mereka jadikan kitab-kitab ulama yang penting-penting itu sebagai kurikulum pendidikan mereka. Lalu mereka menulis buku versi mereka tanpa merasa perlu menyebut dari mana mereka mempelajarinya. Ini sikap intoleransi lainnya dalam keilmuan Barat.
 
 
Sumber : Hidayatullah

X