Toleransi Muslim di Hari Raya Nyepi

Praktik toleransi sudah terawat secara turun temurun di Desa Tanon, Kecamatan Papar, Kediri, Jawa Timur (Jatim).
Kebiasaan saling menjaga saat perayaan Nyepi sudah dilakukan antarpemeluk agama Islam dan Hindu sejak zaman kakek buyut mereka.
Saat ritual mengarak ogoh-ogoh dalam menyambut perayaan Nyepi kemarin, puluhan remaja masjid Desa Tanon terlihat ikut di antara rombongan pengarak ogoh-ogoh.
“Rutin setiap ada acara keagamaan kami, selalu keamanannya dari remaja masjid,” kata Sekretaris Panitia Hari Raya Nyepi Desa Tanon, Ristan Arga Hendrawan kepadaTribun Bali, Senin (27/3/2017) malam.
Pun demikian, saat Hari Raya Idul Fitri petugas keamanan dari warga Hindu juga berperan aktif saat acara takbir keliling.
“Besok setelah Nyepi warga Muslim juga berdatangan ke rumah kami saling berkunjung,” imbuhnya.
Karena saling menjaga inilah, kata dia, setiap perayaan agama apapun di kampung ini selalu damai dan berjalan lancar.
“Saat mengarak ogoh-ogoh tidak pernah namanya ada ribut,” tegasnya.
Tradisi toleransi ini juga terjaga sampai lingkup keluarga.
“Paman saya Muslim, jadi untuk menghormati tetangga kami yang muslim juga lampu rumah tetap kami nyalakan,”terangnya.
Hal yang sama juga berlaku di keluarga yang lain. Di kampung ini tidak jarang ada keluarga yang berlainan agama dalam satu rumah.
“Karena itulah sebagai toleransi kami lampu tetap menyala. Tapi bagi kami yang Hindu tetap melaksanakan puasa dan menyepi di kamar,” ungkap pria yang menjadi tokoh pemuda Hindu ini.
Di Desa Tanon jumlah warga Hindu menjadi terbesar nomor dua setelah Islam.
“Ada sekitar 160 kepala keluarga (KK) dari sekitar 800 an KK warga di Desa Tanon, ada juga protestan di sini,” jelas dia saat ditemui di Pura Sri Aji Joyoboyo. (TribunNews)

X