oleh Danu Wijaya danuw | Jan 11, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
MASJID mulai banyak dibangun di Prancis dalam 30 tahun terakhir. Menurut laporan, kini lebih banyak masjid telah dibangun di Prancis dibandingkan dengan semua gereja Katolik yang dibangun pada abad terakhir, Zerohedge melaporkan pada Ahad (6/8/2017).
Di Prancis memang ada undang-undang untuk melindungi gereja-gereja tua. Namun kini negara bebas meratakan gereja-gereja bersejarah manapun.
Sebagai contoh Gereja Santa Rita yang dulu berdiri sejak abad ke-15 di Paris. Beberapa pekan setelah Pastor Hamel tewas, karena dibunuh penjahat, polisi Prancis membersihkan gereja tersebut. Dan sekarang gereja ini rata dan mejadi lahan parkir.
Di sisi lain, lansekap Prancis kini sudah dipenuhi oleh masjid-masjid yang jumlahnya kian bertambah.
Presiden Dewan Muslim Prancis, Dalil Boubakeur, menyarankan gereja-gereja Katolik yang ditinggalkan kosong, karena tidak ada jamaah yang hadir di gereja, untuk dialih fungsikan menjadi masjid.
Menurut sebuah laporan dari Observatorium Warisan Agama, yang dikutip Senat, Prancis akan kehilangan “5.000 sampai 10.000 bangunan Kristen bersejarah pada tahun 2030.”
Setiap tahun, 20 gereja dijual dan dikonversi menjadi masjid di Prancis. Perkembangan Muslim Prancis semakin banyak. Hal ini membuat
Boubaker menambahkan, saat ini terdapat 2.500 masjid di seluruh Prancis, dengan 300 di antaranya masih dalam pembangunan. Jumlah ini masih jauh yang dibutuhkan Muslim Prancis yang terus bertambah. Dimana Muslim Prancis saat ini adalah rumah bagi 6 juta Muslim, dan membutuhkan 5.000 masjid.
Selama wawancara, Boubakeur menyebut contoh pengubahan dari gereja menjadi masjid di Clermont-Ferrand. Ketika gagasan itu disampaikan Muslim prancis, publik justru menyambut baik.
Masjid Clermont-Ferrand yang dahulunya dipenuhi kursi kini berganti karpet
“Gereja itu telah 30 tahun ditinggalkan jamaahnya. Tahun 2012, gereja diserahkan ke Muslim setempat,” ujar Boubakeur.
“Saya pikir Muslim dan Kristen bisa hidup berdampingan,” ujar Boubakeur.
Monseigneur Ribadeao-Dumas, juru bicara Konferensi Wali Gereja Prancis, menyambut baik gagasan Boubakeur. Menurutnya, Muslim harus — seperti Kristen dan Yahudi — mempraktekkan ibadah mereka.
PM Prancis Manuel Valls mengatakan Islam di Prancis adalah agama terbesar kedua di negeri ini. Posisi ini tidak berubah kendati sering terjadi kesalahpahaman.
Pendeta Krauth didepan Gereja Saint Eloi’s yang diubah menjadi Masjid
Warga Muslim di Kota Vierzon, Prancis, boleh jadi akan segera memiliki masjid sendiri. Karena kabarnya, sebuah gereja tua di kota itu rencananya akan dijual kepada komunitas Muslim setempat.
Karena Gereja Saint-Eloi’s akan dijual kepada komunitas Muslim setempat untuk dijadikan Masjid. Hal itu dilontarkan oleh pendeta Alain Krauth.
Rencana ini keluar setelah Otoritas Katolik Roma menyatakan tak lagi mampu membiayai perawatan gereja yang berdiri sejak 1950 itu. Pasalnya, gereja di kota itu populasi Katolik makin berkurang tahun demi tahun.
“Jika komunitas Muslim moderate membeli Saint-Eloi’s, kita hanya bisa turut berbahagia karena mereka dapat menjalankan ritual agamanya.” kata Pendeta Krauth seperti dilansir The Washington Post, Senin (22/20).
Namun, pikiran terbuka Krauth itu rupanya tidak serta merta mendapat sambutan baik. Usai memberikan pernyataan yang dimuat media-media lokal, Kraut mendapat puluhan keluhan di telepon seluler dan emailnya. Keluhan tersebut sebagian disampaikan secara sopan, sebagian yang lain bernada keras.
Ia dianggap telah mengkhianati ajaran Nasrani dengan menjual gereja itu ke tangan Muslim. Sebagian mengancam akan memelihara babi di gereja agar komunitas Muslim urung mengajukan proposal pembelian.
Populasi Muslim di Prancis semakin berkembang dari waktu ke waktu. Saat ini, Kementerian Dalam Negeri setempat memperkirakan terdapat lima juta penduduk Muslim di Prancis. Jumlah itu merupakan populasi Muslim terbesar yang ada di negara Eropa.
Ternyata penyebaran Islam yang damai di Perancis dengan pernikahan dan penjelasan ajaran Islam kepada masyarakat sekitar membuat jumlah Muslim serta Muallaf semakin banyak.
Sumber : Republika/WashingtonPost/TheIndependent
oleh Danu Wijaya danuw | Mei 14, 2017 | Artikel, Muallaf
Prof Maurice Bucaille lahir, besar dan sepenuhnya menimba ilmu di Perancis. Setelah menamatkan pendidikan menengah atas, ia belajar di Fakultas Kedokteran, Universitas Prancis. Kemudian menjadi dokter bedah terkenal dan terpintar yang pernah dimiliki Perancis modern.
Namun, cerita keislamannya mampu mengubah hidupnya dan belakangan menginspirasi banyak orang. Siapa sangka profesor yang sangat dikagumi ini masuk Islam
Prancis Negara Arkeolog dan Budaya
Sebagaimana luas diketahui, Perancis terkenal sebagai negara yang tertarik dengan arkeologi dan budaya. Di akhir 80an, Perancis meminta Mesir untuk mengirimkan mumi Firaun untuk dilakukan serangkaian eksperimen dan penelitian.
Akhirnya mumi penguasa Mesir terkenal tersebut akhirnya tiba di Perancis. Mumi itu kemudian dipindahkan ke ruangan khusus di Monument Center. Para arkeolog, ahli bedah dan ahli anatomi mulai melakukan studi tentang mumi ini dalam upaya untuk menyelidiki misteri Firaun.
Pertanyaan Prof Maurice terhadap Jasad Firaun yang Masih Awet
Dokter bedah senior dan ilmuwan yang bertanggung jawab atas studi tentang mumi Firaun adalah Profesor Maurice Bucaille.
Sementara proses restorasi mumi berjalan, Prof Maurice Bucaille sibuk dengan pikirannya. Dia mencoba untuk menemukan bagaimana Firaun ini meninggal.
Saat larut malam, ia menemukan penyebabnya. Sisa-sisa garam yang terjebak dalam tubuh mumi itu adalah bukti bahwa ia meninggal karena tenggelam dan mayatnya segera diangkat dari laut.
Terlihat jelas juga bahwa para pendeta Mesir kuno buru-buru mengawetkan tubuh Firaun tersebut. Tapi Prof Maurice bingung dengan sebuah pertanyaan, bagaimana tubuh ini–dengan mengesampingkan tubuh mumi lainnya dari Mesir kuno– tetap utuh hingga sekarang meskipun tubuhnya pernah tenggelam di laut.
Prof Maurice sibuk memikirkan hal tersebut ketika seorang koleganya mengatakan tidak usah terlalu dipikirkan, karena dalam Islam disebutkan bahwa Firaun ini memang tenggelam.
Pada awalnya, dia sangat tidak yakin dan menolak pernyataan tersebut. Dia mengatakan penemuan seperti itu hanya bisa diketahui melalui peralatan komputer canggih dan modern.
Maurice bertambah tercengang setelah koleganya yang lain mengatakan bahwa Alquran, kitab suci yang dipercaya muslim, menceritakan kisah tenggelamnya Firaun dan mengatakan tubuh tersebut akan tetap utuh meskipun ia telah tenggelam.
Maurice bertambah terkejut dan terus bertanya-tanya, dari mana kitab suci umat Islam ini mendapatkan data, sementara mumi tidak ditemukan sampai 1898. Selain itu Alquran juga baru diturunkan kepada umat Islam selama lebih dari 1400 tahun setelah peristiwa tenggelamnya Firaun.
Mengingat juga sampai beberapa dekade lalu seluruh umat manusia, termasuk muslim tidak tahu bahwa orang Mesir kuno mengawetkan firaun mereka?
Prof Maurice Bucaille terjaga sepanjang malam menatap tubuh Firaun, berpikir mendalam soal kitab Alquran yang secara eksplisit mengatakan bahwa tubuh ini akan utuh setelah tenggelam.
” Bisakah dipercaya nabi Muhammad SAW tahu tentang ini lebih dari 1.000 tahun yang lalu ketika saya baru saja mengetahu hal itu?” pikir Maurice.
Pikiran Maurice malam itu dipenuhi berbagai pertanyaan dan keheranan tentang kitab suci umat Islam. Mumi tersebut akhirnya dikembalikan ke Mesir.
Interaksi Prof Maurice Pergi ke Arab dan Masuk Islam
Tapi, karena ia sudah tahu tentang kisah Firaun versi muslim, ia segera berkemas dan melakukan perjalanan ke Arab Saudi. Kebetulan saat itu di Arab Saudi diadakan konferensi medis yang dihadiri banyak ahli anatomi muslim.
Di sana, Maurice memberitahu mereka tentang penemuannya, yaitu bahwa tubuh Firaun itu tetap utuh bahkan setelah ia tenggelam. Salah satu peserta konferensi membuka Alquran dan membacakan surat Yunus ayat 92 yang menceritakan kisah bagaimana tubuh Firaun diangkat dari dasar laut dan atas izin Allah, tubuh itu akan utuh agar menjadi bahan renungan bagi orang-orang yang berpikir sesudahnya.
Dalam kegembiraannya setelah dibacakan ayat tersebut, Maurice berdiri di hadapan para peserta konferensi berkata, ‘Aku telah masuk Islam dan percaya pada Alquran ini’.
Saat kembali ke Perancis, Maurice Bucaille menghabiskan 10 tahun melakukan studi tentang kesesuaian fakta-fakta ilmiah saat ini dengan yang disebutkan dalam Alquran. Dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa Alquran tidak pernah bertentangan dengan satupun fakta ilmiah.
Buku Best Seller karya Muallaf Prof Maurice
Dia kemudian menulis buku tentang Alquran yang menghebohkan seluruh negara-negara Barat, dengan judul, ” The Bible, The Qur’an and Science, The Holy Scriptures Examined In The Light Of Modern Knowledge.”
Buku tersebut sangat laris dan bahkan ratusan ribu eksemplar telah diterjemahkan dari bahasa Perancis ke bahasa Arab, Inggris, Indonesia, Persia, Turki dan Jerman. Bahkan tersebar ke hampir semua toko buku di seluruh dunia.
” Sisi ilmiah dari Alquran telah mengejutkan saya sejak awal, karena pikiran saya belum pernah melihat begitu banyak kajian ilmu pengetahuan yang disuguhkan secara akurat. Itu semacam cermin bagi ilmu pengetahuan yang sudah ditulis dalam buku-buku ilmiah selama ini padahal ilmu tersebut sudah ada lebih dari 13 abad yang lalu,” sepenggal catatan kata pengantar Maurice dalam bukunya.
Sumber: On Islam.net
oleh Danu Wijaya danuw | Mei 6, 2017 | Artikel, Berita, Internasional
PRANCIS–Robert Menard, Wali kota Beziers yang terletak di bagian tenggara Prancis yang merupakan kader Partai Front Nasional yang anti imigran menyatakan bahwa terlalu banyak siswa Muslim di sekolah-sekolah di kotanya merupakan masalah.
Wali kota tersebut didenda 2.000 euro (atau sekitar Rp28 juta) atas pernyataannya yang menimbulkan kebencian di kalangan umat Muslim di Prancis.
Pada tanggal 1 September 2016, bertepatan dengan hari pertama tahun ajaran baru di Prancis, ia mencuitkan pesan bahwa dirinya menyaksikan “perubahan besar-besaran”.
Itu istilah yang digunakan untuk menggambarkan dugaan penggusuran populasi Kristen kulit putih Prancis oleh para pendatang asing.
Pada 5 September, Menard mengatakan di stasiun televisi LCI, “Di sebuah kelas di pusat kota saya, sebanyak 91% muridnya adalah Muslim. Jelas, ini adalah masalah. Ada batasan untuk toleransi.”
Hukum di Prancis melarang pengungkapan data yang berdasarkan kepercayaan agama atau etnik orang-orang.
Namun Menard berkilah, “Saya sekadar menggambarkan situasi di kota yang saya pimpin. Ini bukan sebuah penilaian, ini adalah fakta. Itulah hal yang bisa saya lihat.”
Selain denda, pengadilan Paris juga mengganjar biaya sidang sebesar 1.000 euro (atau Rp14 juta) bagi kelompok anti rasis yang membawa kasus ini ke pengadilan.