Merencanakan Peningkatan Prestasi Ibadah Ramadhan

Oleh: Sharia Consulting Center
 
Sudah berapa tahunkah kita menunaikan ibadah Ramadhan? Jika usia kita sekitar 35 tahun, dan kita hitung dari usia baligh, maka kita sudah menunaikan ibadah Ramadhan sekitar 20 tahun. Perubahan apakah yang sudah kita dapatkan dari ibadah Ramadhan tersebut? Sejauh manakah tingkat ketaqwaan kita?
Jika kita jumlahkan secara kumulatif, bahwa bangsa Indonesia yang mayoritasnya umat Islam, dan mayoritas umat Islam tersebut menunaikan ibadah Ramadhan. Dengan hitungan secara makro, kita dapat mengatakan bahwa prestasi Indonesia saat ini adalah prestasi dari sebagian besar umat Islam yang berpuasa. Indonesia yang banyak hutang, korup, terbelakang dan berbagai predikat buruk lainnya.
Dengan demikian kita harus merencanakan peningkatan ibadah Ramadhan dari tahun ke tahun. Tahun depan harus lebih baik dari tahun ini, dan tahun ini harus lebih baik dari tahun lalu. Ibadah Ramadhan yang kita lakukan harus dapat mengubah dan memberikan hasil yang positif. Perubahan pribadi, keluarga, masyarakat dan perubahan sebuah bangsa.
Imam Ibnul Qoyyim telah memberikan konsep perubahan dengan sangat baik. Suatu peradaban yang besar dimulai dari lintasan pikiran, lintasan pikiran akan meningkat menjadi motivasi atau tekad, tekad akan meningkat jadi perkataan, perkataan akan berubah menjadi perbuatan, dan perbuatan jika terus menerus dilakukan akan menjadi sebuah tradisi atau kebiasaan, lalu kebiasaan jika dilakukan oleh orang banyak akan menjadi sebuah budaya dan perdaban.
Sedangkan Imam Hasan Al-Banna membuat Grand Design perubahan sebagai berikut: Perbaikan diri, pembentukan keluarga muslim, pencerahan masyarakat, reformasi pemerintahan, dan perubahan negara-negara di dunia.
(Baca juga: 4 Kiat Sukses Ramadhan)
Yang pasti perubahan itu harus dimulai dari diri kita masing-masing, dan ibadah Ramadhan berorientasi pada perubahan diri  menjadi pribadi yang bertaqwa. Allah Swt berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS AR- Ra’du 11).
Perencanaan yang dilakukan seorang muslim dapat dilakukan dari dua dimensi, perencanaan bersifat makro atau umum dan perencanaan bersifat mikro atau secara rinci. Di antara bentuk-bentuk peningkatan amal Ibadah seorang muslim di bulan Ramadhan, misalnya: peningkatan ibadah puasa, tilawah Al-Qur’an, hafalan, pemahaman dan pengamalan Al Qur’an.
Peningkatan dalam aktifitas sosial, seperti: infak, memberi makan kepada tetangga dan fakir-miskin, santunan terhadap anak yatim, beasiswa terhadap siswa yang membutuhkan dan meringankan beban umat Islam. Juga merencanakan untuk mengurangi pola hidup konsumtif dan memantapkan tekad untuk tidak membelanjakan hartanya, kecuali kepada pedagang dan produksi dalam negeri kaum muslimin, kecuali dalam keadaan yang sulit (haraj).
a. Peningkatan Ibadah Puasa (shaum)
Ibadah shaum yang kita laksanakan dari tahun ke tahun harus meningkat. Shaum dengan hati yang ikhlas dan penuh pemahaman serta memperhatikan segala adab dan sunnah-sunnahnya. Memahami Fiqih Shiyam dan mendalami segala  sesuatu yang terkait dengan ibadah puasa. Rasulullah Saw bersabda:
قَدْ جَاءكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ
Sungguh, telah datang kepadamu bulan yang penuh berkah, dimana Allah mewajibkan kamu berpuasa,  dibuka pintu-pintu syurga, ditutup pintu-pintu neraka, dibelenggu setan-setan. Di dalam Ramadhan terdapat malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Maka barangsiapa yang tak berhasil memperoleh kebaikan Ramadhan sungguh ia tidak akan mendapatkan itu buat selama-lamanya.” (Riwayat Ahmad, Nasaa’i dan Baihaqy).
b. Peningkatan Ibadah Penunjang
Yang dimaksud dengan ibadah penunjang dalam berpuasa adalah segala sesuatu yang menguatkan ibadah puasa dan memberikan tambahan pahala puasa, seperti buka puasa di awal waktu dengan kurma atau manis-manisan, sahur di akhir waktu, dan tidak merusak ibadah puasa dengan perkataan dan perbuatan yang tidak berguna. Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لله حَاجَةٌ في أنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan tetap melakukannya, maka Allah tidak butuh seseorang meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR Bukhari)
c. Menghidupkan Malam Ramadhan dengan Al-Qur’an dan Qiyamul Lail.
Malam-malam Ramadhan adalah malam yang penuh berkah. Oleh karenanya, hiasilah malam Ramadhan dengan interaksi bersama Al-Qur’an secara utuh, baik dari segi tilawah, hafalan, pemahaman, dan pengamalan. Menumbuhkan semangat mencintai Al-Qur’an dan Ahlul Qur’an, mensosialisasikan Al-Qur’an di tengah keluarga muslim dan masyarakat muslim, serta menciptakan generasi Al-Qur’an.
Al-Qur’an diturunkan di bulan Ramadhan dan surat yang pertama turun adalah surat al-Alaq yang berisi perintah membaca. Maka jadikanlah Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan pengawal  kebangkitan Islam. Allah Swt. berfirman:
إِنَّ هَذَا الْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS Al-Israa’ 9).
(Baca juga: Keistimewaan Ramadhan dan Beramal Didalamnya)
Begitu juga keberkahan malam-malam Ramadhan harus diisi dengan qiyamul lail atau shalat tarawih. Shalat yang akan mengantarkan kita pada ampunan Allah dan derajat yang tinggi di sisi Allah. Siapakah yang tidak ingin mendapatkan maghfirah dari Allah Swt? Bukankah orang-orang yang nanti masuk neraka sebab utamanya karena tidak sempat mendapat maghfirah dari Allah Swt. di dunia?
Maghfirah itu dapat diraih dengan Qiyam Ramadhan Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ قامَ رَمَضانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لهُ ما تَقدّمَ مِنْ ذَنْبِه
Barangsiapa yang melakukan shalat malam di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan perhitungan, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center

4 Kiat Sukses Ramadhan

Oleh: Fahmi Bahreisy, Lc
 
Dalam beberapa hari ke depan bulan yang ditunggu-tunggu itu akan datang. Tak lama lagi tamu yang agung itu akan kita sambut dengan penuh kebahagiaan dan harapan. Bahagia karena memang ia membawa kemuliaan dan keistimewaan yang sangat besar. Namun, tidak semua orang menunggu kehadirannya. Hanya orang-orang yang beriman sajalah yang benar-benar bahagia akan kedatangan bulan suci ini. Bulan Ramadhan, bulan yang penuh dengan keberkahan, ampunan, rahmat, pelipatgandaan pahala, dan lainnya. Setiap muslim yang memiliki keimanan pasti akan menanti-nanti datangnya bulan mulia ini. Di bulan inilah kesempatan kita untuk menjadi manusia sejati, hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT. Hanya orang yang hatinya berpenyakit sajalah yang merasa sedih dan tidak bahagia dengan kehadirannya.
Saudaraku, tentu kebahagiaan dan rasa senang dengan datangnya bulan yang mulia ini bukan hanya sekedar ucapan di lisan saja. Bukan hanya sekedar dengan kegiatan tarhib Ramadhan dan lainnya. Kebahagiaan yang jujur dan rasa senang yang tulus pasti ada tanda-tandanya. Sebab ada yang merasa bahagia dengan datangnya Ramadhan, akan tetapi perasaan ini bukan didasarkan pada iman.
Ia bahagia lantaran bisnis dan perdagangannya akan semakin meningkat di bulan ramadhan. Perasaan yang semacam ini bukan berarti dilarang, tetapi jadikan iman sebagai dasar utama rasa bahagia akan kedatangan bulan yang suci ini.
Diantara tanda rasa bahagia yang hakiki ialah adanya persiapan yang optimal untuk menyambut kehadirannya. Sebagaimana kita akan kedatangan seorang tamu yang istimewa, pasti kita akan menyiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kehadirannya. Sebagaimana seseorang yang akan mengikuti sebuah perlombaan dan ingin memenangkannya, pasti ia akan mempersiapkan dirinya semaksimal mungkin supaya ia menjadi pemenangnya. Begitu juga dengan Ramadhan, jika kita kita benar-benar ingin mendapatkan ampunan dari Allah dan pahala yang besar dari-Nya, pasti ada perisapan yang matang agar dapat meraih kemenangan di dalamnya. Sejauh mana persiapan kita menuju Ramadhan, itulah yang menjadi ukuran bahagia tidaknya kita dengan kedatangannya.
(Baca juga: Persiapan-persiapan Menghadapi Ramadhan)
Ada beberapa aspek persiapan yang harus kita lakukan untuk menyambut bulan Ramadhan, diantaranya ialah; Persiapan ruhiyah dan mental. Ini adalah yang pertama kali harus kita persiapkan. Iman dan mental kita harus benar-benar siap untuk berkompetisi di bulan suci Ramadhan. Sebaik apapun persiapan kita, kalau iman dan mentalnya belum siap, maka persiapan yang lainnya akan menjadi tidak berarti.
Sebagai contoh adalah ketika ada yang ikut perlombaan cerdas cermat, hafalan qur’an atau yang lainnya. Ia sudah melakukan persiapan dengan baik, akan tetapi mental belum ia siapkan. Di saat tampil di depan, semua persiapannya akan menjadi hilang dikarenakan ia tidak siap mental. Begitu juga dengan Ramadhan, ketika kita lalai untuk mempersiapkan iman dan mental kita, maka pesiapan yang lainnya akan menjadi tak bermakna.
Rasulullah dan para sahabat telah memberikan contoh kepada kita dalam mempersiapkan ruhiyah untuk menyambut ramadhan. Berbagai macam amalan dan do’a mereka lakukan agar keimanan mereka siap dalam memasuki bulan mulia ini. Bahkan beberapa bulan sebelum Ramadhan, Rasulullah sudah memberikan kabar gembira kepada para sahabat akan kedatangan Ramadhan. Hadits yang berbunyi, “Akan datang kepada kalian bulan ramadhan. Bulan yang penuh dengan keberkahan. Allah telah menetapkan kewajiban puasa di dalamnya. Pintu surga dibuka, pintu neraka diutup, dan setan-setanetan akan dibelenggu. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan.” (HR. an-Nasa’i dan Ahmad).
Hadits ini diucapkan oleh Rasulullah enam bulan sebelum datang Ramadhan. Dan ketika bulan ramadhan sudah dekat Rasulullah berdo’a kepada Allah, “Ya Allah sampaikanlah aku ke bulan ramadhan, dan sampaikan ramadhan kepadaku, dan terimalah ramadhan dariku.” (HR. at-Thabrani).
Selain do’a, membiasakan diri berpuasa di bulan Sya’ban merupakan bagian dari persiapan ruhiyah. Bahkan Aisyah mengisahkan kondisi Rasulullah di bulan Sya’ban bahwa seakan-akan Rasulullah berpuasa satu bulan penuh di bulan Sya’ban. Begitu juga dengan tilawah dan qiyamullail sudah harus kita biasakan mulai dari sekarang, sebab segala aktivitas akan menjadi mudah kalau sudah menjadi kebiasaan. Namun jika ia tidak dibiasakan, ia hanya akan bertahan beberapa saat saja. Bisa jadi semangat ibadah Ramadhannya hanya di awal-awal saja, setelah memasuki pertengahan motivasinya mulai hilang.
[Baca juga: Fiqih Wanita Berkaitan dengan Ramadhan (bagian 1)]
Kedua ialah persiapan ilmu. Ini sebagai bekal yang juga patut untuk diperhatikan, agar kita mengetahui amalan apa saja yang dianjurkan di dalamnya. Apa saja yang membatalkan dan apa syarat sahnya puasa? Bagaimana caranya agar pahala puasa kita tidak gugur? Dengan demikian, puasa kita tidak menjadi sia-sia. Persiapan ilmu ini harus dimulai sedini mungkin, supaya di saat kita masuk ke bulan Ramadhan, kita tidak lagi disibukkan dengan perkara-perkara fiqih Ramadhan dan hanya fokus untuk melakukan amaliyah Ramadhan.
Ketiga adalah persiapan fisik. Terkait dengan persiapan ini, dapat disimpulkan dalam kalimat berikut ini, “Bagaimana caranya agar kita tidak sakit di bulan Ramadhan?” Sebab kalau kita sudah sakit, peluang-peluang untuk melakukan ibadah menjadi kecil. Oleh sebab itu, mulai sekarang harus ada usaha untuk menjaga kondisi tubuh kita agar tidak jatuh sakit saat menjalankan ibadah Ramadhan. Jika kita sudah melakukan upaya untuk menjaga fisik kita, namun ternyata di bulan Ramadhan kita masih sakit juga, maka saat itu berlaku hadits, “Sesungguhnya semua amal tergantung pada niatnya.”
Keempat, persiapan harta. Ini juga menjadi bekal yang penting, sebab Ramadhan adalah bulan yang sangat dianjurkan untuk bersedekah di dalamnya. Belum lagi bagi mereka yang memiliki kewajiban zakat. Sehingga ketika masuk ke bulan Ramadhan alokasi dana untuk sedekah dan zakat sudah dipersiapkan. Begitu juga persiapan untuk Idul Fitri atau lebaran sudah dipersiapkan dari sekarang, sehingga di saat Ramadhan, kita tidak lagi “beri’tikaf” di mall, pusat perbelanjaan, dan lainnya. Waktu-waktu kita diisi dengan ibadah dan amal shaleh, terkecuali kalau kondisinya memang darurat dan penting.
(Baca juga: Hukum Puasa Ramadhan)
Paling tidak inilah empat persiapan yang harus kita lakukan sebelum memasuki bulan yang mulia ini. Optimalkan persiapan kita agar kita tidak masuk kedalam orang-orang yang celaka atau merugi, yaitu mereka yang tidak mendapatkan ampunan Allah di bulan tersebut. Rasulullah SAW bersabda, “…Celaka dan sungguh celaka, seseorang yang masuk ke bulan Ramadhan hingga selesai namun dosa-dosanya belum diampuni oleh Allah…” (HR. at-Tirmizi).
Wallahu a’lam.
Sumber :
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 374 – 27 Mei 2016. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi@alimancenter.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!

Rajab dan Persiapan Ramadhan

Oleh: Fahmi Bahreisy, Lc
 
Tidak terasa sekarang kita sudah memasuki pertengahan menuju akhir dari bulan Rajab. Mungkin banyak diantara kaum muslimin yang masih belum sadar bahwa sekarang mereka sudah berada di bulan Rajab. Atau mungkin juga diantara mereka mengetahuinya, akan tetapi hal itu adalah hal yang biasa saja. Tak ada bedanya antara ada bulan Rajab atau tidak. Dan memang begitulah, euforia menyambut bulan Rajab tak terlihat sama sekali di masyarakat, padahal sejatinya bulan Rajab merupakan terminal pertama menuju bulan suci Ramadhan. Ia adalah momen awal menyambut Ramadhan. Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan adalah tiga bulan yang saling berurutan. Deretan bulan ini mengisyaratkan pentingnya penekanan ibadah menjelang bulan penuh ampunan, Ramadhan.
Sebuah kesuksesan kerap kali tak bisa lepas dari persiapan yang matang. Jika boleh direfleksikan, maka Ramadhan dengan segala kemuliaannya adalah sebuah kompetisi besar yang mesti diikuti semua umat Islam. Kompetisi menuju manusia terbaik dihadapan-Nya, yang berujung pada gelar takwa. Layaknya sebuah kompetisi, mestilah ada sebuah persiapan cukup untuk memenanginya. Seperti halnya siswa yang akan mengikuti ujian, maka ia akan mempersiapkan ujian tersebut sejak beberapa bulan sebelumnya.
Dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik ra, ketika Rasulullah SAW memasuki bulan Rajab, beliau berkata (berdo’a), “Yaa Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan pertemukan kami dengan bulan Ramadhan.” (HR. Muslim).
Dari teks hadits diatas, maka bisa disimpulkan bahwa Ramadhan adalah tujuan dan Rajab adalah awal untuk mendapatkan tujuan itu. Sebagaimana perkataan Ibnu Athaillah rahimahullah, “Barang siapa yang baik permulaannya, maka baik pula penutupnya.”
Keberkahan di bulan Rajab dan Sya’ban hanya bisa didapatkan dengan cara mengisinya dengan ibadah dan amal shalih. Dengan modal keberkahan tersebut, berarti kita telah siap menyambut kedatangan Ramadhan.
(Baca juga: Khutbah Rasulullah Menyambut Ramadhan)
Ada banyak riwayat yang menyebutkan tentang amalan-amalan yang bisa kita lakukan di bulan Rajab ini, diantaranya ialah,
“Anas bin Malik ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Di surga ada sebuah sungai yang bernama Rajab. Ia lebih putih daripada susu dan lebih manis dari madu. Barang siapa yang berpuasa satu hari saja di bulan tersebut, Allah akan memberinya minuman dari sungai tersebut.’” (HR. Ibnu Hibban).
Imam As-Suyuthi mengomentari hadits tersebut dengan berkata, “Hadits ini bukanlah hadits palsu, ia adalah hadits dha’if yang boleh diriwayatkan karena berkaitan dengan fadhail a’mal”.
‘Izzuddin bin Abdis salam berkata dalam sebuah fatwanya yang merupakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepadanya,
“Bagaimana pendapatmu mengenai pandangan sebagian ulama mengenai keutamaan dari tiap-tiap bulan dan anjuran melakukan amal shalih di dalamnya, dan diantaranya ialah bulan Rajab yang mana sebagian ahli hadits melarang berpuasa dan memuliakannya dengan alasan bahwa hal itu menyerupai kebiasaan kaum jahiliyah.
Apakah dilarang berpuasa dan memuliakan bulan tersebut?”
Beliau menjawab, “Perkataan sebagian ulama yang menyebutkan akan kemuliaan bulan Rajab, maka diantaranya ada yang shahih dan ada yang tidak. Yang tidak shahih lebih banyak daripada yang shahih. Adapun yang melarang berpuasa di dalamnya, sebenarnya ia buta terhadap syari’at. Bagaimana ia bisa menjadi terlarang, padahal tidak satupun ulama syariah yang menggolongkan Rajab ke dalam bulan yang dimakruhkan untuk berpuasa. Barang siapa yang memuliakan Rajab dengan cara-cara yang jahiliyah, maka ia bukan termasuk menyerupai kaum jahiliyah.”
Selain itu, di bulan Rajab terjadi peristiwa sejarah yang penting bagi umat Islam. Pada bulan Rajab, tahun 10 kenabian (620 M) terjadi peristiwa Isra’ Mi’raj.
Peristiwa ini diperingati sebagai hari besar umat Islam karena ia adalah momentum naiknya Rasulullah saw ke sidratul muntaha untuk menerima shalat lima waktu.  Hendaknya ini menjadi pelajaran bagi kita, bahwa jika kita ingin mendekat kepada Allah, jalan yang paling utama ialah dengan cara shalat. Jika kita memperbaiki shalat kita, maka hubungan kita dengan Allah juga akan semakin dekat.
Dengan begitu, persiapan kita menuju bulan yang paling mulia akan semakin sempurna. Perumpamaan bulan Rajab bagaikan angin, bulan Sya’ban bagaikan awan, dan bulan Ramadhan bagaikan hujan. Barang siapa yang tidak menanam di bulan Rajab dan tidak menyiraminya di bulan Sya’ban, bagaimana mungkin ia akan memanen di bulan Ramadhan?
Wallahu a’lam.
Sumber :
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 370 – 29 April 2016. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!

Khutbah Rasulullah Menyambut Ramadhan

Rasulullah SAW sangat gembira dan memberikan kabar gembira kepada umatnya dengan datangnya bulan Ramadhan. Rasulullah menyebutkan keutamaan-keutamaan Ramadhan dalam pidato penyambutan bulan suci sebagai berikut.
Dari Salman Al Farisi ra berkata : “Rasulullah saw berkhutbah pada hari terakhir bulan sya’ban: “Wahai manusia telah datang kepada kalian bulan yang agung, bulan penuh berkah, didalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasanya wajib, dan qiyamul lailnya sunnah. Siapa yang mendekatkan diri dengan kebaikan, maka seperti mendekatkan diri dengan kewajiban dibulan yang lain. Siapa yang melaksanakan kewajiban, maka seperti melaksanakan 70 kewajiban dibulan lain.
Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan kesabaran balasannya adalah surga. Bulan solidaritas, dan bulan ditambahkan rizki orang beriman. Siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka diampuni dosanya dan dibebaskan dari api neraka dan mendapatkan pahala seperti orang-orang yang berpuasa tersebut tanpa dikurangi pahalanya sedikitpun”.
Kami berkata: “Wahai Rasulullah, tidak semua kita dapat memberi makan orang yang berpuasa?”
Rasul Saw bersabda : “Allah memberi pahala kepada orang yang memberi buka puasa walaupun dengan seteguk susu, satu biji kurma, atau seteguk air. Ramadhan adalah bulan yang awalnya rahmat, tengahnya maghfirah, dan akhirnya pembebasan dari api neraka. Siapa yang memberi keringanan kepada budak.yang dimilikinya, maka Allah mengampuninya dan membebaskan dari api neraka.
Perbanyaklah melakukan empat hal, dua perkara membuat Allah ridha dan dua perkara Allah tidak butuh dengannya. Kedua hal itu adalah Syahadat Laa ilaha illallah dan beristighfar kepada-Nya. Adapun dua hal yang Allah tidak butuh adalah engkau meminta surga dan berlindung dari api neraka. Siapa yang membuat kenyang orang yang berpuasa, Allah akan memberikan minum dari telagaku (Rasul saw) satu kali minuman yang tidak akan pernah haus sampai masuk surga.”
(HR al Uqaili, Ibnu Huzaimah, al Baihaqi, al Khatib, dan al Asbahani). Dalam kitab Misykat al Mashabih disebutkan bahwa hadist ini dhaif. Disebutkan pula dalam Kanz al Ummal bahwa Ibnu Hajar mengatakan dhaif.
Dalam hadist lain, Rasul bersabda: “Umatku diberi lima kebaikan pada bulan Ramadhan, sesuatu yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya. Pertama, bau mulut seorang yang berpuasa lebih wangi daripada bau misik (minyak kesturi. Kedua, malaikat memintakan ampun sampai berbuka. Ketiga, setiap hari Allah menghiasi surga milik orang yang berpuasa, kemudian berkata (pada surga); “Hamba-hambaku yang shalih sebentar lagi akan melepas kepenatan dan kesusahannya dan datang kepadamu”. Keempat, setan-setan dibelenggu dan tidak dapat bebas berkeliaran sebagaimana bulan lain. Kelima, diampuni dosanya di akhir malam”. Diantara sahabat ada yang berkata: “Wahai Rasulullah, apakah itu malam kemuliaan (Lailatu Qadr)?” Rasul saw menjawab: “Bukan, tetapi seorang pekerja akan disempurnakan balasannya ketika pekerjaan selesai“. (HR Ahmad, al Bazzar, Abu Syaikh, al Baihaqi dan al Asbahani).
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center

X