Jawaban Kegelisahan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik

Salah seorang khalifah Dinasti Umayah, Sulaiman bin Abdul Malik RA., merasakan hidup serba berkecukupan sejak kecil hingga menduduki jabatan tertinggi di negaranya.
Namun ternyata ia menyimpan kegelisahan, yang senantiasa mengganggu pikiran dan benaknya.
Oleh sebab itu, untuk menemukan jawaban atas kegelisahannya, ia bermaksud pergi dari istananya di Damaskus menuju Madinah untuk mencari sahabat Nabi SAW. yang masih hidup untuk dijadikan narasumber nasihat rohani.
Sudah tiga hari mencari ke seluruh penjuru kota, tidak seorang pun dari generasi sahabat yang masih hidup. Kemudian khalifah mencari ulama generasi tabiin dan bertemulah dengan Abu Hazim RA.
Khalifah mengungkapkan kepada Abu Hazim apa yang menjadi kegelisahannya selama ini, seraya berkata, “Aku heran, mengapa orang-orang tampak begitu betah di dunia, sementara pesona dunia hanyalah semu belaka?”
Abu Hazim RA menjawab, “Karena mereka sibuk membangun istana dunia, tetapi lupa membangun istana akhirat.”
Mendengar jawaban Abu Hazim RA, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik RA. merasa penasaran, lalu berkata lagi, “Wahai, Abu Hazim, tebaklah nasibku di akhirat kelak.”
la menjawab, “Berkacalah pada Al-Qur’an.”
Lanjutnya, “Perintah apa saja yang ada di dalamnya yang telah engkau laksanakan dan larangan apa saja yang telah engkau tinggalkan. Di sanalah nasib engkau akan mendapat jawaban.”
Khalifah termenung mendengar jawaban cerdas itu. Jiwanya tersentuh dan segala kegelisahannya terjawab sudah.
 
Sumber: ceritainspirasimuslim

Takut Kehilangan Jabatan, Zakir Naik : Pemimpin Bedakan Politik dan Islam

Dr Zakir Naik, pendakwah asal India, mengatakan Islam sebagai agama merupakan ajaran hidup penganutnya. Islam itu agama, ‘way of life‘ (cara untuk hidup).
Menurutnya, dalam Islam kita diajarkan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak. Oleh karenanya, dalam berpolitik pun seharusnya demikian pula.
“Harus menganut pada apa yang sudah diajarkan oleh Islam,” jelasnya dalam konferensi pers di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, lansir Gontor News, Senin (3/4/2017).
Ia menyayangkan bahwa banyak politisi dan pemimpin Muslim yang membedakan faktor Islam dengan politik, dengan alasan takut kehilangan jabatan.
“Mereka lupa, jika mereka berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah, mereka dapat memiliki kedudukan di akhirat. Tetapi mereka lebih takut pada kursi (kedudukan) di dunia daripada kursi (jabatan) di akhirat,” jelasnya.
“Permasalahannya, kita sekarang tidak memiliki pemimpin yang mengimplementasikan ajaran yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah,” katanya.
Hingga saat ini, tidak ada pemimpin yang sempurna menyerupai kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
“Hanya kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang menjalankan politik sesuai syariat Islam. Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW adalah contoh kepemimpinan yang terbaik. Politik saat ini sudah kotor dan tidak ada yang seperti kepemimpinan di zaman itu,” pungkasnya.

X