Dalam Alquran terdapat sebuah pertanyaan menarik yang diungkapkan oleh Nabi Ibrahim AS kepada ayah dan kaumnya, “Apa prasangka kalian terhadap Tuhan semesta alam?” (QS ash-Shaffat: 78).

Sebab, prasangka manusia terhadap Tuhan menunjukkan sejauh mana kualitas iman dan keyakinannya. Itulah yang akan menentukan sikap dan perbuatannya. Terutama saat dihadapkan pada kondisi sulit dan berat serta saat dihadapkan pada ujian dan cobaan yang luar biasa.

Termasuk ketika berada pada kondisi wabah pandemi sekarang ini yang terus menyebar secara masif. Ketika banyak yang jatuh sakit dan wafat, ketika banyak yang kehilangan keluarga, pekerjaan, dan penghasilan, ketika interaksi dan pergaulan dibatasi begitu rupa. Seakan manusia terkungkung dalam lingkungan kecilnya.

Dalam kondisi semacam itulah muncul beragam dugaan dan prasangka manusia kepada Tuhan. Sebagian orang mungkin menjadi frustrasi dan menyalahkan Allah SWT karena dianggap membiarkan dan sengaja mencampakkan umat manusia pada penderitaan. Tuhan dipersepsikan sebagai Dzat yang kejam penuh angkara murka. Atau bisa pula ada yang sudah tidak percaya pada-Nya.

Pada saat semacam ini biasanya setan terus bermain dan berusaha membuat manusia putus asa. Ia membisikkan berbagai macam bisikan. Karena itulah, sifat aslinya seperti yang Allah terangkan dalam surat an-Nas ayat 5. Tujuannya adalah agar, “Engkau tidak mendapati sebagian besar mereka bersyukur.” (QS al-A’raf: 17).

Namun, orang beriman hatinya tetap terpelihara dan selalu berbaik sangka kepada Allah. Ia yakin dan percaya di balik ini semua pasti ada hikmah dan kebaikan yang hendak Dia berikan kepada manusia. Sebab, Dia Dzat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kasih sayangnya mengalahkan murka-Nya. Dia juga Dzat selama ini telah banyak memberikan karunia.

Dari musibah dan bencana, bisa jadi Dia ingin menguji manusia; ingin melatih mereka untuk bisa bertahan dan bersabar; ingin agar mereka sadar dan bertobat dari segala kesalahan; ingin menyadarkan akan kelemahan diri manusia; ingin agar manusia berkarya menemukan inovasi dan temuan barunya; ingin agar manusia mengingat kematian yang sangat dekat dengannya; dan seterusnya.

Orang beriman yakin Allah tidak akan membiarkan dirinya, sebagaimana ucapan Nabi Muhammad SAW saat berada dalam kondisi sulit, “Jangan bersedih, Allah bersama kita.” (QS at-Taubah: 40).

Orang beriman yakin Allah akan memberikan balasan atas kesabaran-Nya sebagaimana bunyi firman-Nya, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS az-Zumar: 10).

Orang beriman selalu bersyukur bahwa selama alam ini diatur dan diurus oleh Allah, Dia pasti akan menghadirkan kebaikan bagi umat manusia. Itulah pengakuan yang terucap lewat lisan saat membaca surah al-Fatihah, “Alhamdulillah Rabbil alamin.”

Dalam hadis qudsi Allah berfirman, “Aku bersama prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Jika ia berprasangka baik, itulah yang ia dapatkan. Namun, jika ia berprasangka buruk, itu pula yang ia dapatkan” (hadis hasan dalam kitab al-Jami ash-Shaghir lis Suyuthi).

[ FAUZI BAHREISY ]

X