JAKARTA – Ombudsman RI menyoroti penggerebekan pabrik beras premium, seperti merek beras Maknyuss, PT Indo Beras Unggul di Bekasi, Jawa Barat, Kamis pekan lalu. Lembaga pengawas pelayanan publik itu menilai ada prosedur yang dilanggar tim Satuan Tugas Pengendalian Pangan.
Ombudsman di Indonesia bergerak secara adil menyusul tuntutan masyarakat yang amat kuat untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dan penyelenggaraan negara yang baik atau clean and good governance.
“Bila beras di atas harga acuan, lakukan operasi pasar sesuai dengan amanat Undang-Undang Pangan, bukan penggerebekan,” kata anggota Ombudsman, Alamsyah Saragih, Selasa, 25 Juli 2017, dikutip dari Tempo.
Menurut Ombudsman, setidaknya ada 3 kejanggalan disoroti dalam penggerebekan PT Indo Beras :
Pertama, prosedur yang tidak sesuai. Kementerian Pertanian dan kepolisian mengklaim perusahaan memalsukan tabel kandungan gizi pada beras kemasan Cap Ayam Jago dan Maknyuss. Beras ditulis premium, padahal isinya nonpremium.
Soal ini, kata Alamsyah, “Kalau isunya kandungan, maka yang berhak menelisik adalah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).”
Namun nyatanya BPOM tidak tergabung dalam tim Satgas Pangan. Tim itu terdiri atas kepolisian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian BUMN, Badan Urusan Logistik, serta Komisi Pengawasan Persaingan Usaha.
Kejanggalan kedua adalah mengenai harga jual per kilogram PT Indo Beras. Kementerian mengklaim harga jual beras merek Cap Ayam Jago dan Maknyuss mencapai Rp 26 ribu per kilogram.
“Kalau soal harga, kan ada KPPU yang memeriksa soal harga tinggi. Namun buktikan dulu harga itu di minimarket mana? Di Indomaret, beras itu paling sekitar Rp 13 ribu per kilogram,” ujarnya.
Kejanggalan ketiga adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 41 Tahun 2107 yang diresmikan pasca-penggerebekan itu.
“Dengan menetapkan harga seperti itu, seolah-olah pemerintah bisa mengendalikan harga. Padahal ada kemungkinan harga mahal karena pasokan beras kurang,” ucapnya.
PT IBU juga dituding mematikan penggilingan kecil karena membeli dari petani dengan harga mahal. Akibatnya, tak ada petani yang mau menjual gabah kepada penggiling lain.
Menurut Alamsyah, penggilingan yang dimiliki PT Indo Beras tak signifikan bila dituduh melakukan oligopoli.
“Penggilingan itu ada di mana-mana. Pangsa pasarnya saya rasa tidak sebesar itu,” katanya. Kamis malam pekan lalu, kepolisian, KPPU, dan Kementerian Pertanian menggerebek gudang beras PT IBU.
Anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk sekaligus produsen berlabel Cap Ayam Jago dan Maknyuss itu diduga menipu dengan cara menjual beras medium bersubsidi seharga beras premium.
Beras pada kedua merek tersebut diduga IR64 atau beras subsidi untuk bantuan sosial bagi masyarakat sejahtera (rastra). Nyatanya, Kementerian Sosial telah membantah beras yang dijual PT IBU adalah rastra.
Meski kritik datang dari berbagai arah, Markas Besar Kepolisian melanjutkan penyelidikan kasus ini. Kepolisian telah memeriksa 25 saksi sejak penggerebekan itu.
“Pemeriksaan masih jalan,” kata Kepala Divisi Humas Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, kemarin. Ia menolak menjelaskan latar belakang para saksi yang telah diperiksa. Namun tak satu pun berasal dari PT IBU.
“Kami sudah mengundang delapan saksi dari PT IBU, tapi mereka minta dijadwal ulang,” katanya.
Hingga kini, kepolisian belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Namun aksi perusahaan dalam jual-beli beras itu diduga melanggar harga acuan bahan pangan yang diatur lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47 Tahun 2017 yang ditetapkan pada 18 Juli 2017 (Revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2017).
Selain itu, penyidik juga menilai ada tindak pidana dalam proses produksi dan distribusi beras yang dilakukan produsen beras Maknyus, sebagaimana diatur dalam Pasal 383 KUHP, Pasal 141 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, serta Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
 
Sumber : Tempo

X