Meninggal Sebelum Jadwal Haji Tiba

Assalamu’alaikum. Saya mau bertanya bagaimana menurut hukum Islam mengenai seseorang yang telah bersiap haji dan dijadwalkan berangkat haji, namun beliau telah kembali pada Allah. Lalu bagaimana kelanjutannya:

  1. Apakah wajib melanjutkan haji
  2. Lalu siapakah yang diperbolehkan?

Jazakallah khairan katsiran
 
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du :
Jika seseorang telah berniat untuk melaksanakan ibadah haji dan ia dalam kondisi mampu berhaji ketika hidupnya, namun kemudian meninggal dunia sehingga tidak sempat berhaji.
Maka wajib bagi ahli warisnya untuk berhaji atasnya, dengan biaya yang berasal dari harta waris peninggalan orang yang meninggal dunia tersebut.
Namun jika seseorang berniat haji namun ia belum mampu untuk melaksanakannya, maka tidak ada kewajiban bagi ahli waris berhaji untuknya.
Hanya saja dianjurkan bagi seorang anak bila dalam kondisi mampu untuk berhaji atas nama orang tuanya sebagai bentuk bakti atau birrul walidayn.
Dalil dari keterangan di atas adalah sabda Nabi saw ketika ditanya oleh seorang wanita,
“Ibu saya telah meninggal dunia dan belum sempat berhaji. Apakah boleh saya berhaji untuknya?”
Rasul saw menjawab, “Ya, berhajilah untuknya!” (HR at-Tirmidzi).
Hanya saja syarat bagi yang ingin berhaji untuk orang lain adalah bahwa dirinya sudah berhaji untuk dirinya sendiri.
 
Wallahu a’lam, Wassalamu alaikum wr.wb.

Calon Haji Rawan Terkena Stres, Begini Cara Menghindarinya

JAKARTA – Setiap calon jamaah haji bisa saja mengalami stres, apalagi calon haji (calhaj) asal Indonesia mayoritas berusia lanjut usia. Tetapi jangan khawatir, stres bisa saja dihindari.
Dr Ayesha Devina SpKJ mengatakan, pencegahan dapat mengacu pada definisi sehat jiwa.
“Calhaj disarankan menjaga aktivitas fisik dan mental dengan menjaga asupan makanan bergizi, prioritas pada ibadah wajib dan sunah,” tutur dr Ayesha Devina SpKJ, dalam materi Manajemen Stres Ibadah Haji, Senin (10/7/2017).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), calhaj disarankan dalam kondisi sehat dan bahagia dengan meluruskan niat, tawakal, serta ikhlas.
Selain itu, calhaj juga disarankan bersikap positif dengan empati, tidak emosional, tidak banyak terpengaruh dengan faktor luar diri, menerima orang lain apa adanya.
Calhaj juga disarankan mampu menghadapi tantangan sesuai kemampuan diri.
Secara umum, berikut ini tips mengatasi stres ibadah haji:

  1. Kembalikan kepada Allah SWT
  2. Pengalihan pikiran
  3. Mencoba hal baru
  4. Relaksasi/hipnoterapi
  5. Tidak usah memikirkan materi

Dr. Ayesha menyarankan hubungi tenaga medis, bila stres makin berat yang ditandai dengan tidak mampu membedakan kenyataan dan fantasi.
Seperti bicara atau senyum sendiri, halusinasi, serta berniat menyakiti diri dan lingkungan.
“Gejala lainnya jika calhaj bersikap tidak seperti semula, seperti menyendiri, mengamuk, tingkah laku kacau. Hal ini membutuhkan obat dan perawatan lebih lanjut di rumah sakit,” tutupnya.
 
Sumber : Okezone

Mengonsumsi Obat Penunda Haid Agar Biasa Puasa

Assalamualaikum, Saya ingin bertanya, apakah hukumnya apabila seorang wanita mengkonsumsi obat hormon untuk menunda datang bulan selama bulan ramadhan? Dengan tujuan agar tidak tertinggal beribadah di bulan ramadhan. Sekian pertanyaan dari saya. Jazakallah khairan. Wassalamualaikum.
Jawaban :
Assalamu alaikum wr.wb. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Wa ba’du:
Tidak ada dalil yang melarang seorang wanita untuk mengonsumsi obat penunda haid, dengan tujuan agar bisa melaksanakan puasa Ramadhan. Dalam hal ini puasanya sah.
Namun yang harus diperhatikan adalah bahwa tindakan mengonsumsi obat penunda haid tersebut harus dipastikan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap fisik dan kesehatannya.
Karena itu hendaknya berkonsultasi dengan dokter yang amanah dan dapat dipercaya.
Namun demikian, yang lebih baik dan lebih utama, tidak mengonsumsi obat penunda haid.
Sebab, mengikuti siklus bulanan yang sudah Allah gariskan dan tidak berpuasa di dalamnya karena tunduk pada ketentuan Allah merupakan bentuk ibadah lain, yang juga mendapatkan pahala besar di samping mendatangkan maslahat bagi diri dan kesehatan.
Wallahu a’lam Wassalamu alaikum wr.wb.

"Bermimpi" Setelah Sahur

Assalamualaikum wr.wb. saya mau bertanya jika seorang laki-laki bermimpi memeluk seseorang pada waktu sesudah sahur. Apakah puasanya batal atau tidak? Terima kasih
 
Jawaban :
Waalaikumsalam wr.wb. Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du:
Apa yang terjadi dalam mimpi berada di luar kendali dan kehendak manusia. Karena itu tidak ada dosa di dalamnya.
Dalam Alquran disebutkan, “Allah tidak membebani manusia di luar kemampuannya.” (QS al-Baqarah: 386).
Rasulullah saw juga bersabda, “Telah diangkat pena dari tiga golongan: dari orang gila sampai ia sadar, dari orang tidur hingga ia bangun, dan dari anak kecil hingga ia baligh.” (Shahih Tirmidzi)
Dari sini jelas bahwa dosa terangkat dari orang yang sedang tidur, karena ia berbuat di luar kesadaran.
Dengan demikian, kalau ia “bermimpi” saat puasa, puasanya tidak batal.
Hanya saja, yang harus dilakukan kalau mimpi tersebut menyebabkan keluarnya mani adalah mandi wajib untuk shalat.
Saran kami, karena isi mimpi kadang dipengaruhi oleh kondisi hati dan apa yang dialami sebeum tidur, maka hendaknya menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas yang positif dan amal salih yang Allah ridhai
Berdoa sebelum tidur dan hendaknya memperbaiki posisi tidur. Upayakan tidur tidak dalam kondisi telungkup karena hal ini dimakruhkan.
Posisi tidur yang paling baik adalah miring ke kanan. Namun boleh juga telentang, atau miring ke kiri.
Wallahu a’lam, Wassalamu alaikum wr.wb.
 
*Pertanyaan konsultasi bisa dikirim ke kolom message facebook AlimanCenter

Apakah Uang Duka Termasuk Waris ?

Oleh : Ust Bachtiar Nasir
Kalau kita runut dari niat para pentakziyah ketika memberikan uang duka, kemungkinan uang itu bukan diberikan kepada si mayit, melainkan kepada keluarganya. Sehingga, secara hukum, uang itu memang bukan milik mayit.
Oleh karena itu, tidak ada kewajiban untuk dibagi secara hukum waris. Sebab, yang dibagi secara hukum waris adalah harta yang asalnya milik mayit sepenuhnya.
Adapun harta yang asalnya bukan milik mayit, tentu tidak dibagi secara waris. Namun, bila ingin dilakukan pembagian berdasarkan hukum waris karena menganggap bahwa uang duka itu milik almarhumah, sah-sah saja dilakukan.
Semuanya dikembalikan pada kebijakan musyawarah keluarga atau kesepakatan mereka dalam memanfaatkan uang duka itu. Dan sebaiknya, uang ini digunakan untuk biaya pengurusan jenazah, seperti memandikan, mengafani, dan pemakaman, juga biaya lainnya bila memang dibutuhkan. Karena, niat para pentakziyah memang untuk meringankan beban keluarga.
Perlu juga dipikirkan untuk biaya yang akan terus diperlukan karena biasanya kebutuhan mayit itu tetap berlangsung meski sudah wafat. Seperti halnya di kota-kota besar, pemakaman umum meminta agar pihak keluarga selalu membayar “uang sewa” kaveling kuburan. Bila tidak dibayar, bisa jadi kuburan itu segera digunakan untuk menguburkan jenazah yang lainnya.
Berdasarkan hukum waris anak kandung mendapatkan semua harta waris, dengan catatan bagian anak laki-laki mendapatkan dua kali lipat, daripada bagian anak perempuan. (lihat QS an-Nisaa’ [4]: 11).
Sedangkan, anak tiri tidak termasuk ahli waris, karena tidak ada hubungan nasab dengan pewaris (si mayit).
Namun demikian, dianjurkan kepada para ahli waris untuk memberikan sekadarnya kepada kerabat yang tidak mendapatkan hak waris.
Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim, dan orang miskin maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.” (QS an-Nisaa’ [4]: 8).
Seperti apa yang dicontohkan Nabi Ya’qub AS yang dijelaskan dalam firman Allah, “Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”
Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa, dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS al-Baqarah [2]: 133).
Wallahu a’lam bish shawwab
Sumber : Republika

Bagaimana Hukumnya Shalat Jum'at Tapi Tidak Mendengarkan Khutbah Karena Jaga Kantor

Assalamualaikum wr wb. Saya mau bertanya. Saya kerja security, kalau mau shalat jum’at manajemen bilang boleh shalat jum’at. Tapi pas mau shalatnya aja. Artinya ketika khutbah saya masih jaga kantor. Bagaimana hukumnya shalat jum’at tapi tidak mendengarkan khutbah karena jaga kantor. Kalau hukumnya tidak sah, bagaimana dengan yang mendengarkan khutbah tapi malah tidur. Bangun menjelang iqamah .
Dari Urip Sulaeman
 
Jawaban :
Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatu. Amma ba’du.
Pada dasarnya mendengarkan khutbah jum’at adalah wajib sebagaimana perintah Allah untuk bersegera memenuhi panggilan adzan jum’at pada surat Al-Jumu’ah ayat 9.
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[a]. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S. Jumu’ah : 9)
Karena itu siapa yang tidak mendengarkan khutbah secara sengaja tanpa udzur, maka ia berdosa. Meski shalat jumatnya sah. Namun bila ia masbuk mendapatkan satu rakaat saja bersama imam insya Allah tetap diterima ibadah jum’atnya.
Nabi saw bersabda, “Siapa yang mendapatkan satu rakaat shalat berarti ia mendapatkan shalat tersebut.” (H.R. Muttafaq alaih). Sisanya satu rakaat lagi tinggal disempurnakan.
Demikian hukum orang yang tidak ikut mendengarkan khutbah tanpa udzur dan hanya ikut shalatnya saja.
Sementara dalam kasus Anda, Anda tidak mendengar karena ada udzur (kendala/halangan), yaitu larangan dari pimpinan atau pemilik perusahaan.
Meskipun agar lebih sempurna hendaknya Anda berusaha melobi sang pimpinan agar mengizinkan mendengar khutbah yang tidak lebih dari setengah jam.
Semoga Allah memberikan jalan keluar dan kemudahan. Aamiin
Ustadz Fauzi Bahreisy