oleh Danu Wijaya danuw | Agu 28, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Jakarta – Pesilat Indonesia Abdul Malik berhasil menorehkan tinta emas di ajang Asian Games 2018. Ia mendapatkan medali emas di final pencak silat nomor B (50-55kg) setelah mengalahkan pesilat Malaysia Muhammad Faizul M Nasir dengan skor 0-5.
Dan, sesuai janji pemerintah, atlet yang berhasil mendapatkan medali emas akan mendapatkan bonus sebesar Rp1,5 miliar.
1. Malik Akan bangun masjid
Dengan bonus tersebut Malik mengatakan dirinya akan membangun masjid. Menurutnya hal itu sudah lama dipikirkannya sebelum dia bertanding di pentas Asian Games 2018.
“Yang pertama aku pikirin sebelum bertanding itu bangun masjid,” kata Malik di Padepokan Pencak Silat, TMII, Jakarta Timur, Senin (27/8).
2. Bangun masjid di tanah kelahirannya
Malik berjanji akan membangun 3 buah masjid di daerah kelahirannya di Sulawesi Utara. Ketiga tempat yang akan dibangun masjid adalah Bitung, Tondano dan Manembo.
“Di daerah aku, di tiga daerah. Tiga masjid di Sulawesi Utara, Bitung, Tondano sama Manembo,” sebutnya.
3. Dibantu orang tua
Malik yang lahir di Manado nantinya akan dibantu kedua orangtuanya dalam membangun masjid yang ia cita-citakan. Ia sendiri belum tahu berapa alokasi dana yang diperlukan untuk membangun ketiga masjid itu.
“Bapak asli Makassar Sulawesi Selatan. Dana berapa yang dibutuhkan belum dihitung nanti ada bapak itu bisa ngatur juga,” pungkas Malik.
Sumber : IDNTimes
oleh Danu Wijaya danuw | Agu 26, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Bertepatan dengan ibadah haji bulan Dzulhijjah, di tanah air beredar video secara viral mantan Paus Benediktus XVI sedang melempar jumrah di jamarat dengan pengawalan ketat polisi Arab Saudi.
Sebuah akun milik Al Saud Royal Family di Instagram menjelaskan, bahwa video dan foto yang beredar bukanlah Paus Benediktus VXI, tetapi Gubernur Makkah, Pangeran Khaled Faisal.
“Pangeran Khaled Faisal sedang melempar sedang melempar jumrah sebagai bagian dari kegiatan ibadah haji didampingi anaknya Pangeran Saud Bin Khaled Faisal dan Pangeran Abdullah bin Bandar Bin Abdul Aziz,” tulis akun alSaud Royal Family.
Sebelumnya, 28 Februari 2013, pria bernama asli Joseph Aloisius Ratzinger mengumumkan mengundurkan diri menjadi pemimpin Katolik sedunia dan sejak itu diisukan masuk Islam.
Beberapa media asing menyebutkan, mundurnya Ratzinger, karena usianya yang terlalu tua dan beberapa kasus skandal seks yang menimpa gereja Katolik.
Mundurnya Paus ke-265 ini adalah yang keempat kali dalam sejarah Vatikan, yang terakhir terjadi tahun 1415. Sementara, di era modern, ini adalah yang pertama.
“Banyak orang percaya pada berita tipuan tanpa mencari kebenaran,” tulis pemilik akun @Muhartatitaz.
Sebuah media Arab menyebutkan, kebanyakan jamaah menghabiskan dua atau tiga hari Dzulhijjah di Mina untuk lempar jumrah.
Termasuk Pangeran Khaled Al-Faisal, Penasehat Dua Masjid Suci dan Ketua Komite Haji, dan Wakil Gubernur Makkah, Pangeran Abdullah Bin Bandar juga melakukan ritual di pagi hari dan dilanjutkan pergi Makkah untuk melakukan Tawaf Ifadah.
Dengan berita ini cukup menjadi penjelas atas simpang siurnya informasi yang ada.
Sumber : Hidayatullah/MoeslemToday
oleh Danu Wijaya danuw | Agu 22, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
VIVA – Ribuan umat Islam di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) merayakan hari raya Idul Fitri di lapangan-lapangan dan lokasi pengungsian. Dengan segala keterbatasan di tengah musibah gempa yang terus terjadi, mereka tetap khusyuk beribadah dan berkurban.
Ketua MUI Mataram Tuan Guru Haji Abdul Manan, yang bertindak sebagai penceramah dan imam shalat Idul Adha di lapangan Kota Mataram, merasakan suasana yang berbeda pada Idul Adha tahun ini. Warga Lombok dan Mataram dilanda ketakutan dan kepanikan pasca gempa yang mengguncang wilayah NTB.
“Biasanya salat Idul Adha dilaksanakan di masjid, namun tahun ini Idul Adha berada di lapangan tempat pengungsian. Ini menyisakan satu kesedihan tersendiri,” kata Tuan Guru Haji Abdul Manan saat berbincang dengan tvOne.
Masjid yang hancur karena gempa Lombok
“Jadi kita seluruhnya dalam pandangan iman, semua yang terjadi adalah kehendak Allah. Segalanya adalah suatu kebaikan, ketika ditimpa kebaikan kita bersyukur, ketika ditimpa tidak mengenakan seperti kondisi ini kita juga bersyukur,” ujarnya.
Tak lupa, Ia mendoakan kepada seluruh korban maupun pengungsi korban agar selalu sabar dalam menghadapi musibah, dan semoga Lombok dan NTB dijauhkan dari segala musibah baik secara fisik maupun non fisik.
“Ya Allah jadikan ujian yang Engkau berikan ini dapat menaikkan derajat kami di mata-Mu,” pintanya.
Ribuan warga di kawasan Lombok, NTB, mengungsi setelah rumah mereka hancur diguncang gempa sejak Minggu (5/8) lalu. Meski begitu, pengungsi yang beragama Islam tetap melaksanakan salat Idul Adha di lapangan dekat tenda pengungsian dengan menggunakan terpal sebagai sajadah.
Sumber : Viva
oleh Danu Wijaya danuw | Agu 17, 2018 | Artikel, Berita, Nasional, Sejarah
Pada hari Sabtu, 18 Agustus 1945 M, bertepatan 10 Ramadhan 1364 H, diadakan pertemuan awal untuk merumuskan dasar ideologi bangsa dan negara, Pancasila, serta konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 yang diikuti oleh: K.H. Wahid Hasyim (Nahdlatul Ulama), Ki Bagus Hadikusumo (Persyarikatan Muhammadiyah), Kasman Singodimejo (Persyarikatan Muhammadiyah), Muhammad Hatta (Sumatra Barat), dan Teuku Muhammad Hasan (Aceh).
Pada pertemuan ini, dibicarakan tentang perubahan sila pertama Pancasila dalam Piagam Jakarta, 22 Juni 1945 M, Jumat Kliwon, 11 Rajab 1364 H, yakni “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya“.
Bunyi sila pertama ini diambil dari isi Piagam Jakarta yang ditetapkan pada sidang BPUPK kedua sebelumnya pada 10 Juli 1945 M. Bahwa Piagam Jakarta, 22 Juni 1945, telah disepakati oleh semua komponen bangsa Indonesia.
Pada 18 Agustus 1945 M, Piagam Jakarta yang sudah disepakati di BPUPK dihapus, dengan alasan ada keberatan dari pihak Kristen Indonesia Timur.
Konon, datang seorang utusan dari Indonesia Bagian Timur, melalui opsir Tentara Jepang yang waktu itu masih berwenang di Jakarta. Utusan tersebut menyampaikan pesan kepada Soekarno dan Hatta untuk mencabut “tujuh kata” yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Kalau tidak, umat Kristen di Indonesia sebelah Timur tidak akan turut serta dalam negara Republik Indonesia yang baru saja diproklamirkan.
Perubahan ini semula ditolak, baik oleh K.H. Wahid Hasyim maupun Ki Bagus Hadikusumo, seperti penolakan Bung Karno dalam Rapat Pleno BPUPK pada 14 Juli 1945 M, sesudah penandatanganan Piagam Jakarta, dengan alasan telah disetujui oleh seluruh Panitia Sembilan.
Namun, Bung Hatta malah mengusulkan untuk menghapus “Tujuh Kata” dalam Piagam Jakarta yang telah disetujui Panitia Sembilan.
Dengan adanya pertemuan khusus kelima wakil di atas akan mudah disetujui penghapusan tersebut. Akhirnya, Ki Bagus Hadikusumo menyetujui penghapusan Tujuh Kata dalam Piagam Jakarta tersebut, dengan syarat kata “Ketuhanan” ditambahkan dengan “Yang Maha Esa“. Usul ini diterima oleh kelima wakil di atas.
Dari peristiwa persetujuan inilah menjadikan perumusan final Pancasila sebagai dasar negara sehari sesudah Proklamasi, Sabtu 18 Agustus 1945 M, atau 10 Ramadlan 1364 H. Sila pertama yang asalnya berbunyi “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
K.H. Saifuddin Zuhri menulis tentang masalah ini, “Dihapuskannya 7 kata-kata dalam Piagam Jakarta itu boleh dibilang tidak “diributkan” oleh umat Islam, demi memelihara persatuan dan demi ketahanan perjuangan dalam revolusi Bangsa Indonesia,
Sukarno dalam sidang BPUPKI berpidato “Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai panca indra. Apa yang bilangannya lima? Pandawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan; lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa–namanya ialah Pancasila,”
Sumber : Dakwatuna/Detik
oleh Danu Wijaya danuw | Agu 17, 2018 | Artikel, Berita, Kisah Sahabat, Nasional
Asal muasal penggunaan lambang Garuda Pancasila sebagai lambang negara adalah bermula saat Sultan Abdurrahman Hamid Alkadrie II (Sultan Hamid II) memenangi sayembara lambang negara yang diadakan oleh Presiden Soekarno. Sebelumnya ada usulan lambang negara yang diajukan oleh Muhammad Yamin bergambar Banteng Matahari, namun ditolak oleh panitia karena masih ada pengaruh Jepang melalui penempatan sinar matahari.
Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, hanya baru pada tahun 1950 kita memiliki lambang negara. Jadi selama 5 tahun itu Indonesia nirlambang negara.
Garuda Pancasila ditetapkan sebagai lambang Negara RI pada 11 Februari 1950 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 1951.
Ketika itu rancangan gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Bahkan pada awalnya memiliki bahu dan badan seperti mitologi, namun mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali.
Dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Lalu Presiden Soekarno memperkenalkan lambang itu kepada masyarakat pada 15 Februari 1950 di Hotel Des Indes Jakarta.
Sebelumnya Garuda juga sudah menjadi lambang kerajaan atau stempel kerajaan di Jawa seperti Kerajaan Airlangga. Sejak abad ke-6 dengan digunakannya Garuda sebagai lambang pada Kerajaan Mataram Kuno (Garudamukha), Kerajaan Kedah (Garudagaragasi), Kerajaan Sumatera dan Kerajaan Sintang Kalimantan.
Selain itu Garuda juga sudah pernah dipakai sebagai lambang Kerajaan Samudera Pasai yang dulu kala berpusat di Aceh Utara. Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Sultan Malikussaleh (Meurah Silu) pada abad ke 13 atau pada 1267.
Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai, ini adalah kerajaan isalam yang yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, yang kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Propinsi Aceh, Indonesia.
Seorang petualang Ibnu Batuthah dalam bukunya Tuhfat al-Nazha menuturkan Samudera Pasai sudah menjadi pusat studi Islam di kawasan Asia Tenggara. Lambang Kerajaan Samudera Pasai dirancang oleh Sultan Samudera Pasai Sultan Zainal Abidin. Lambang burung itu bermakna syiar agama yang luas, berani dan bijaksana.
Lambang berisi kalimat Tauhid dan Rukun Islam. Rinciannya, kepala burung itu bermakna Basmallah, sayap dan kakinya merupakan ucapan dua kalimat Syahadat. Terakhir, badan burung itu merupakan Rukun Islam.
Pada 5 April 1950, Sultan Hamid II dikait-kaitkan dengan peristiwa Westerling sehingga harus menjalani proses hukum dan dipenjara selama 16 tahun oleh pemerintah Sukarno. Sejak itulah, nama Sultan Hamid II seperti dicoret dari catatan sejarah. Jarang sekali buku sejarah Indonesia yang terang-terangan menyebutkan Sultan Hamid sebagai pencipta gambar Burung Garuda. Orang lebih sering menyebut nama Muhammad Yamin sebagai pencipta lambang negara.
Ada kesan Sultan Hamid II yang sangat berjasa sebagai perancang lambang negara sengaja dihilangkan oleh pemerintahan Sukarno. Kesalahan sejarah itu berlangsung bertahun-tahun hingga pemerintahan Orde Baru.
Ketua DPR Akbar Tandjung pernah hadir dalam acara International Conference di Aceh Utara yang berlangsung pada 2 Juni 2000. Saat itu, Akbar Tandjung yang Ketua Umum Partai Golongan Karya juga mengusulkan agar nama baik Sultan Hamid Alkadrie II dipulihkan dan diakui sebagai pencipta lambang negara. Sayangnya, usulan itu cuma sampai di laci ketua DPRD saja tanpa ada langkah lanjutan hingga detik ini.
Sultan Hamid Alkadrie II melewati masa kecilnya di Istana Kadriah Kesultanan Pontianak yang dibangun pada 1771 Masehi. Dia sempat diangkat sebagai Sultan Pontianak VII pada Oktober 1945. Ayahnya adalah pendiri Kota Pontianak. Sultan Hamid II juga pernah menjadi Kepala Daerah Istimewa Kalbar pada 1948.
Sultan Hamid II dikenal cerdas. Dia adalah orang Indonesia pertama yang menempuh pendidikan di Akademi Militer Belanda (KMA) di Breda Belanda -semacam AKABRI- dengan pangkat letnan dua infanteri pada 1936. Dia juga menjadi ajudan “Ratu Juliana” dengan pangkat terakhir mayor jenderal.
Presiden Sukarno mengangkat Sultan Hamid sebagai Menteri Negara Zonder Porto Folio di Kabinet Republik Indonesia Serikat pada 1949-1950. Kemudian Sultan Hamid Alkadrie II diangkat sebagai Menteri Negara RIS pada tahun 20 desember 1949. Dalam kedudukannya ini, dia dipercayakan oleh Presiden Sukarno mengoordinasi kegiatan perancangan lambang negara. Hingga akhirnya berhasil menciptakan lambang Garuda Pancasila.
Sumber : Liputan6/BeritaSatu/Zulfanadhilla/BBC
oleh Danu Wijaya danuw | Agu 16, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Pemandangan unik terjadi usai timnas u-23 Indonesia bermain lawan Palestina di laga Grup A sepak bola putra Asian Games 2018 pada Rabu (18/8/2018).
Seusai laga yang dimenangkan Palestina dengan skor 2-1 tersebut, para pemain dari kedua kubu berkumpul di tengah lapangan.
Mereka saling bersalaman dan menepuk punggung satu sama lain setelah berduel di Stadion Chandrabhaga, Bekasi, tersebut.
Kedua kubu membentuk formasi, berdiri bersama di lingkaran tengah lapangan dan melakukan sujud.
Para penonton pun lalu berhenti menyanyi, perlahan membuat stadion sunyi.
Proses Viking Thunder Clap pun dimulai bersama, seperti layaknya laga-laga timnas setelah pertandingan melawan Islandia pada Januari 2018.
Hal menarik adalah para pemain Palestina juga mengambil bagian dalam ritual yang dipopulerkan oleh Islandia pada Piala Eropa 2016 tersebut.
Suporter Islandia sendiri mengadopsi perayaan itu dari para fans Skotlandia.
Para penonton tuan rumah pun bersikap hangat terhadap para pemain Palestina. Mereka beberapa kali menyerukan nama “Palestina” saat laga berlangsung dan setelah usai.
Sebelumnya, mereka juga memberi tepuk tangan hangat saat para pemain lawan melakukan pemanasan jelang laga.
Ini bisa terjadi karena kedekatan emosional Palestina dengan Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup sering memberi bantuan terhadap warga Palestina.
Namun sebagaimana layaknya pertandingan olahraga, tim tamu pasti selalu mendapat tekanan dari tuan rumah. Hal itu terbukti dari sorakan suporter Indonesia saat pemain-pemain Palestina menguasai bola.
Namun ketika pemain Palestina mencetak gol, suporter Indonesia justru mengapresiasinya dengan tepuk tangan. Begitu pula ketika laga berakhir.
Selain tepuk tangan, masyarakat Indonesia yang datang langsung ke stadion juga menyanyikan yel-yel dukungan dan terlihat mengibarkan bendera Palestina.
Disadur : Liputan6