Dengki atau Hasad merupakan satu dari sekian penyakit yang mematikan. Bagaimana tidak, penyakit tersebut, seperti diidentifikasikan oleh Ibnu Hajar, adalah seseorang tidak ingin nikmat yang dimiliki orang lain itu bertahan lama. Bila perlu, segera hilang dari tangannnya. Bahkan, ganti berpindah ke pangkuan pelaku hasad tersebut.
Dari Anas bin Malik RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian saling membenci, jangan saling mendengki, jangan saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Dan tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 88]
Apa dan bagaimana terjadi hasad?
Syeikh Mushthafa al-Adawi dalam karyanya yang berjudul, Fiqh al-Hasad mengemukakan, dengki bisa saja muncul akibat beberapa faktor. Pemicu yang paling banyak mendominasi adalah permusuhan dan kebencian, yang barangkali termanifestasikan dalam perilaku ataupun tidak. Faktor ini juga mungkin timbul akibat perlakuan lalim terhadap si pelaku dengki.
Sumpah serapah pun dengan mudah menyeruak, entah celaka, binasa hartanya, atau dampak tak mengenakkan lainnya.
Kecintaan terhadap harta dan jabatan juga bisa mendorong dengki diri seseorang. Ambisi meraih itu semua terkadang membutakan nurani. Bahkan, tak jarang pula menempuh berbagai cara agar orang lain sulit mencapai pangkat tersebut.
Teguran agar menjauhi pemicu dengki ini pernah disebutkan dalam surah an-Nisaa’ ayat 54.
“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.”
Rasa dengki juga bisa datang akibat berebut popularitas. Dan, kesemua faktor tersebut bermuara pada satu pangkal sebab, yakni lemahnya spiritualitas. Frekuensi iri yang ada dalam diri seseorang terkadang melintas ruang dan waktu. Namun, kadarnya akan semakin akut bila jarak antarkedua belah tak jauh. Misal, sesama karyawan dalam satu perusahaan, antartetangga kompleks perumahan, atau teman bisnis.
Bahaya Dengki
Kedengkian yang berlarut-larut pula, perlahan tanpa disadari, akan mengikis kebaikan pendengki itu sendiri. Dan, para pendengki itu kelak akan mempertanggungjawabkan kelakuannya tersebut di akhirat.
Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Hati-hatilah kalian terhadap dengki, karena sesungguhnya dengki itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar”, atau beliau bersabda,“(memakan) rumput”. [HR. Abu Dawud]
Efek negatif dengki tak terhenti pada sanksi di akhirat, tetapi juga akan dirasakan dampaknya di kehidupan dunia. Perasaan gundah gulana, khawatir, dan sakit hati akan selalu menghantui hari demi hari si pendengki.
Dalam titik tertentu, terkadang ironsinya, ia malah mengharapkan petaka bagi dirinya sendiri. Dan, rasa dengki itu hanya akan menyebabkan yang bersangkutan terkucil dari lingkungannya. Karena itulah, rasa dengki dengan kriteria di atas sangat dikecam dalam agama.
Solusi dan Cara Mengikis Dengki
Syekh Musthafa pun memaparkan beberapa solusi dan cara sederhana guna mengikis kedengkian dalam diri seseorang. Ingat, bertawakallah selalu.
Karena, ungkap Ibnu al-Qayyim, hanya dengan bertawakallah seorang hamba dapat menampik tindakan lalim atau kebencian akan seseorang. Jika memposisikan Allah sebagai satu-satunya pelindung, sejauh itu pula penjagaan akan selalu ada.
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS at-Thalaq [65]: 3).
Resep membendung rasa dengki selanjutnya, menukil dari pernyataan Ibn al-Qayyim, bersikap cuek dan berusaha membersihkan pikiran dari tingkah laku pendengki.
Biarkan seperti angin lalu saja. Bahkan, akan sangat baik bila Anda membalas perlakuan buruk itu dengan tindakan baik. Memadamkan api kedengkian itu dengan balasan berupa perbuatan terpuji.
Dan terakhir, selalu berlindunglah kepada Allah SWT hasutan orang-orang pendengki, entah mereka yang berada jauh dari Anda, ataupun yang dekat dengan Anda sekalipun.
“Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” (QS al-Falaq [113]: 2)