Yogyakarta – Pemerintah berencana menggunakan dana haji untuk berinvestasi seperti infrastruktur jalan hingga pelabuhan. Wacana tersebut memang menimbulkan pro kontra dan kecemasan penyalahgunaan. Dana haji yang mencapai Rp 90 triliun lebih ini bisa menggunakan investasi dengan sistem syariah.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin menyatakan, dana haji boleh digunakan untuk investasi pemerintah sebagai penyelenggara negara, asal dua syarat terpenuhi.
Syarat pertama, kata Ma’ruf, yakni investasi tersebut bisa dijamin keamanannya, sehingga investasi itu tidak berpotensi menyebabkan kerugian.
“Itu bisa untuk investasi apabila yang dikerjakan sifatnya aman. Jadi tidak ada masalah dan sah,” ujar Ma’ruf, Yogyakarta, Sabtu malam, 28 Juli 2017.
Syarat kedua, Ma’ruf melanjutkan, adalah investasi tersebut harus sesuai ketentuan syariah, yaitu investasi yang dilakukan harus bebas dari unsur-unsur riba.
“Dana itu selama ini ditaruh di bank-bank syariah dan disimpan menjadi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dan sudah ada badan yang mengelola,” kata dia.
Selain dua syarat tersebut, Ma’ruf menjelaskan, dana haji untuk investasi harus sudah melewati persetujuan badan pengelola dana haji. Badan pengelola inilah yang akan mengatur penggunaan investasi jenis apa saja yang aman.
“Badan ini yang nanti menetapkan. Secara umum, dana haji jika akan digunakan untuk investasi harus aman dan sesuai syariah,” Ma’ruf menandaskan..
Yang Lebih Penting Kualitas Pelayanan Haji
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MU) KH Cholil Nafis mengatakan jika dilihat dari sudut pandang hukum syariah maka investasi dana haji hukumnya juga halal. Namun, hal itu tidak menjadi prioritas.
“Investasi dana haji di infrastruktur jika sesuai syariah maka hukumnya halal, namun tidak prioritas. Sebab tak ada hubungan langsung dengan peningkatan kualitas penyelenggaraan haji yang sedang mendesak saat ini,” ujar Kiai Cholil
Kiai Cholil melihat bahwa untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji saat ini yang perlu dilakukan pemerintah adalah memperbaiki pemondokan haji dan juga transportasinya.
Perlu Izin dan Akad Jamaah
KH Cholil Nafis menegaskan pemerintah perlu mendapatkan izin dari jamaah haji.
“Secara garis besarnya perlu izin dari jamaah saat setor biaya haji melalui akad yang disepakati, demikian juga izin dari jamaah yang sudah setor sebelum undang-undang nomor 34 tahun 2014 disahkan. Sebab sah dan tidaknya suatu transaksi adalah tergantung akadnya,” ujarnya.
Apalagi calon jamaah haji yang menyetor sebelum 2014 atau sampai sekarang tak ada yang berniat atau memberikan izin dana yang diinvestasikan untuk hal lain, termasuk infrastruktur.
Jika pemerintah tetap ingin wacana tersebut direaliasikan, izin dari jamaah pun harus dikantongi. Caranya bisa dengan teknologi. Dan keuntungan untuk jamaah haji dalam peningkatan kualitas pelayanan haji.
 
Sumber : Liputan6/Republika