Jess Rhodes seorang mahasiswi asal Norwich, Inggris, mengaku sudah lama ingin mencoba memakai jilbab. Namun karena ia bukan pemeluk Islam, ia tak pernah punya keberanian. Hingga seorang rekannya menawarkan kesempatan untuk mencobanya.
“Dia meyakinkan, saya tak harus menjadi muslim untuk memakainya. Ini hanya soal kesopanan, meski jelas berkaitan dengan Islam. Saya pikir, mengapa tidak?”
Rhodes adalah satu dari ratusan perempuan non-Muslim yang pernah mencoba mengenakan kerudung sebagai bagian dari perayaan pertama World Hijab Day pada 1 Februari beberapa tahun silam.
Saat memakainya pertama kali Rhodes mengaku orang tuanya heran. “Reaksi spontan orang tua saya adalah bertanya-tanya, apakah itu ide baik,”
Kata Rhodes, yang memutuskan untuk mengenakan jilbab selama satu bulan. “Mereka khawatir saya akan diserang di jalan oleh orang-orang intoleran.”
Rhodes mengaku, jelas ia khawatir jadi sasaran penyerangan. Tapi setelah delapan hari mengenakan jilbab, ia justru terkejut dengan reaksi positif orang-orang di sekitarnya.
Esther Dale (28) yang tinggal di California juga memutuskan untuk berpartisipasi. Ia mencoba menutup kepalanya selama tiga hari.
Sebagai pemeluk Mormon, ia paham benar dengan pentingnya penerapan iman dalam kehidupan sehari-hari. Sekaligus menyadari, orang-orang kerap menghakimi seseorang berdasarkan pakaian yang ia kenakan.
Dale menganggap, ini adalah kesempatan baginya untuk membantu memerangi stigma buruk soal jilbab.
“Jilbab adalah bagian dari kesopanan, bukan hanya sekadar pakaian. Asumsi bahwa perempuan muslim memakainya atas dasar paksaan – terutama anggapan yang berkembang di AS, adalah salah,” kata dia.
“Ini kesempatan yang baik untuk mendidik orang-orang bahwa tak adil untuk menilai seseorang hanya berdasarkan apa yang mereka kenakan,” kata Dale.
 
Sumber: ruangmuslimah/bbc

X