JAKARTA – Wakil gubernur terpilih DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan, pemerintah pusat harus segera memikirkan solusi jangka panjang guna mengatasi kelangkaan garam.
Dia menilai, sangat aneh ketika Indonesia harus mengimpor garam, sedangkan dalam kenyataannya memiliki laut yang cukup luas untuk dimanfaatkan.
“Ini garam sangat ironi, bagaimana bisa punya laut yang luas, garis pantai, bisa mengimpor garam. Salahnya di mana?” ujar Sandiaga saat menghadiri acara Pusat Koperasi Pedagang Pasar DKI, di Jakarta Timur, Rabu (2/8/2017).
Sandiaga menduga kelangkaan garam terjadi karena kurangnya pengusaha yang bergerak dalam sektor tersebut.
Untuk itu, selain pemerintah, Sandiaga berharap agar pengusaha-pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mau ikut serta masuk ke dalam sektor itu.
Sandiaga menilai, anggota Kadin saat ini belum banyak menyentuh sektor ekonomi rakyat bawah.
“Makanya DKI dan Kadin harus memperbanyak pengusahanya. Kadin ini banyak pengusaha papan atas yang fokus tidak menyentuh aspek ekonomi, garam salah satunya,” ujar Sandiaga.
Pemerintah akhirnya membuka keran impor garam. Langkah ini dilakukan untuk mengatasi kelangkaan garam yang terjadi saat ini.
Teknik Rumah Garam Prisma yang Tak Bergantung Musim
Lamongan – Ada beberapa keunggulan dan manfaat bagi petani yang melakukan inovasi dengan ‘Rumah Garam Prisma’. Selain lebih irit, hasil garam yang didapat melimpah. Samian Arifin, warga Desa Sedayulawas, Kecamatan Brondong, ini memberikan pemaparannya.
Petani garam selalu bergantung pada musim. Saat musim hujan atau kemarau basah, bisa dipastikan hasil garam akan menurun. Sedangkan dengan inovasi rumah garam prisma, petani garam tak lagi harus bergantung pada musim. Petani garam bisa panen garam setiap hari tanpa harus menunggu musim berpihak pada petani.
PhotoGrid_1501675376378
Selain itu, jelas Samian Arifin, keunggulan lain rumah garam prisma ini adalah panas yang dihasilkan oleh plastik geotermal lebih fokus dan tahan angin. “Ini juga irit bahan baku,” tambahnya.
Garam prisma yang dibuat, menurut Samian Arifin, bisa tahan terhadap hujan ataupun embun, yang bisa membuat proses pembuatan garam berlangsung lebih lama. “Musuh petani garam itu hujan, sekali saja kena hujan, maka proses penggaraman akan hilang,” tegasnya.
Arifin memaparkan, untuk satu rumah garam prisma membutuhkan uang sebesar Rp 4,5 juta. Jika bisa berproduksi setiap hari akan bisa kembali modal.
Menurutnya, perbedaan mendasar dari rumah garam prisma dengan tambak garam konvensional, adalah hasil garamnya.
Jika di tambak garam konvensional hanya menghasilkan 60-80 ton garam per hektar pada musim normal.
“Tapi menggunakan metode rumah garam prisma ini bisa menghasilkan 120-125 ton per hektar atau bahkan 400 ton per hektar setahun di musim normal karena bisa terus produksi selama 1 tahun,” kata Samian Arifin panjang lebar
 
Sumber : Kompas/Detik