Rasulullah bersabda, “Sebaik lelaki adalah yang paling baik perilakunya pada istri. Akulah yang terbaik pekerti pada istriku.” Dalam riwayat Tirmidzi yang lain lagi, “Tidaklah memuliakan wanita, kecuali lelaki mulia. Dan yang menghinakan wanita, pasti lelaki hina.”
Lelaki tercinta bagi wanita, yang kemarahannya tak mengunci pintu maaf. Lelaki tershalihan bagi wanita, bukan yang sekedar banyak ilmu agama dan rajin ibadahnya, tapi juga yang paling mulia akhlaknya dan kedua hal itu teterjemah dalam kepribadiannya.
Lelaki hebat berjuang melampaui wataknya. Seperti Abu Bakar yang bersifat lembut, tetapi teguh dan tegas. Seperti Umar bin Khattab yang bersifat keras, tetwpi paling penyayang pada umat yang dipimpinnya.
Lelaki mengagumkan itu sempurnakan karakternya. Seperti Ustman bin Affan yang sangat pemalu, tetapi egonya diruntuhkan sikap kedermawanannya. Seperti Ali bin Abi Thalib yang periang dan cerdas, dia singa saat perang tetapi rahib di gelap malam.
Lelaki bahagia adalah Salman, cinta tak bersambut bukan kepedihan. Dia dukung Abu Darda’ sahabatnya, menikahi gadis yang dicintainya. Bukan memusuhinya.
Lelaki Adil itu Abu Ubaidah, musuh yang ditaklukannya pun berkata “Kami lebih suka kalian kalahkan daripada menang bersama Byzantium.”
Lelaki teliti itu Khalid bin Walid, “Tak kulewati lembah, bukit, sungai, dan apapun tempat, melainkan kupikir strategi yang kupakai disana!”
Lelaki jujur itu Mubarak, tiga bulan menjaga kebun anggur tak tahu beda matang, busuk dan ranum sebab tak sekalipun dia mencicipi. Mubarak lelaki lugu itu diambil menantu oleh tuannya, sebab kebaikan agama. Lalu lahirlah putranya sang alim zahid mujahid, Abdullah.
Lelaki hati-hati itu Idris, ayah Imam Syafi’i yang tak sengaja makan delima terhanyut. Lalu rela menikahi gadis buta tuli bisu pemiliknya demi halalnya.
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, ProU Media

X