by Danu Wijaya danuw | Sep 10, 2016 | Artikel, Dakwah
Mari kagum sejenak pada Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam dari Kerajaan Aceh kala itu (1607-1636). Atas ungkapan terkenalnya tentang hukum.
Hadih Maja, ” Mate aneuk meupat jirat, reule adat hana pat ta mita!”, Mati anak ada kuburnya. Rusak hukum tiada gantinya!
Kalimat yang jadi peribahasa ini diucapkan Sang Sultan kala menghukum rajam Meurah Pupok, putra tercintanya yang berzina.
Sebuah ungkapan yang menyentuh karena diucapkan dengan menahan air mata dan sesak di dada sebagai seorang ayah penuh cinta.
Hingga hari ini kita mengenang Iskandar Muda sebagai sosok pemimpin yang jaya semasa itu. Merindu hukum yang adil tegak, penguasa tegas bertindak, walau pada para tercinta.
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, Pro-U Media
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | Apr 17, 2016 | Artikel, Buletin Al Iman
Oleh: Fahmi Bahreisy, Lc
Kepemimpinan dalam Islam merupakan perkara penting dalam kehidupan beragama setiap muslim. Ia merupakan unsur yang sangat vital dalam tegaknya agama Islam, sebab syari’at Islam hanya bisa ditegakkan secara sempurna manakala kepemimpinan dalam sebuah negara atau wilayah dikuasai oleh orang yang memiliki perhatian terhadap syariat itu sendiri. Sebaliknya, tatkala kepemimpinan dipegang oleh mereka yang anti terhadap syariat Islam dan tidak suka terhadap aturan-aturan Allah, maka sulit sekali Islam akan tegak di dalamnya.
Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkam As-Sulthaniyyah mengatakan, “Tidak ada agama yang kehilangan kekuasaan/kepemimpinan, kecuali aturan-aturannya juga akan tergantikan dengan aturan yang lain dan simbol-simbol dari agama tersebut juga akan dilenyapkan dari wilayah tersebut.”
Oleh sebab itu, memilih pemimpin merupakan perkara yang sangat penting. Ia tidak hanya sekedar untuk menentukan siapa yang berkuasa, akan tetapi lebih dari itu, ia akan menentukan tegak atau tidaknya aturan Islam. Maka dari itu, sebagai mukmin kita harus selektif dalam menentukan pemimpin agar tidak salah dalam memilih. Kita harus mengetahui siapakah pemimpin yang layak untuk dipilih dan bagaimana kriteria pemimpin yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya?
Kriteria pemimpin yang yang pertama ialah dia adalah seorang mukmin. Sebab bagaimana mungkin seorang pemimpin akan membela agama Islam kalau ia adalah orang yang kafir yang tidak percaya kepada aturan Allah? Bagaimana mungkin ia akan memperhatikan ajaran-ajaran Rasulullah, jika ia adalah orang yang tidak percaya akan kenabian Muhammad SAW?
Oleh sebab itu, Allah secara tegas memerintahkan bahwa pemimpin yang patut untuk ditaati adalah pemimpin dari kalangan kaum mukminin, sebagaimana yang termaktub dalam Surat an-Nisa’ : “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.” (QS. an-Nisa’: 59). Ayat ini tertuju kepada orang-orang yang beriman. Dan kita perhatikan, kata-kata “minkum (diantara kamu)” menunjukkan bahwa pemimpin yang wajib untuk ditaati ialah pemimpin yang berasal dari kalangan orang-orang mukmin.
Selain itu, banyak sekali keterangan di dalam Al-Qur’an yang melarang kaum muslimin untuk bersikap loyal kepada orang-orang kafir dan menjadikan mereka sebagai pemimpin. Barang siapa yang rela dan menerima pemimpin yang bukan dari orang Islam, maka hal itu berarti ia telah berwala’ (loyal) kepada mereka.
Ibnul Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Menjadikan orang kafir sebagai pemimpin merupakan bagian dari sikap loyalitas dia kepada orang kafir. Allah telah menetapkan bahwa barang siapa yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka ia termasuk bagian dari mereka. Tidaklah sempurna iman seseorang kecuali dengan cara berlepas diri dari mereka. “
Kritieria pemimpin menurut Islam yang kedua ialah adil. Selain ia adalah seorang mukmin, ia juga adalah seorang yang adil. Adil dalam bersikap dan menerapkan hukum dan peraturan kepada siapa saja. Tidak membeda-bedakan apakah ia berasal dari kelompok atau kalangan manapun. Tidak mengistimewakan kalangan tertentu dan mengucilkan yang lainnya. Inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para khulafaur rasyidin. Bahkan Rasulullah SAW pernah menegur keras Usamah bin Zaid yang ingin membela salah satu kaum karena telah melakukan pencurian. Ia ingin meminta keringanan hukuman kepada Rasulullah SAW. Namun, Rasulullah mengecam keras sikap tersebut dengan berkata, “Sesungguhnya kehancuran umat-umat terdahulu disebabkan karena mereka menegakkan hukuman bagi kalangan yang lemah saja, namun ia tidak menerapkannya kepada orang-orang dari kalangan atas. Demi Allah, seandainya Fatimah mencuri, pasti aku akan potong tangannya.”
Kriteria yang ketiga ialah ia adalah seseorang yang memegang amanah terhadap janji-janjinya. Amanah untuk menjaga dan mengatur kekuasaan, hak dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin. Sebab, kekuasaan yang telah diserahkan kepadanya merupakan tanggung jawab yang harus ia jalankan secara benar. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyerahkan amanah kepada yang berhak.” (QS. an-Nisa’: 58). Dalam ayat yang lain Ia juga berfirman, “Sesungguhnya sebaik-baik orang yang kau pilih ialah orang yang kuat dan amanah.” (QS. al-Qashash: 26).
Yang keempat ialah kuat, baik secara fisik, mental, dan pikiran. Hal ini penting agar kekuasaan tersebut berjalan dengan lancar. Ia tidak mudah jatuh sakit dan lemah, sebab hal ini akan menjadikannya tidak fokus dalam menjalankan kekuasaan. Ia juga tegas dalam bersikap, agar tidak dipermainkan oleh rakyatnya. Tentu tegas bukan berarti bersikap kasar dan serampangan, tetapi ketegasan yang disertai dengan sikap yang bijak dan santun. Ia juga kuat dalam pikiran dalam artian memiliki wawasan yang luas serta kecermatan menentukan kebijakan. Pemimpin seperti inilah yang diinginkan oleh Allah SWT, sebagai tertera dalam surat Al-Qashash diatas dan juga sebagaimana perkataannya Nabi Yusuf a.s. “Jadikanlah aku sebagai penjaga kas negara, sebab aku adalah orang yang memegang amanah dan juga berpengetahuan.” (QS. Yusuf: 55).
Inilah beberapa kriteria pemimpin yang dapat menjadi ukuran bagi setiap mukmin dalam memilih pemimpinnya. Sebab, ini adalah perkara penting dalam kehidupan beragama kita. Kepemimpinan dalam Islam merupakan bagian dari ibadah, yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Semoga Allah memberikan kita para pemimpin yang berkhidmat untuk Islam dan membawa kemashlahatan bagi umat Islam. Amiin.
Sumber :
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 368 – 15 April 2016. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!
by M. Rasyid Bakhabazy Lc mrasyidbakhabazy | Apr 4, 2016 | Artikel, Buletin Al Iman
Oleh : Rasyid Bakhabazy, Lc
Dari Abu Hurairah radiallahuanhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Ada tujuh (golongan) yang akan Allah SWT berikan buat mereka naungan pada hari di mana tidak ada naungan saat itu kecuali naungan-Nya: (1) Pemimpin yang adil. (2) Pemuda yang tumbuh dalam (suasana) ibadah kepada Allah. (3) Seseorang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid. (4) Dua orang yang saling cinta karena Allah Azza wa jalla. Mereka berkumpul dan terpisah karena Allah. (5) Seorang pria yang diajak (bermaksiat) oleh seorang wanita yang punya kedudukan dan cantik namun, dia malah berkata ‘Aku takut kepada Allah’. (6) Seseorang yang bersedekah dan dia menyembunyikan sedekahnya sampai tangan kanannya tidak mengetahui apa yang telah diinfakkan tangan kirinya. (7) Seseorang yang berzikir kepada Allah dalam kesendirian lalu dia menangis mencucurkan air mata.” (HR. Muslim).
Dari hadits diatas terdapat sejumlah pesan di dalamnya, diantaranya adalah
Pertama, pemimpin yang adil.
Diletakkannya pemimpin yang adil pada urutan pertama menunjukkan bahwa urusan kepemimpinan & keadilan dalam memimpin adalah urusan besar. Kita semua tahu bahwa adilnya pemimpin itu akan memberikan efek manfaat pada orang banyak dan bukan hanya pada diri sendiri. Dan banyak yang mengatakan bahwa kekuasaan dan jabatan itu cenderung mendorong seseorang untuk bertindak korup dan tidak adil. Di sinilah beratnya amalan yang satu ini.
Kedua, pemuda yang tumbuh dewasa dalam ibadah.
Ini adalah pemuda yang spesial. Kenapa? karena dia bisa menahan diri dan mengarahkan keinginannya pada ibadah, berbakti pada orang tua serta hal-hal positif yang diridhoi oleh Allah SWT. Padahal kita tahu bahwa jiwa pemuda biasanya cenderung liar, tak mau ikut aturan sehingga bersenang-senang dan memperturutkan hawa nafsu adalah hobinya. Disinilah beratnya amalan yang satu ini.
Ketiga, seorang laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid.
Zaman sekarang ini, kesibukan dengan urusan dunia dan pekerjaan telah menyita waktu banyak orang. Tak sedikit orang yang tak pernah mengenal shalat lima waktu di masjid dengan berjamaah atau pengajian, dan lain-lain. Alasannya sibuk.
Spesialnya kelompok ketiga ini adalah mereka sibuk dengan pekerjaannya tapi hati mereka tetap terpaut dengan masjid. Setiap kali adzan dikumandangkan, kita dapati mereka sudah hadir dan siap untuk shalat berjamaah. Bila dia keluar dari masjid, dia rindu untuk kembali.Dan bila dia sudah di masjid, dia rasakan ketenangan luar biasa.
Keempat, dua orang yang saling cinta karena Allah SWT.
Berteman dan saling cinta karena Allah adalah amalan spesial. Tidak semua orang mampu melakukannya. Kenapa? karena bukan rahasia lagi bahwa pertemanan dan saling cinta pada saat ini banyak didasarkan pada keuntungan materi belaka atau mungkin karena sekedar kesamaan suku atau hobi dan bukan karena nilai kebaikan dan ketaqwaan yang ada pada diri seseorang.
Kelima, pria yang tahan terhadap godaan wanita karena takut kepada Allah.
Tak ada ujian yang paling membahayakan bagi pria melebihi ujian dengan wanita. Itulah kurang lebih makna sebuah hadits yang pernah disampaikan oleh Nabi saw. Pria yang sifatnya disebut dalam hadits ini tentulah sangat spesial. Dia diajak untuk melakukan perbuatan tak senonoh oleh seorang wanita yang cantik, kaya dan berkedudukan tapi dia menolak karena takut kepada Allah SWT. Namun lihatlah di zaman sekarang, sebagian orang tak perlu diajak tapi dia bahkan mencari sendiri untuk melakukan perbuatan tak senonoh. Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Di sinilah beratnya amalan yang satu ini.
Keenam, menyembunyikan sedekah yang ikhlash.
Menyembunyikan sedekah yang diberikan adalah amalan yang luar biasa. Karena tak sedikit orang yang memang ingin sedekahnya diumumkan. Walaupun mengumumkan sedekah bukanlah amalan yang terlarang dan belum tentu juga tidak ikhlas. Namun, terkadang hati seseorang bisa saja bergerak, merasa bangga saat sedekahnya dipublikasikan. Apalagi jika sedekah yang diberikan adalah dalam jumlah besar. Berat rasanya untuk tidak menceritakannya pada orang. Di sinilah beratnya amalan yang satu ini.
Ketujuh, ingat kepada Allah dalam kesendirian sampai menangis.
Ini bukanlah amalan ringan. Sungguh berat menumbuhkan kemauan mencari kesempatan untuk menyendiri dengan Allah SWT di tengah malam yang sunyi, bermunajat dan mohon ampun akan kesalahan dan dosa sampai meneteskan air mata. Di sini orang belajar untuk menjauhkan diri dari riya’serta melatih untuk ikhash dalam beramal. Di sini beratnya amalan yang satu ini.
Sumber :
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 329 – 10 April 2015. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!