by Danu Wijaya danuw | Jun 4, 2017 | Artikel, Berita, Internasional
NEW YORK—Sebanyak 100 orang Muslim Amerika menggelar shalat maghrib berjamaah dan buka puasa bersama di depan Trump Tower, New York, AS, dalam sebuah aksi damai menentang retorika Islamofobia ala Donald Trump.
Aksi damai yang digagas oleh kelompok pembela imigran tersebut, juga dihadiri oleh sejumlah warga NonMuslim New York.
Selepas shalat maghrib berjamaah, para peserta aksi duduk dan berbagi makanan yang termasuk nasi, ayam dan pizza di tepi jalan Fifth Avenue 56th & 57th Street di Midtown, depan Trump Tower.
Fatoumata Waggeh, seorang Muslimah berusia 26 tahun keturunan Gambia, mengatakan bahwa dia datang untuk menentang “retorika negatif tentang Islam yang menyebar di sekitar umat Muslim Amerika,” serta untuk menunjukkan solidaritas.
Maggie Glass, seorang warga New York berusia 31 tahun yang aktif di sebuah asosiasi pengungsi Yahudi, mengatakan bahwa dia ada di sana untuk mendukung semua tetangga dan teman Muslimnya.
“Saya berpikir bahwa ini adalah kesempatan bagi kita untuk berkumpul sebagai sebuah komunitas, untuk menunjukkan bahwa kita bersatu,” Kata Maggie lansir Hindustan Times, Jumat (2/6/2017).

Muslim AS shalat dijalan depan Trump Center diliput banyak media
Penggagas acara, Linda Sarsour mengatakan bahwa dia puas dengan jumlah aksi tersebut.
Linda merasa tidak keberatan bahwa Trump, bertolak belakang dengan presiden AS sebelumnya, tidak mengundang warga Muslim Amerika ke Gedung Putih untuk melakukan Iftar.
“Mereka tidak mengundang (iftar-red) kita, tapi kita tidak mau datang ke sana.”
“Sejujurnya, walaupun mereka melakukannya, saya akan meminta umat Islam untuk tidak melakukan hal tersebut,” katanya.
Selama unjuk rasa berlangsung, sekelompok kecil pendukung Trump di sisi lain jalan meneriakkan “AS, AS!” dan “Kami tidak menginginkan hukum syariah!”
Sementara itu polisi memantau aksi damai itu dengan ketat.
Seperti diketahui, Trump Tower di Manhattan merupakan rumah bagi Trump Organization, jantung kerajaan bisnis Presiden Donald Trump. Ibu Negara Melania Trump tinggal di sana bersama putra bungsu pasangannya, Baron.
Sumber : Islampos
by Danu Wijaya danuw | Jan 30, 2017 | Dunia
Sebuah kebakaran terjadi pada Sabtu (28/1/2017) pagi dan menghanguskan sebuah masjid di Texas. Kebakaran di mesjid yang bernama Islamic Center of Victoria itu ditenggarai sebagai aksi dari kebencian sejumlah pendukung Presiden Donald Trump yang seolah mendapat restu dari presidennya.
Kejadian itu terjadi setelah Trump mengumumkan kebijakan Muslim Ban yang melarang masuknya muslim ke Amerika beberapa waktu yang lalu. Padahal mesjid tersebut juga mengalami peristiwa perampokan seminggu yang lalu.
Sejumlah pemilik toko yang tinggal berdekatan dengan mesjid tersebut melihat asap dan api yang mengepul sekitar pukul 2:00 dini hari. Beberapa saat kemudian mobil pemadam kebakaran tiba di tempat kejadian.
“Sangat menyedihkan melihat mesjid yang telah berdiri sekian lama di sana dan sekarang saya harus menontonnya runtuh ke bawah. Apinya sangat besar, mesjidnya benar-benar hancur,” ujar Shahid Hashmi, yang menjabat sebagai Ketua Islamic Center of Victoria.
Ketua Dinas Pemadam Kebakaran Victoria Marsekal Tom Legler meminta bantuan dari Badan Federal Biro Pemerintah untuk menentukan penyebab kebakaran tersebut. Hashmi sendiri mengatakan bahwa pihak berwenang mengatakan kepadanya bahwa terlalu dini untuk berspekulasi tentang penyebabnya.
“Semua sudah habis terbakar. Kami tidak menyimpan bahan atau barang yang menjadi penyebab kebakaran. Jadi saya yakin mereka akan menemukan penyebabnya dalam beberapa hari ini,” ujar Hashmi kepada awak media pada Sabtu (28/1).
Saat kejadian, Imam mesjid terjaga di shubuh hari dan sempat memeriksa sistem pengawasan mesjid secara online dan ternyata alarm dimatikan dan pintu didobrak. Keamanan mesjid mudah dibobol karena pada 21 Januari lalu, seorang pencuri masuk dan mencuri sejumlah elektronik, termasuk laptop,” lanjutnya.
Tidak ada korban luka dalam peristiwa kebakaran mesjid yang dibangun pada tahun 2000 tersebut. Butuh waktu sekitar empat jam bagi petugas pemadam untuk memadamkan api.
Hashmi, yang telah tinggal di kota Victoria selama 32 tahun, mengatakan bahwa jamaahnya yang berjumlah sekitar 140 orang mulai terancam keselamatannya. Mereka mendapat dukungan dari jamaah lain di kota yang berjarak sekitar 115 mil arah barat daya dari kota Houston. Dia pun sudah menerima tawaran bangunan sementara bagi jamaah untuk beribadah.
“Ketika kejadian 9/11 terjadi, Muslim dan non-Muslim semua berkumpul. Tentu saja, kami akan membangun kembali mesjid ini,” jelasnya.
Badan hukum Victoria pada hari Sabtu (28/1) melaporkan bahwa pada bulan Juli tahun 2013 lalu seorang pria menulis pesan kebencian bertuliskan “H8” yaitu singkatan yang berarti “kebencian” di dinding luar mesjid.
Pada tanggal 7 Januari lalu, sebuah masjid yang sedang dibangun yang terletak di dekat Danau Travis Austin juga dibakar hingga habis, diduga juga akibat kebencian terhadap minoritas muslim di sana.
Perintah Pelarangan Muslim atau “Muslim Ban” oleh Trump
Presiden Donald Trump hari Jumat (27/1/2017) menandatangani surat perintah berisi larangan masuk bagi pengungsi Suriah dan warga dari 7 negara mayoritas Muslim ke wilayah Amerika Serikat. Berikut isi surat perintah itu, yang dikecam oleh kelompok-kelompok pembela hak sipil dan sudah menimbulkan kekacauan di sejumlah tempat, seperti dilansir Reuters.
Larangan itu dikenai atas tujuh negara mayoritas Muslim: Suriah, Iran, Sudan, Libya, Somalia, Yaman dan Iraq.
Perintah itu meminta penghentian sementara penerimaan semua pengungsi terutama pengungsi dari Suriah, selama 4 bulan.
Dalam surat perintah itu mengizinkan negara bagian atau kota menolak pemukiman kembali para pengungsi di wilayah mereka. Aparat hukum setempat juga diberikan wewenang untuk memutuskan apakah orang boleh/tidak tinggal di daerah mereka.
Unjuk Rasa Penolakan Muslim Ban

Masyarakat kota Los Angeles, Amerika Serikat (AS), memprotes kebijakan Presiden AS Donald Trump yang melarang Muslim dari sejumlah negara dan pengungsi memasuki negerinya. Trump mengeluarkan kebijakan itu pada Jumat (27/1/2017) yang langsung menyulut gelombang protes di AS maupun masyarakat dunia.
Sebanyak 300 pemrotes berkumpul di Bandar Udara Internasional Los Angeles (LAX) pada Sabtu malam (28/1) untuk memperlihatkan solidaritas kepada pengungsi dan migran Muslim yang ditahan berdasarkan instruksi “melarang Muslim” (Muslim Ban) dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Sambil meneriakkan “Trump harus pergi”, “Tidak Trump, Tidak KKK, Tidak Ada Fasisme di USA”, dan slogan lain, kerumunan orang itu menyeru rakyat agar membangkang terhadap perintah eksekutif dari Presiden Donald Trump pada Jumat (27/1), yang memberlakukan larangan bepergian 90 hari ke negeri itu oleh warga negara tujuh negara yang mayoritas warga mereka adalah Muslim dan pembekuan 120 hari program pengungsi AS.
Tuntutan pemrotes juga dikumandangkan oleh Wali Kota Los Angeles Eric Garcetti, yang pada Sabtu malam melalui akun twitter miliknya bercuit, “Los Angeles akan selalu menjadi tempat buat pengungsi.”
Protes serupa telah meletus di bandar udara di banyak kota besar lain. Di Chicago ada lebih dari 1.000 orang berkumpul di Bandar Udara OHare. Di Denver, Colorado, puluhan pemrotes berkumpul di luar bandar udara internasional untuk memperlihatkan dukungan buat pengungsi.
Perdana Menteri Kanada Nyatakan Terbuka Menerima Pengungsi Suriah
Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, mengatakan Kanada siap menyambut pengungsi Muslim yang ditolak memasuki Amerika Serikat (AS) oleh Presiden Donald Trump.

Trudeau juga mengunggah sebuah gambar di akun Twitter pribadinya, yang menunjukkan ia sedang menyapa anak Suriah pada 2015 di Bandara Toronto. “Untuk orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan, teror, dan perang, Kanada akan menyambut Anda, terlepas dari apapun iman Anda. Keanekaragaman adalah kekuatan kami #WelcomeToCanada,” ujar Trudeau, Sabtu (28/1), dilansir dari Fox News.
Trudeau juga berencana membahas keberhasilan kebijakan pengungsi Kanada dengan Trump. Trudeau mengaku, ia telah menerima kedatangan lebih dari 39 ribu pengungsi Suriah sejak ia terpilih menjadi perdana menteri.