Prinsip Islam Moderat : Identitas & Karakteristik Umat Islam

Oleh : Persatuan Ulama Islam Sedunia (Al Ittihad li Ulama al Muslimin)
 
Umat Islam adalah umat yang moderat. Hal ini sebagaimana yang Allah gambarkan dalam Al Qur’an
Demikianlah Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang moderat agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia.” (Q.S. Al Baqarah : 143)
Ia adalah umat penggenggam aqidah dan risalah, bukan umat rasisme yang berafiliasi kepada negara atau wilayah tertentu entah di Barat atau di Timur, serta bukan pula umat yang dibatasi oleh bahasa dengan berafiliasi kepada bahasa tertentu.
Akan tetapi, ia adalah umat yang berskala global yang meski berbeda suku bangsa, tanah air, bahasa, dan ras namun disatukan oleh akidah, syariah, nilai dan kiblat yang sama.
Walaupun bahasa umat ini berbeda sesuai dengan daerahnya. Tetapi ia memiliki satu bahasa bersama yaitu bahasa Arab. Bahasa Arab menjadi bahasa komunikasi antar kaum muslimin. Ia merupakan bahasa ibadah dan kebudayaan Islam.
Dalam tubuh umat ini terdapat bangsa Arab, dan non-Arab, kulit putih dan hitam, orang Barat dan Timur, orang Afrika, Eropa, Asia, Amerika, dan Australia. Mereka semua disatukan oleh Islam diatas kalimat yang sama. Seluruh perbedaan diantara mereka entah itu ras, warna kulit, bahasa, teritorial, atau status sosial telah lebur.
Seluruhnya menjadi satu umat yang diikat oleh persaudaraan mendalam berdasarkan keimanan kepada Tuhan, kitab suci, rasul dan konsep yang sama yang menghimpun keseluruhannya sekaligus menguatkan ikatannya.
Islam membolehkan seseorang mencintai tanah air dan negaranya serta merasa bangga dengannya selama hal itu tidak bertentangan dengan kecintaan dan kebanggaannya terhadap agama serta tidak menghambat terwujudnya persatuan umat Islam.
Persoalan baru muncul ketika substansi ikatan kemanusiaan tadi bertentangan dengan Islam atau ketika ia sudah mengarah kepada sikap fanatisme kelompok.
Dalam perjalanan sejarahnya, umat ini menghadapi banyak ujian, cobaan, fitnah, dan serangan. Entah dari Timur seperti pasukan Mongol atau dari Barat seperti pasukan salib. Semua itu nyaris melenyapkan eksistensi umat Islam.
Namun dengan cepat Allah munculkan sejumlah tokoh yang membela Islam seperti Imaduddin, Nuruddin, dan Sholahuddin. Mereka menghidupkan kembali umat Islam serta menyatukan dari yang tadinya berserakan. Maka, umat Islam memiliki vitalitas dan kekuatan, mampu mengusir agresor, dan kembali dalam kancah kehidupan.
Saat ini umat Islam menghadapi berbagai serangan dengan format baru. Umat ini hendak dirubah dari dalam lewat tangan para pemeluknya sendiri dengan cara merubah identitas, akidah, serta pandangannya terhadap agama, kehidupan, individu, masyarakat, makhluk, Khaliq, dunia, akhirat, manusia dan alam semesta.
Umar bin Khattab mengatakan “Kalau kita mencari kemuliaan dengan selain Islam, niscaya Allah akan menghinakan kita.”
Anas bin Malik berkata “Generasi akhir umat ini tidak akan menjadi baik kecuali berpegang kepada kitab Allah dan sunnah Rasul saw.”
Kemudian yang harus menjadi semboyan umat Islam adalah “Berpeganglah kalian semua kepada tali Allah dan jangan berpecah belah.” (Q.S. Ali Imran : 103).
Referensi: 25 Prinsip Islam Moderat
Penyusun: Al Ittihad al Alamiy li Ulama al Muslimin (Persatuan Ulama Islam Sedunia)
Penerbit: Sharia Consulting Center (Pusat Konsultasi Syariah)

Bahaya Dusta

Oleh : Fauzi Bahreisy
 
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Mendekati kiamat akan muncul para pendusta. Maka berhati-hatilah terhadap mereka.” (HR Muslim).
Hadits diatas menggambarkan kondisi akhir zaman. Satu kondisi yang tampaknya mulai terasa sekarang seiring dengan melemahnya nilai-nilai iman.
Saat ini orang sudah tidak merasa risih berdusta. Bahkan kedustaan, kebohongan, dan kepalsuan masuk ke dalam seluruh sendi kehidupan. Mulai dari lingkungan keluarga, pendidikan, bisnis, hiburan, politik, birokrasi hingga pemerintahan. Semuanya tidak lepas dari praktek dusta, kecurangan, dan kepalsuan.
Ada yang berdusta untuk kepentingan dunia; untuk mendapatkan harta, tahta, dan wanita.  Ada yang berdusta untuk mencelakakan saudaranya karena dendam dan kebencian. Ada juga yang berdusta karena canda, hobi, dan kebiasan. Akhirnya virus penyakit dusta ini menyebar ke mana-mana.
Cukuplah kita memahami bahaya besar dari dusta ketika Allah menyebutkannya dalam Al Qur’an sebanyak 280 kali seraya memberikan ancaman keras kepada orang yang biasa berdusta sekaligus menafikan keimanannya. Di antaranya Allah befirman, “Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang boros dan pendusta.” (QS Ghafir: 28). “Celaka bagi orang yang pembohong dan pendosa.” (QS al-Jatsiyah: 7). “Orang yang mengadakan kebohongan adalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah. Mereka adalah para pendusta.” (QS an-Nahl: 105).
Peringatan Allah tersebut tidak lain untuk kemaslahatan manusia. Pasalnya dusta bisa mendatangkan berbagai dampak buruk dan bahaya sebagai berikut:
Pertama, dusta membuat pelakunya tidak bisa tenang dan selalu merasa gelisah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Jujur mendatangkan ketenangan, sementara dusta mendatangkan keragu-raguan (kegelisahan).” Bagaimana bisa tenang, orang yang berdusta akan selalu dibayang-bayangi oleh rasa takut dan khawatir kalau kebohongannya diketahui orang.
Kedua, dusta menjadi penyebab jatuhnya citra, nama baik, dan kehormatan si pelaku. Orang menjadi kehilangan kepercayaan padanya.
Bayangkan kalau dalam satu komunitas satu dengan yang lain sudah tidak saling mempercayai?!
Ketiga, dusta menjadi bagian dari bentuk kemunafikan sehingga mengancam eksistensi iman. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, “Tanda orang munafik ada tiga, yaitu:
1.       Apabila berbicara ia berdusta
2.       Apabila berjanji ia ingkar, dan
3.       Apabila dipercaya ia khianat
Keempat, kalaupun si pendusta selamat dan aman di dunia dimana ia berhasil membungkus segala kepalsuan, kedustaaan, dan kebohongannya dengan berbagai macam intrik dan tipudaya sehingga orang tetap percaya, maka di sisi Allah ia tidak akan bisa selamat. Bahkan dalam hadits disebutkan. “Dusta  mengantar pada kejahatan, dan kejahatan mengantar kepada neraka. Manakala seseorang terus berdusta dan berusaha berdusta, ia akan ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR al-Bukhari)
Karena itu, tidak ada jalan lain kalau kita ingin hidup tenang, bahagia, tehormat, dipercaya dan sukses dunia akhirat  maka jalannya adalah menghias diri dengan kejujuran.
Kejujuran adalah modal dasar orang-orang istimewa. Allah Subhanahu Wa Ta’ala befirman, “Ceritakan (wahai Muhammad SAW) kisah Ibrahim dalam al-Kitab (Al Qur’an). Ia adalah orang yang jujur dan juga seorang Nabi.” (QS Maryam: 41). “Ceritakan (wahai Muhammad SAW) kisah Idris dalam al-Kitab (Al Qur’an). Ia adalah orang yang jujur dan juga seorang Nabi.” (QS Maryam: 56). Nabi Yusuf ‘Alaihissalam juga disebut dan dikenal sebagai orang jujur (lihat QS Yusuf: 46). Apalagi Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sejak muda beliau dikenal sebagai sosok yang jujur dan dapat dipercaya.
Wallahua’lam.
Sumber:
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 355 – 8 Januari 2015. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!
 

X