Memuliakan, Mencintai, dan Menghormati Ulama

Oleh: Ust. Farid Nu’man Hasan
 
Anjuran menghormati, memuliakan, dan mencintai ulama (orang-orang berilmu), sangat banyak, baik Al Quran dan As Sunnah. Bahkan Allah memuliakan mereka, maka pantaslah jika manusia memuliakan mereka pula.
Misalnya, Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menjadikan mereka sebagai tempat bertanya
“Maka bertanyalah kepada ahludz dzikri (orang yang mempunyai pengetahuan) jika kamu tidak mengetahui”. (Qs. An Nahl: 43).
Berkata Imam Al Qurthubi Rahimahullah dalam kitab tafsirnya:
Berkata Ibnu ‘Abbas: “Ahludz Dzikri adalah Ahlul Quran (Ahlinya Al Quran), dan dikatakan: Ahli Ilmu (ulama), makna keduanya berdekatan.” (Imam Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkamil Quran, Juz. 10, Hal. 108, Ihya’ Ats Turats Al ‘Arabi, 1985M-1405H. Beirut-Libanon).
Allah Ta’ala membedakan kedudukan ulama dengan lainnya
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (Qs. Az Zumar: 9)
Allah Ta’ala menerangkan ulama itu orang yang takut kepada Allah
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. (Qs. Fathir: 28)
Allah Ta’ala mengangkat derajat orang beriman dan berilmu
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Qs. Al Mujadilah: 11)
Dalam As Sunnah, saya ambil beberapa saja:
Bukan umat Rasulullah mereka yang tidak mengetahui hak-hak ulama
Dari ‘Ubadah bin Ash Shaamit Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Bukan termasuk umatku, orang yang tidak menghormati orang besar kami (orang tua, pen), tidak menyayangi anak kecil kami, dan tidak mengetahui hak para ulama kami.” (HR. Ahmad No. 22755, Al Bazzar No. 2718, Ath Thahawi dalam Syarh Musykilul Atsar No. 1328, Asy Syaasyi dalam Musnadnya No. 1272. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih lighairih. Lihat Tahqiq Musnad Ahmad No. 22755)
Tiga hal dalam hadits ini yang dinilai “bukan golongan umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,”  yakni, tidak menghormati orang besar/orang tua, tidak sayang dengan yang kecil, dan tidak mengetahui hak ulama yang dengan itu dia merendahkannya.
Imam Ibnu ‘Asakir memberikan nasihat buat kita, khususnya orang yang merendahkan ulama (karena mungkin merasa sudah jadi ulama sehingga dia berani merendahkannya!):
“Wahai saudaraku –semoga Allah memberikan taufiq kepada saya dan anda untuk mendapatkan ridhaNya dan menjadikan kita termasuk orang yang bertaqwa kepadaNya dengan sebenar-benarnya- dan ketahuilah, bahwa daging–daging ulama itu beracun, dan sudah diketahui akan kebiasaan Allah dalam membongkar tirai orang-orang yang meremehkan mereka, dan sesungguhnya barang siapa siapa yang melepaskan mulutnya untuk mencela ulama maka Allah akan memberikan musibah baginya dengan kematian hati sebelum ia mati: maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (Imam An Nawawi, At Tibyan, Hal. 30. Mawqi’ Al Warraq).
Allah Ta’ala umumkan perang kepada orang yang memusuhi para ulama
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman: “Barang siapa yang memusuhi waliKu, maka aku telah umumkan peperangan kepadanya” (HR. Al Bukhari No. 6021)
Para ulama, amilin (orang yang beramal shalih), shalihin, zahidin (org yang zuhud), adalah para wali-wali (kekasih) Allah Ta’ala. Memusuhi mereka, maka Allah Ta’ala proklamirkan perang buat buat  musuh-musuh mereka.
Demikian. Wallahu a’lam
 

X