Fatimah binti Asad: Wanita yang Mendidik Nabi Setelah Wafatnya Sang Kakek (bagian 1)

Oleh: Lia Nurbaiti
 
Sekarang saatnya kita mengenal shahabiyah yang teramat mulia dan banyak memiliki keistimewaan yang Allah berikan padanya. Apa saja keistimewaan itu?
Dialah wanita yang mendidik Rasulullah saw setelah Abdul Muthalib (kakek Rasul) meninggal dunia. Dialah ibu dari pejuang gagah berani, khalifah keempat, Ali bin Abu Thalib ra. Dialah nenek dari dua pemuda pemimpin para pemuda surga, Hasan ra. dan Husain ra. Dialah ibu dari pahlawan gagah berani yang gugur sebagai syahid lalu Rasulullah saw meihatnya terbang dengan dua sayap di surga, satu dari tiga panglima perang Mu’tah, yaitu Ja’far bin Abu Thalib ra. Dia juga mertua dari wanita terbaik di zamannya, Fatimah binti Rasulullah saw.
Siapakah Wanita yang Mulia Ini?
Dialah shahabiyah agung yang bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf Al-Hasimiyah. Ia termasuk ke dalam salah satu rombongan pertama yang hijrah untuk memeluk Islam. Allah sangat menyayangi hamba-Nya yang penuh kasih sayang terhadap anak yatim piatu. Dan inilah awal mula bagaimana seorang wanita mulia Fatimah binti Asad ra. memulai perjalanan berkah dalam kehidupannya.
Selepas kedua orang tua Nabi saw meninggal dunia, Nabi saw dirawat oleh kakeknya yaitu Abdul Muthalib, namun kebersamaan Nabi saw dengan kakeknya hanyalah sebentar, setelah Abdul Muthalib merasa yakin bahwasanya Nabi saw akan bisa dijaga dan dirawat dengan baik oleh anaknya, yaitu Abu Thalib. Akhirnya Abdul Muthalib meninggal dunia, dan semenjak itu Nabi saw tinggal bersama pamannya, Abu Thalib dan istrinya Fatimah binti Asad ra.
Di rumah itu Rasulullah mendapatkan kasih sayang dari wanita yang mulia ini, bahkan Rasulullah menganggap Fatimah binti Asad adalah ibu keduanya. Fatimah binti Asad menyayangi dan merawat Rasulullah melebihi anak kandungnya sendiri.
Berkah Mulai Dirasakan oleh Keluarga Abu Thalib
Abu Thalib dan keluarganya hidup serba kekurangan. Namun, setelah Nabi tinggal bersama mereka, kondisi kehidupan mereka berubah menjadi lebih baik.
(Baca juga: Mulianya Aisyah binti Abu Bakar di Dalam Islam)
Terutama pada saat makan, Nabi ikut makan bersama keluarga Abu Thalib. Makanan yang terlihat hanya sedikit, namun mampu membuat seluruh keluarga merasa kenyang.
Jika mereka makan tanpa adanya Nabi, mereka tidak merasakan kenyang. Berbeda ketika Nabi ikut makan bersama. Oleh sebab itu, Abu Thalib melarang seluruh anggota keluarganya makan sebelum Nabi memulainya.
Jika mereka sedang minum susu, maka Nabi dipersilahkan meminum susu itu terlebih dahulu. Meskipun susu itu hanya satu gelas, cukup untuk mengenyangkan seluruh anggota keluarga.
Itulah berkah yang Allah berikan kepada keluarga Abu Thalib saat Nabi tinggal bersama mereka.
Kasih Sayang Semakin Bertambah
Fatimah binti Asad ra. merasakan betapa besar berkah yang ia rasakan bersama keluarganya karena kehadiran Nabi saw dirumahnya. Ini pun membuat dirinya semakin menyayangi keponakannya itu. Ia merawat Nabi saw. Sejak Nabi kanak-kanak hingga menjadi pemuda, dengan penuh kasih sayang dan kemuliaan. Hingga Nabi menikah dengan Khadijah.
Permata Hatinya di Rumah Rasulullah SAW 
Lihatlah bagaimana Fatimah binti Asad mendorong anaknya (Ali bin Abu Thalib) untuk tinggal bersama Rasulullah saw. Ia melihat bahwa sebelum ini Rasulullah sangat perhatian dan menyayangi Ali.
Sejarawan Ibnu Ishaq menulis, “Diantara nikmat dan kebaikan yang diberikan Allah kepada Ali ra. adalah tercukupinya kebutuhannya, padahal Abu Thalib memiliki tanggungan keluarga yang cukup banyak. Ketika itu,orang-orang Quraisy ditimpa paceklik. Muhammad muda berkata kepada Abbas (satu dari pamannya) yang hidup berkecukupan, “Paman Abbas, paman Abu Thalib memiliki tanggungan keluarga yang cukup banyak. Dan paman tahu, ini masa paceklik. Bagaimana kalau kita meringankan beban paman Abu Thalib. Aku menanggung satu anaknya, paman Abbas menanggung satu anaknya?” Abbas setuju.
(Baca juga: Ummu Kultsum binti Uqbah: Wanita yang Diselamatkan Al Quran (bagian 1)]
Lalu mereka datang ke rumah Abu Thalib dan mengutarakan maksud dan tujuannya. Dan Abu Thalib pun menyetujuinya seraya berkata “Terima kasih atas kebaikan kalian”. *bersambung

Tugas Seorang Wanita

Oleh: Adi Setiawan, Lc., MEI.
 
Tugas pertama wanita adalah mentaati suaminya.
Rasulullah SAW bersabda, “Andai saja aku dapat menyuruh seseorang bersujud pada manusia, niscaya aku perintahkan wanita sujud pada suaminya.” (HR At Turmudzi).
Melayani suami merupakan prioritas utama bagi seorang isteri. Tak hanya waktu yang disediakan, tapi juga kualitas pelayanan dan ketekunan yang menakjubkan. Adakah yang lebih membahagiakan bagi seorang wanita daripada kemuliaan-kemuliaan ini?
Tugas wanita makin bertambah saat ia harus berkiprah di masyarakat. Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan  Rasulnya….” (QS At Taubah: 71).
(Baca juga: Peran Ibu)
Islam menghormati tugas wanita yang mulia sesuai dengan fitrahnya. Diberikan kelebihan wanita daripada pria dalam perasaannya, yaitu rasa kasih sayangnya untuk menunaikan risalah keibuan. Islam mengizinkan kepada wanita untuk bekerja di luar rumah sepanjang pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan tabiatnya, spesialisasinya dan kemampuannya serta tidak menghilangkan naluri kewanitannya. Terutama jika memang masyarakat membutuhkan keterampilan wanita dan keluarganya atau dia sendiri membutuhkan bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan.
Kemudian kerjanya diperbolehkan  selama pekerjaannya itu halal, itu tidak bertentangan dengan kodrat kewanitaan dan memenuhi adab-adab wanita ketika keluar rumah. Sebagai contoh rill adalah sosok Ummu Athiyah yang berperan sebagai perawat dalam setiap peperangan pada masa Rasulullah SAW.
Waallahu A’alam bish-showab.
Baca juga: Kemuliaan Ibu

Ummu Kultsum binti Uqbah: Wanita Yang Diselamatkan Al Quran (bagian 2-akhir)

Oleh: Lia Nurbaiti
 
Klausul ini tidak mencakup kaum wanita, hingga banyak wanita mukmin yang datang dan berhijrah termasuk Ummu Kultsum binti Uqbah ra. Sebenarnya keluarga Ummu Kultsum ra. meminta kepada Rasul untuk mengembalikan putri mereka, namun Rasul menolak permintaan mereka. Penolakan ini juga disebabkan turunnya ayat Al-Quran:
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka.” (QS. Al-Mumtahanah: 10).
Berdasarkan ayat tersebut, Rasulullah memastikan kembali apakah para wanita mukmin itu benar-benar hijrah karena Allah, Rasul dan Islam? Jika iya, maka Rasulullah tidak akan mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir .
Ummu Kultsum ra. pun menceritakan sendiri pengalaman pribadinya ketika hijrah, “Aku suka pulang pergi ke kampung pedalaman yang disana tinggal beberapa keluargaku. Aku menginap disana selama tiga atau empat malam. Kampung itu terletak tidak jauh dari Tan’im. Setelah menginap, aku kembali lagi kepada keluargaku, sehingga mereka tidak curiga  dengan kepergianku ke kampung itu. Hal itu terus aku lakukan sampai aku benar-benar bertekad untuk meninggalkan Makkah. Sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk pergi meninggalkan Makkah menuju Madinah. Setibanya disana aku langsung menuju ke rumah Ummu Salamah. Pada saat itu ia tidak mengenaliku karena aku menggunakan cadar. Setelah aku buka cadarku, ia mulai mengenaliku.
Ummu Salamah berkata, “Engkau telah berhijrah karena Allah dan Rasulullah”. Aku membalas, “Benar, masalahnya aku takut Rasulullah akan mengembalikanku kepada keluargaku karena aku telah berhijrah. Apalagi aku sudah meninggalkam rumah berhari-hari.”
Tidak lama kemudian Rasulullah datang dan masuk kedalam rumah Ummu Salamah. Ummu Salamah pun langsung memberitahu keberadaan Ummu Kultsum ra.
Rasulullah saw begitu senang dan hangat menyambutnya. Lalu Ummu Kultsum ra. mengatakan, “Sesungguhnya aku telah melarikan diri dari Quraisy untuk menyelamatkan agamaku, maka pertahankanlah aku dan jangan engkau kembalikan kepada mereka, karena mereka selalu menyiksaku dan menghalangi keagamaanku. Aku tidak tahan lagi terhadap penyiksaan mereka. Aku hanyalah seorang wanita dan engkau mengetahui kelemahan wanita untuk membela dirinya”.
Pernikahan yang Penuh Berkah
Setelah hijrah yang penuh berkah dan penuh pengorbanan karena harus meninggalkan keluarga dan tempat kelahirannya demi meraih ridha Allah SWT, Ummu Kultsum ra. pun bahagia tinggal di Madinah.
Selama tinggal di Makkah, Ummu Kultsum belum menikah,  hingga setibanya di Madinah ia dinikahi oleh Zaid bin Haritsah ra, tetapi kemudian ia menceraikannya.
Setelah itu, Abdurrahman bin’Auf ra. melamar dan menikahinya. Pasangan ini dikaruniai dua orang putera, yakni Ibrahim dan Humaid. Setelah Abdurrahman bin ‘Auf meninggal, ‘Amr bin Al-‘Ash ra. melamar dan menikahinya, namun tidak lama kemudian Ummu Kultsum ra. meninggal dunia.
Itulah gambaran tentang kehidupan rumah tangga Ummu Kultsum ra. Ia pindah dari satu lingkungan  yang penuh dengan nuansa imani menuju lingkungan imani yang lainnya hingga tiba masa yang dikehendaki Allah sebagai batas ajalnya. Hingga ia meninggalkan hirup pikuk dunia ini.
Selama perjalanan hidupnya ia tak lepas dari bimbingan Al-Quran dan Sunnah hingga masa kepergiannya dari dunia ini. Meskipun jasadnya tak lagi ada, namun riwayat hidupnya masih terasa segar dan tetap akan diriwayatkan dari generasi ke generasi sebagai cahaya yang menerangi perjalanan hidup mereka.
Semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha, serta menjadikan surga Firdaus sebagai tempat persinggahan terakhir baginya.
Semoga banyak hikmah terbaik yang bisa kita petik.
Aamiin Allahuma Aamiin..
Referensi:
35 Sirah Shahabiyah jilid2, Mahmud Al Mishri
 

Sumayyah binti Khabath : Wanita Muslimah Pertama yang Mati Syahid

Oleh: Lia Nurbaiti
 
Sumayyah binti Khabath adalah seorang hamba Abu Hudzaifah bin Mughirah, seorang tokoh terkemuka di Makkah. Abu Hudzaifah menikahkan Sumayyah dengan Yasir, seorang perantau Yaman yang tinggal di Makkah. Saat Allah mengkaruniakan mereka seorang anak yang diberi nama Ammar bin Yasir, kebahagiaan mereka semakin sempurna ketika Abu Hudzaifah membebaskan Sumayyah dan keluarganya dari statusnya sebagai budak. Namun,tidak lama setelah itu Abu Hudzaifah meninggal dunia. Tidak lama berselang dari itu, mereka bertiga Sumayyah, Yasir dan Ammar bin Yasir menjadi keluarga yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Rasulullah adalah utusan Allah.
Keislaman keluarga Sumayyah terdengar sampai kepada para pembesar Makkah. Saat kaum Quraisy mengetahui Sumayyah sudah memeluk Islam, mereka menyerbu rumahnya. Mereka sekeluarga ditangkap dan dibawa ke depan khalayak untuk disiksa. Sumayyah tidak gentar dengan perlakuan kaum musyrikin Quraisy yang menyiksa dan membunuh siapapun yang diketahui telah memeluk Islam.
“Mereka sudah menyambut ajaran Muhammad walaupun mereka berada ditengah perlindungan pihak Quraisy. Kamu akan menerima balasan karena ingkar terhadap kami,” kata Abu Jahal kepada pengikutnya sambil menarik keluarga Yasir yang terikat ke kawasan padang pasir di luar kota Mekah.
“Kali ini saya tidak akan bebaskan mereka bertiga sehingga mereka mengaku berhala-berhala kita sebagai Tuhan mereka,” tegas Abu Jahal yang mengarahkan tombaknya ke arah keluarga Yasir yang diseret secara kasar oleh pengikutnya.
Mereka berhenti di kawasan yang dipenuhi bongkah batu besar. Yasir, Amar dan Sumayyah ditanggalkan pakaian mereka lalu diikat pada bongkah batu yang panas yang terpapar matahari padang pasir. Kaki dan tangan mereka diikat sangat ketat sehingga tidak dapat bergerak. Abu Jahal, si pembesar Quraisy dan pengikut setianya tertawa melihat penderitaan keluarga itu.
Disana kondisinya sangat terik bahkan mereka dipakaikan pakaian besi sehingga panasnya matahari semakin membuat keluarga Yasir tersiksa. Kaum Quraisy benar-benar kejam memperlakukan keluarga Yasir yang tetap teguh pada keimanannya kepada Allah SWT. Sekalipun mereka telah kepayahan menahan sakit dan panasnya matahari serta menahan rasa haus yang teramat sangat, karena mereka sama sekali tidak diberikan minum.
Sumayyah, Yasir dan Ammar hanya bisa bersabar dan menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. Pada suatu hari, Rasullullah saw lewat dan melihat penyiksaan yang dialami Sumayyah, Yasir dan Ammar. Lalu beliau bersabda “Berbahagialah wahai keluarga Ammar karena sesungguhnya kalian telah dijanjikan masuk surga.”(diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam kitab Ath-Thabaqaat, vol.3 hlm.188.)
Siksaan demi siksaan terus dilakukan oleh kaum Quraisy yang dipimpin oleh Abu Jahal.
“Kamu akan disiksa dengan lebih buruk seandainya kamu tidak mau meninggalkan agama yang dibawa oleh Muhammad. Kamu akan dibebaskan jika kamu mengakui berhala-berhala ini sebagai Tuhan dan mereka lebih baik dari Tuhan yang dibawa Muhammad,” kata Abu Jahal sembari mengambil cambuk untuk menakut-nakuti Yasir, Sumayyah dan Ammar.
“Kami tidak akan mengakui berhala-berhala itu sebagai Tuhan kami. Hanya Allah Tuhan kami,” balas Yasir dengan tenang.
“Saya beriman dengan Allah saja,” tambah Sumayyah pula.
“Ini balasan kepada kamu karena enggan menerima berhala-berhala ini sebagai Tuhan kamu,” Abu Jahal dan pengikutnya mulai menyambuk tubuh Yasir, Sumayyah dan Ammar dengan kejam. Hingga darah mengalir dari tubuh mereka yang terikat pada bongkah batu yang panas.
“Kita lihat berapa lama kamu mampu menahan siksa di tengah-tengah panas matahari ini,” sindir Abu Jahal sambil memandang wajah Yasir dan Sumayyah dengan bengis.
“Tiada tuhan melainkan Allah,” kata Yasir, Sumayyah dan Ammar merintih dalam kesakitan.
“Letakkan batu besar keatas badan Yasir,” ujar Abu Jahal lagi karena geram mendengar kata-kata Yasir sekeluarga.
Siksaan demi siksaan atas Yasir menyebabkan fisiknya menjadi lemah karena usianya yang sudah lanjut. Akhirnya, Yasir menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan menyebut nama Allah tanpa menerima agama berhala Abu Jahal.
Walaupun hati Sumayyah hancur melihat suaminya mati akibat siksaan Abu Jahal yang kejam, dia gembira karena suaminya mati dalam menegakkan agama Allah.
“Apakah kamu mau mati seperti suamimu? Lebih baik kamu terima tawaran ini sebelum ajal kamu tiba!”
Lalu Sumayyah menjawab, “Jangan kamu berharap saya akan menurut kata-kata kamu itu. Tiada Tuhan melainkan Allah”. Hati Sumayyah keras seperti batu teguh pada keimanannya pada Allah Ta’ala.
“Kamu sudah semakin bodoh dan melawan saya!”kata Abu Jahal seraya mengambil tombak dari tangan budaknya lalu dihujamkan kebagian bawah tubuh Sumayyah (kemaluannya).
“Allahu Akbar”. Begitulah kata terakhir Sumayyah sebelum menghembuskan nafasnya akibat tikaman tombak Abu Jahal yang tembus kebagian atas tubuhnya.
Peristiwa pembunuhan itu terjadi pada tahun 7 Hijriah. Ia telah syahid dengan mulia demi mempertahankan keimanannya terhadap Allah SWT, syahidah pertama yang teguh dan sabar dalam menjalani ujian keimanan dan ketaqwaannya terhadap Allah SWT ialah Ummu Ammar, Sumayyah.
Sesungguhnya Allah berfirman dalam (Surat Al – Anfalayat : 46 ) yaitu :
“…Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.”
Allah juga menjanjikan balasan yang terbaik bagi orang – orang yang besabar. Allah mengatakan dalam al-Qur’an (QS: Ar-Ra’d ayat 23 – 24)
(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri- isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): “Salamun `alaikum bimashabartum” (keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian lakukan). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
Semoga Allah meridhai Sumayyah ra. dan menjadikannya ridha, serta menjadikan surga Firdaus sebagai tempat persinggahan terakhirnya.
Sumber : 35 Shirah Shahabiyah, Mahmud Al Mishri
ed : danw

Yuk! Jadi Wanita Hebat

Oleh: Lia Nurbaiti
 
Sahabat Muslimah,
Masihkah ada terbesit di dalam pikiran kalian, keinginan untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain? Sadarlah wahai saudariku, kita tidak sedang dalam mimpi dan angan-angan, kita di dunia yang nyata, hanya sebentar saja. Kelak kau akan kekal di tempatmu yang lain. Semoga masih ada secercah harapan untuk selalu ingin menjadi yang jauh lebih baik lagi di mata Allah SWT. Jangan kau biarkan iblis menjadi pemenang sejati atas dirimu, cukup sudah saat iblis diusir dari surga pertama kali karena menggoda manusia, yaitu Adam dan Hawa hingga terbuka aurat keduanya.
Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (QS. Al-A’raf: 22)
Sungguh, menutup aurat adalah perkara penting yang pada zaman sekarang ini banyak yang beridentitaskan agama Islam tetapi tidak menjalankan dengan sebenar-benarnya. Tidak menutup aurat dengan banyaknya alasan. Mulai dari belum siapnya hati untuk memutuskan memakai jilbab, atau beralasankan terkait kekhawatiran tidak adanya pekerjaan karena terhambat oleh penampilan seorang muslimah, yakni berjilbab.
Dalam era globalisasi yang seolah membuat dunia tanpa sekat ini, umat Islam perlu waspada akan maraknya fashion yang jauh dari nilai-nilai Islam. Banyak umat Islam terutama wanita muslimah yang terjebak dalam arus modernisasi. Berbagai fashion yang jauh dari unsur Islami banyak ditawarkan kepada umat Islam. Mulai dari mode pakaian yang terbuka menampakkan auratnya, lalu mode busana yang sangat menerawang sampai kepada mode busana sempit yang menonjolkan daya tarik seksual (sex appeal)-nya.
Hal ini perlu di waspadai oleh umat Islam karena pada dasarnya busana atau pakaian berfungsi sebagai penutup aurat dan tidak menjurus pada kesombongan atau pemborosan. Rasulullah telah memperingatkan :
Allah tidak akan melihat dengan rahmat pada hari kiamat kepada orang yang memakai kainnya (pakaian) karena sombong.” (HR Bukhari dan Muslim).
Apa itu Aurat?
Aurat menurut bahasa berarti an naqshu (kekurangan). Sedangkan dalam istilah syar’i (agama), aurat berarti sesuatu yang wajib ditutup dan haram untuk dilihat. Pada hakikatnya pakaian menurut Islam adalah untuk menutup aurat, yaitu menutup bagian anggota tubuh yang tidak boleh dilihat orang lain.
Dalam syariat diatur beberapa ketentuan dalam berpakaian (menutup aurat ) yaitu :
1. Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan
2. Pakaian tidak tipis dan tidak menerawang serta tidak memperlihatkan lekuk dan bentuk tubuh (tidak ketat)
3. Warna bahannya tidak terlalu mencolok
4. Model pakaiannya tidak boleh menyerupai pakaian laki-laki
5. Tidak boleh menggunakan pakaian yang mendatangkan rasa bangga dan bermegah-megahan hingga muncul rasa sombong
Kenapa Aurat Harus Ditutup?
Jawaban yang paling utama adalah karena hal itu merupakan perintah Allah. Hanya saja terkadang manusia suka meminta keringanan-keringanan dalam menjalankan kewajiban kepada Allah SWT. Allah juga memberikan banyak dampak yang akan membawa keburukan apabila aurat tidak ditutup seperti akan memudahkan jalan untuk orang lain berbuat pelecehan atau perlakuan sikap yang tidak baik. Bahkan perzinahan pun tidak jarang terjadi dikalangan remaja akibat disuguhkan pemandangan yang seharusnya tidak diperlihatkan kecuali kepada mahramnya, antara lain suaminya.
Tidakkah kalian merasa terganggu etika banyak pasang mata melihat tubuh indahmu yang kau biarkan terbuka…
Naudzubillahimindzalik..
Betapa nikmatnya anugerah Allah jika kita jaga dengan sebaik-baiknya, Aurat adalah sesuatu yang harus kita jaga.
Allah SWT berfirman
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Ahzab: 59).
Ketika kita telah mampu menutup aurat, maka Allah limpahkan kebaikan dan keberkahan berupa tidak akan hilangnya identitas sebagai wanita yang suci dan juga terhormat.
Ialah Wanita yang Hebat!
Hebat! ya hebat, bukan wanita sembarang wanita, bukan yang senang dipandangi banyak orang, bukan yang suka menampakkan auratnya dan berpakaian bermegah-megahan, dan bukan pula yang berjalannya senang berlenggak-lenggok dikerumunan laki-laki.
Wanita hebat itu adalah muslimah berakhlak mulia yang takut kepada Allah, yang selalu tunduk dan taat pada aturanNya. Menutup aurat sudah menjadi keputusannya untuk beribadah kepada Rabbnya.
Keindahan yang Allah anugerahkan hanya ia tujukan buat suami tercintanya, subhanAllah….
Menundukkan pandangan adalah perisainya ketika ia menghadapi dunia luar yang penuh godaan syaitan dan maksiat.
Itulah wanita hebat. Muslimah yang tak takut dibilang ketinggalan zaman. Ia hanya seorang hambaNya yang taat, sekalipun terkadang zaman menganggapnya kuno. Ia hanya mengharap KeridhoanNya. Maha Suci Allah yang telah menciptakan makhluk terindah bernama wanita.
Saudariku wahai wanita, Yuk! jadi wanita hebat
 
ed : danw

X