UAS Batal Ceramah Karena Fitnah, NU Riau Pecat Pengurus Penyebar Fitnah
Jakarta – Ustaz Abdul Somad tidak jadi mengisi tausiah dalam peringatan hari lahir Nahdlatul Ulama (NU) ke-92 di Riau karena munculnya fitnah. Pihak PWNU mengambil langkah tegas tentang fitnah kepada Abdul Somad itu.
Ketua PWNU Riau Rusli Ahmad mengatakan Abdul Somad diagendakan mengisi tausiah dalam Apel Akbar NU Menjaga NKRI pada hari ini. Namun Somad tak jadi mengisi tausiah karena ada oknum yang menyebarkan fitnah hingga akhirnya PWNU mengambil langkah tegas.
“Itu kan ada salah satu oknum kepengurusan yang bahasanya mungkin tidak diterima oleh Ustaz Abdul Somad karena ada unsur fitnah. Jadi makanya kita juga sudah rapat kepengurusan lengkap kemarin. Yang bersangkutan sudah kita pecat,” kata Rusli saat dihubungi, Selasa (8/5/2018).
Maksud Pemecatan
Rusli mengatakan pemecatan dilakukan untuk menghindari fitnah. Dia tak ingin ada salah paham antara warga NU secara umum dan PWNU Riau secara khusus dengan Abdul Somad.
“Karena kita takut bahan fitnah lagi, (bahwa) kita membela pengurus yang bersangkutan itu. Untuk menjaga silaturahmi Ustaz Somad dengan para kiai juga, dengan kami juga. Untuk menghindari, jadi kita ambil tindakan tegas,” ujar dia.
Rusli menegaskan penunjukan Abdul Somad sebagai pengisi tausiah sudah disetujui dari awal. Selain itu, Abdul Somad ditunjuk karena pria asal Riau itu juga berasal dari NU.
“Nggak ada persoalan sama sekali. Orang dia orang NU tulen, kok. Dia orang NU itu,” tutur Rusli.
Klarifikasi UAS Batal Ceramah
Sebelumnya diberitakan, Abdul Somad memberikan klarifikasi mengenai ketikdakhadirannya di acara itu.
Abdul Somad memberikan penjelasan melalui akun Instagram-nya, @ustadzabdulsomad, Senin (7/5/2018).
Klarifikasi Ketidakhadiran UAS pada Harlah NU
1. Prof. Dr. Ahmad Mujahidin meminta kepada UAS melalui WA agar memberikan tausiyah pada Hari Lahir NU di Riau. Namun UAS tidak dapat hadir karena bertabrakan dengan jadwal di Surabaya (27-29 April)
2. Saudara Fery dan Bapak Nazar (Pengurus NU dan Pegawai Kemenag Riau) menemui UAS di Hotel Batiqa (27 Maret 2018) untuk meminta agar UAS bersedia memberikan tausiyah pada Harlah NU di Riau, namun UAS tidak dapat memenuhi undangan tersebut karena bertabrakan dengan jadwal di Surabaya
3. Saudara Fery dan Tengku Rusli Ahmad menemui UAS di Ruang VIP Bandara Sultan Syarif Kasim 2 agar memberikan tausiyah pada harlah NU di Riau tanggal 8 Mei 2018, UAS tidak dapat memenuhi undangan tersebut karena sore hari akan ke Kampar. Tapi karena Saudara Fery dan Tengku Rusli Ahmad bolak balik mendesak dan hanya 1 jam saja, maka UAS pun mengalah dan memberikan waktu, sore hari dari jam 16.00-17.00 WIB
4. Pada tanggal 27 April, tersebar tulisan di grup “Forum Alumni Gagasan” (lihat gambar nomor 2-4 / poin ke 4)
5. UAS tidak boleh satu panggung dengan para petinggi (lihat gambar nomor 6)
6. Pada tanggal 1 Mei, Saudara Nawir (Tim UAS) mengirim WA ke Saudara Fery agar panitia mencari pengganti karena masih ada waktu 8 hari lagi agar tidak terjadi fitnah.
7. Demikianlah klarifikasi ini ditulis agar tidak menjadi fitnah, tetap menjaga Ukhuwah Islamiyah sesama Nahdlatul Ulama dan ukhuwah wathaniyah dalam bingkai NKRI
8. Wallahu muwaffiq ila aqwamit-thariq.
Sebelum ada kepastian dari Abdul Somad ini, sempat beredar kabar simpang siur mengenai jadi-tidaknya sang penceramah memberikan tausiah.
Isu itu mengemuka setelah munculnya capture percakapan di grup WhatsApp yang menyudutkan Abdul Somad.
Merujuk pada penjelasannya, Abdul Somad menyatakan akhirnya dia batal mengisi ceramah, tapi dengan tetap memberikan pemberitahuan delapan hari sebelumnya.
Benarkah Abu Janda Warga Nahdliyin? Ini Penjelasan Resmi NU
Permadi Arya atau Abu Janda Al-Boliwudi pernah menyatakan jika dirinya adalah warga Nahdliyin.
Untuk menguatkan hal itu ia pernah mengunggah fotonya bersama Ketua PBNU, Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siradj.
Pertanyaan soal apakah Abu Janda NU atau bukan ternyata sudah pernah muncul di situs resmi NU Januari 2017 lalu.
Saat itu banyak yang menghubungkan Abu Janda dengan Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Barisan Ansor Serbaguna (Banser).
Namun Kepala Satuan Koordinasi Nasional (Kasatkornas) Banser Alfa Isnaeni, membantah hal tersebut.
Alfa Isnaeni, mengatakan, akun Facebook “Abu Janda” sama sekali tidak memiliki hubungan dengan Gerakan Pemuda Ansor dan Barisan Ansor Serbaguna (Banser). Sebab Ansor dan Banser tidak berwatak demikian.
Hal itu setelah Alfa menugaskan kader untuk melacak siapa sebenarnya yang membuat akun Abu Janda tersebut.
“Dengan nama akun yang tidak jelas, kita mesti berhati-hati dengan akun model Abu Janda ini. Selain tidak jelas profilnya, kita masih meraba motif dan kepentingannya apa,” ujar Alfa saat itu.
Untuk diketahui, belakangan ini publik ramai membincang akun Ustad Abu Janda Al-Boliwudi. Tulisan-tulisan Abu Janda NU diikuti banyak orang. Namun, banyak pula akun-akun menentang bahkan memusuhinya sehingga terjadi perdebatan di kolom-kolom komentar.
Intinya, lanjut dia, perlu selektif dan tidak gampang ngeshare dari orang-orang model begini, yang mungkin belakangan sudah banyak jumlahnya di media sosial.
“Sesuatu yang baik itu jelas sumber dan motifnya. Banser tidak akan membiarkan siapapun yang akan memecah belah NKRI dengan beragam cara. Di dunia nyata dan dunia maya (internet), Banser selalu ada untuk menjaga NKRI,” pungkasnya.
Persoalkan Hadist, Abu Janda di-Skakmat Mahfud MD
Permadi Arya alias Abu Janda kembali jadi perbincangan saat tampil dalam ILC TV One Selasa (5/desember/2017).
Abu janda sempat telibat perdebatan sengit dengan ustadz Felix Siuaw.
Salah satu yang dikritik Abu Janda yang memiliki 350 ribu pengikut di facebook ini adalah tentang hadist.
“Hadits itu kan baru ada 200 tahun setelah Nabi wafat,” kata Abu Janda.
Sontak saja Mahfud MD, Pakar Hukum Tata Negara yang juga tokoh menyemprot Abu Janda gara-gara pernyataannya itu.
“Ketika Saudara Felix membaca beberapa hadits, lalu dia (Abu Janda) membantah mengatakan bahwa hadits itu kan ada 200 tahun sesudah Nabi wafat,
Wah ini sangat bertentangan. Pandangan ini sangat bertentangan dengan tradisi NU,” kata Mahfud MD.
“Justru NU mengembangkan hadits itu dan tahu bahwa hadits itu memang ditulis dan diteliti secara resmi dalam ilmu mustholah hadits. Itu tahu orang NU. Karena setelah diteliti hadits itu ada tingkatannya,” lanjut mantan ketua MK itu.
Sumber : tribunnews/nu.or.id
KH Hasyim Ashari dan Fatwa Jihad NU Melawan Penjajah
Tulisan ini hanya sepenggal kisah tentang Hasyim Asyari, pahlawan nasional dan pendiri organisasi Nahdhatul Ulama (NU). Kiai karismatik berjuluk Hadratus Syaikh yang berarti Maha Guru, ini dikenal sebagai ahli ilmu agama, khususnya tafsir, hadits dan fiqih.
Dia mengabdi kepada umat dengan mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Hasyim juga berdakwah ke daerah-daerah pada masanya.
Sedangkan gelar pahlawan dia dapat karena pada masa penjajahan belanda, Hasyim Asyari ikut mendukung upaya kemerdekaan dengan menggerakkan rakyat melalui fatwa jihad yang kemudian dikenal sebagai resolusi jihad melawan penjajah Belanda pada 22 Oktober 1945. Akibat fatwa itu, meledak lah perang di Surabaya pada 10 November 1945.
Menurut Ishom Hadzik (2000) dalam buku yang ditulis Zuhairi Misrawi berjudul “Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: moderasi, keumatan, dan kebangsaan”,
Pada masa penjajahan Belanda, K.H. Hasyim senantiasa berkomunikasi dengan tokoh-tokoh muslim dari berbagai penjuru dunia untuk melawan penjajahan.
Misalnya dengan Pangeran Abdul Karim al-Khatthabi (Maroko), Sultan Pasha Al-Athrasi (Suriah), Muhammad Amin al-Husaini (Palestina), Hasan al Bana (Mesir), Dhiyauddin al-Syairazi, Muhammad Ali, dan Syaukat Ali (India), serta Muhammad Ali Jinnah (Pakistan).
Hasilnya pada 22 Oktober 1945, Hasyim dan sejumlah ulama di kantor NU Jawa Timur mengeluarkan resolusi jihad itu.
Bahkan ketika Bung Tomo meminta Kiai Hasyim mengungsi dari Jombang, Hasyim berkukuh bertahan hingga titik darah penghabisan. Hingga muncul sebuah kaidah (rumusan masalah yang menjadi hukum) populer di kalangan kelompok tradisional; hubb al-wathan min al-iman (mencintai tanah air adalah bagian dari iman).
Fatwa atau resolusi jihad Hasyim berisi lima butir. Seperti ditulis Lathiful Khuluq berjudul “Fajar Kebangunan Ulama, Biografi Kiyai Hasyim Asyari” yang diterbitkan LKiS pada 2000 lalu,
Butir Pertama resolusi jihad berbunyi; kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus wajib dipertahankan.
Butir Kedua; Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong.
Butir Ketiga; musuh republik Indonesia yaitu Belanda yang kembali ke Indonesia dengan bantuan sekutu Inggris pasti akan menggunakan cara-cara politik dan militer untuk menjajah kembali Indonesia.
Butir Keempat; umat Islam terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kembali.
Butir Kelima; kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer, sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu dalam bentuk material terhadap mereka yang berjuang.
Semangat dakwah antikolonialisme sudah melekat pada diri Hasyim sejak belajar di Makkah, ketika jatuhnya dinasti Ottoman di Turki.
Menurut Muhammad Asad Syihab (1994), KH Hasyim pernah mengumpulkan kawan-kawannya, lalu berdoa di depan Multazam, berjanji menegakkan panji-panji keislaman dan melawan berbagai bentuk penjajahan.
Semangat itu dia bawa tatkala kembali ke Indonesia dan dia tularkan kepada anaknya, Kiyai Wahid Hasyim. Kelak, Kiyai Wahid Hasyim dipercaya menjabat sebagai Menteri Agama pertama pada era Presiden Soekarno.
Sikap anti penjajahan juga sempat membawa KH Hasyim masuk bui ketika masa penjajahan Jepang.
Waktu itu, kedatangan Jepang disertai kebudayaan ‘Saikerei’ yaitu menghormati Kaisar Jepang “Tenno Heika” dengan cara membungkukkan badan 90 derajat menghadap ke arah Tokyo setiap pagi sekitar pukul 07.00 WIB.
Budaya itu wajib dilakukan penduduk tanpa kecuali, baik anak sekolah, pegawai pemerintah, kaum pekerja dan buruh, bahkan di pesantren-pesantren.
Bisa ditebak, Hasyim Asyari menentang karena dia menganggapnya ‘haram’ dan dosa besar. Membungkukkan badan semacam itu menyerupai ‘ruku’ dalam sholat, hanya diperuntukkan menyembah Allah SWT.
Menurut Hasyim, selain kepada Allah hukumnya haram, sekalipun terhadap Kaisar Tenno Heika yang katanya keturunan Dewa Amaterasu, Dewa Langit.
Akibat penolakannya itu, pada akhir April 1942, KH Hasyim Asyari yang sudah berumur 70 tahun dijebloskan ke dalam penjara di Jombang. Kemudian dipindah ke Mojokerto, lalu ke penjara Bubutan, Surabaya.
Selama dalam tawanan Jepang, Kiai Hasyim disiksa hingga jari-jari kedua tangannya remuk tak lagi bisa digerakkan.
KH Hasyim Asyari lahir di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 dengan nama lengkap Mohammad Hasyim Asyari. Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng dan organisasi NU. Kakek almarhum Gus Dur ini meninggal di Jombang, 25 Juli 1947 pada umur 72 tahun.
Sumber : Merdeka
NU DKI Deklarasi Dukung Penuh Anies Sandi dan Berkomitmen Memenangkannya
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta menyatakan mendukung penuh secara kultural calon gubernur dan wakil gubernur Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pada putaran kedua Pilgub DKI 19 April mendatang.
Dukungan disampaikan Rais Syuriah PWNU DKI KH Mahfudz Asirun saat menggelar doa bersama di Cengkareng, Jakarta Barat, Kamis (13/4) malam.
“Meskipun secara organisatoris NU tak berpolitik praktis, tetapi secara kultural, NU DKI mendukung penuh Anies-Sandi pada putaran kedua 19 April mendatang,” ujar KH Mahfudz dalam sambutannya seperti dikutip dari keterangan pers diterima Republika, Kamis (13/4).
Menurut Selanjutnya, Mahfudz juga menyatakan, pada prinsipnya dia wajib menyampaikan kepada warga NU untuk mensosialisasikan salah satu poin Muktamar NU di Ponpes Lirboyo Kediri, tentang kewajiban warga Nahdliyin untuk memilih pemimpin.
Menurut Mahfudz, menyosialisasikan isi dari Muktamar NU adalah suatu amanah ulama dan kyai NU se-Indonesia.
“Insya Allah, tidak lama lagi kita akan mendapat gubernur baru, yang mencintai Allah dan dicintai Allah,” kata Mahfudz masih dalam sambutannya. Ia juga berharap, jika Anies terpilih, dia bisa menjadi gubernur yang mencintai rakyat dan dicintai rakyat Jakarta.
Deklarasi NU DKI di GOR Jakarta Barat
Deklarasi sendiri dilakukan di GOR Cendrawasih, Cengkareng Barat, Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu (5/4/2017) siang. Dalam deklarasi ini, turut hadir pula sejumlah tokoh besar NU di antaranya, KH Abdul Rahman Soheh, KH Munahar Muhtar, KH Suripno Husein, KH Fahrurrozi, KH A. Kasir, KH Abdul Rozak, KH Fathonah, KH Ali Mahfud, dan Ustad Fahrur.
“Ini merupakan perintah dari Rois Surya. Rois sendiri adalah penjaga kemulian, sebagaimana hasil mukhtamar Lirboyo 30 di kediri, Jawa Timur. Pilihan ini merupakan hal yang wajib, memilih gubernur muslim,” ucap KH Abdul Rahman Soheh, Rois Suriah Cabang Jakarta Barat, kemarin.
KH Soheh menyebut, berbeda dengan paslon lain. Anies-Sandi mampu menciptakan kerukunan umat bergama, selain itu keduanya pantas dipilih karena menjaga Ahlusunnah Wal Jamaah di Jakarta.
Setelah deklarasi ini, NU sendiri berkomitmen teguh untuk memenangkan Anies-Sandi. Gerakan tentang pemenangan dan mengantarkan Anies – Sandi untuk menang merupakan kewajiban.
Dalam deklarasinya, warga Nahdliyin menyatakan dan mendukung Anies – Sandi menjadi Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Ini tak lepas dari beberapa program kerja yang sangat berpihak kepada umat, seperti KJP Plus, KJS Plus, DP 0 persen, Program OK OCE, Program memakmurkan masjid dan perhatiannya kepada marbot, serta guru guru ngaji.
Begini Nasib Saksi Ahli Agama Pembela Ahok Usai Bersaksi Di Sidang Ke-15
KH Ahmad Ishomuddin, saksi ahli agama yang meringankan Terdakwa kasus penistaan agama Basuki T. Purnama pada sidang ke-15 Selasa (21/3/2017) kemarin, akhirnya dipecat dari pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sebelumnya, dosen IAIN Raden Intan Lampung ini merupakan Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI.
“Kemarin dalam rapat, diinformasikan (Ahmad Ishomuddin) sudah di-PAW, digantikan orang lain,” jelas Wakil Ketua Umum MUI Prof. Yunahar Ilyas kepada Kantor Berita Politik Republika RMOL sesaat lalu (Rabu, 22/3).
Bahkan informasi dari Rais Aam PBNU yang juga Ketua Umum MUI KH Maruf Amin, yang bersangkutan sudah tidak lagi menjadi Rais Syuriah PBNU.
“Sudah diturunkan menjadi Tanfidz,” sambung Prof. Yunahar.
Terkait pengakuan KH Ahmad Ishomuddin bahwa dia tidak diundang dalam membahas masalah Ahok, Prof. Yunahar tidak begitu mengetahui.
Lagi pula, tidak ada keharusan semua anggota hadir.
“Apalagi yang mengurus ini pengurus harian. Dia tidak pengurus harian,” sambungnya.
Soal alasan pencopotan, dia menambahkan, karena KH Ahmad Ishomuddin tidak sejalan dengan sikap MUI dan Komisi Fatwa.
Dalam kesaksiannya kemarin, KH Ahmad Ishomuddin mengaku atas nama pribadi. Saat menjadi saksi Ishomuddin menuding Pendapat Keagamaan MUI menjadi pemicu masalah Ahok menjadi besar. Bahkan Ishomuddin menyatakan surat Al-Maidah 51 sudah tidak relevan lagi saat ini.
Dalam keterangan lain, ternyata KH Ahmad Ishomuddin belum Doktor dan belum Haji. Dia juga bukan pakar tafsir, tapi dosen biasa ushul fiqh.
Memakai nama IAIN Raden Intan. Ttidak ada izin dari Rektor. Banyak diantara para dosen sangat terluka dengan pernyataan beliau yang munafiq.
Dulu KH Ahmad Ishomanuddin mengatakan 2 bulan lalu mengatakan dengan berbagai argumentasi, katanya demi Allah tidak mendukung Ahok. Namun ternyata dalam FB dan di forum-forum tertentu ia mendukung Ahok.
Beberapa kawan yang tergabung dalam GNPF MUI Lampung akan mengambil sikap Pemboikotan seluruh aktivitasnya.
Nasrulloh Nasution, Koordinator Persidangan Tim Advokasi GNPF MUI yang hadir menyaksikan persidangan mengatakan bahwa keterangan Ahli Agama dari kubu Ahok ini sangat memprihatinkan.
“Pasalnya, sebagai orang yang mengaku ulama seharusnya Ahli berada di jalur yang benar dan taat pada seruan MUI sebagai representasi ulama di Indonesia,” kata Nasrulloh di Auditorium Kementan, Ragunan, Jakarta, Selasa (21/3/2017).
Sumber : Republika RMOL, Portal Islam, Jurnal Islam
KH Hasyim Muzadi Wafat, Biografi dan 3 Hal Pandangan Islamnya
Innalillahi wa Inna Ilaihi Raajiun, Mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Pusat, KH Hasyim Muzadi dikabarkan meninggal dunia pagi hari ini.
Informasi meninggalnya Kiyai Muzadi disampaikan oleh KH Mustofa Bisri (Gusmus) melalui akun twitter pribadinya @gusmusgusmu, kamis(16/3/2017) pukul 06:44 WIB.
“Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raajiun. Kita kehilangan lagi seorang tokoh, mantan Ketum PBNU, KH. Hasyim Muzadi. Semoga husnul Khatimah” bunyi tweet Gusmus.
KH Hasyim Muzadi meninggal setelah sempat menjalani perawatan di ruang ICU Rumah Sakit Lavalette, Malang, Jawa Timur, akibat sakit yang dideritanya.
Biografi
KH. Ahmad Hasyim Muzadi terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) pada Muktamar ke-30 di Lirboyo, Kediri tahun 1999.
Kemudian pada Muktamar NU ke-31 di Donohudan, Boyolali, Jateng, Kiyai Hasyim kembali terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) setelah berhasil mengungguli secara mutlak para pesaingnya, termasuk KH Abdurrahman Wahid.
Kiyai Hasyim Muzadi pernah menjadi pengasuh pondok pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur. KH Hasyim lahir di Tuban pada tanggal 8 Agustus 1944 dari pasangan H. Muzadi dengan istrinya Hj. Rumyati.
Kiyai Hasyim menempuh jalur pendidikan dasarnya di Madrasah Ibtidaiyah di Tuban pada tahun 1950 dan menuntaskan kuliahnya di Institut Agama Islam Negeri IAIN Malang, Jawa Timur pada tahun 1969.
Suami dari Hj. Muthomimah ini mengawali politik dengan menjadi anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur pada tahun 1986, yang ketika itu masih bernaung di bawah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Kemudian maju menjadi Cawapres Megawati Soekarnoputri dalam pemilihan presiden Indonesia 2004. Dalam pemilihan umum Presiden Indonesia 2004, Megawati dan KH. Hasyim Muzadi meraih 26.2% suara di putaran pertama, tetapi kalah dari pasanganSusilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla di putaran kedua.
Pandangan Islamnya
1. Mendukung Aksi 212 anti Penistaan Qur’an
Mantan Ketua Umum PBNU, KH. Hasyim Muzadi bereaksi atas munculnya persoalan terkait kasus dugaan penistaan Alquran Surah al-Maidah ayat 51 yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjaja Purnama.
Dalam rilis yang dikirimkan KH. Hasyim Muzadi kepada Republika.co.id, Rabu pagi (9/10), dia menyatakan pandangannya yang diberi judul ‘Kekuatan (Energi) Alquran dan Politisasi’. Tulisannya berisi 4 poin agar tak boleh seorangpun melakukan penistaan Al Qur’an.
Menurutnya apabila salah satu dari tiga hal yaitu Allah swt, Rasulullah saw, dan kitab suci Al Qur’an disinggung dan direndahkan, pasti mendapat reaksi spontan dari umat Islam tanpa disuruh siapa pun. Reaksi tersebut akan segera meluas tanpa bisa dibatasi oleh sekat-sekat organisasi, partai, dan birokrasi.
Sebab kedahsyatan energi Alquran tersebut hanya bisa dimengerti, dirasakan dan diperjuangkan oleh orang yang memang mengimani Alquran. Tentu sangat sulit untuk diterangkan kepada mereka yang tidak percaya kepada Alquran, berpikiran atheis, sekuler dan liberal.
2. Yang Benar Islam di Nusantara, bukan Islam Nusantara
Secretary General of International Conference of Islamic Sholars (ICIS), KH. Hasyim Muzadi, menyingung soal Islam rahamatan lil ‘alamin dan Islam Nusantara pada acara penutupan (ICIS) ke-IV di UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang tahun 2015 lalu.
Menurutnya, Islam rahmatan lil ‘alamin dirujuk karena untuk menghindari konflik antara negara, atau antara regional. Sehingga tidak membatasi Islam dengan sudut geografis ataupun kultural.
“Oleh karena itu kita sebut Islam di Nusantara, bukan Islam Nusantara. Supaya tidak membedakan diri dengan Islam di lain negara,” ujarnya.
“Nusantara tidak bisa dipakai nama Islam, karena Islam itu kan universal (umum, melingkupi seluruh dunia), kalau Nusantara itu lokal,” lanjut pimpinan Ponpes Al-Hikam Malang ini.
Menurutnya, dahulu Islam Nusantara masih relevan untuk berdakwah di masa animisme saat kerajaan Hindu-Budha berkuasa di Indonesia.
“Tapi sekarang jadi dibelok-belokan seperti membenci Arab-lah, membenci Wahabi-lah, dan macam-macam” ungkapnya. Padahal yang terpenting hadirnya Islam adalah rahmat bagi semua.
3. Menurut KH Hasyim Muzadi : FPI organisasi terpopuler dan mirip NU tahun 70an.
“FPI lebih jelas NKRI-nya, Saya mendukung perjuangan FPI dalam memberantas kemaksiatan dan Aliran sesat di Indonesia,” dalam suatu kesempatan.
KH. Hasyim Muzadi mengatakan, Secara idiologi FPI sama dengan NU. Tauhidnya menggunakan Al-Asy’ari dan Al-Maturidi; syariah-fiqih juga menggunakan empat mahzab dan lebih banyak di pakai Imam Syafi’i; tasawufnya juga menggunakan Imam Ghozali dan Imam Junaidi Albaghdadi dan sebagainya, yang sama-sama di pakai NU.
Menyikapi soal sweping, KH. Hasyim Muzadi mengatakan :”Tindakan FPI sudah tepat, sebab miras dan pelacuran itu melanggar KUHP.”
Di sisi lain FPI biasanya sudah melakukan laporan kepada penegak hukum setempat, tetapi dihiraukan. Dari sisi lain, pengaduan masyarakat setempat yang sudah muak dengan kemaksiatan. “FPI itu sangat Cinta NKRI, kita dapat lihat dari pemikiran syariatnya yang selalu dituangkan dalam bingkai NKRI” tegas KH. Hasyim Muzadi.
Dari : Berbagai Sumber