Palang Merah Internasional Desak Myanmar Bolehkan Bantuan untuk Warga Rohingya

Peter Maurer, presiden Komite Palang Merah Internasional (ICRC), mengatakan kepada wartawan di ibukota komersial Myanmar, Yangon, Rabu (10/5/2017) malam bahwa dia telah meminta pemerintahan Aung San Suu Kyi untuk memberikan akses kepada pekerja bantuan untuk orang-orang yang menderita di bawah Kondisi memprihatinkan di bebarapa bagian negara Myanmar.
Pemerintah Myanmar telah memblokir akses ke daerah-daerah di mana mereka melakukan tindakan keras terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya.
“Kami ingin memiliki akses ke semua orang yang membutuhkan untuk melakukan penilaian yang tepat, untuk membantu memudahkan sesuai dengan kebutuhan,” kata Maurer.
Maurer baru-baru ini mengunjungi negara bagian Rakhine di bagian barat laut, di mana dia mengunjungi kamp-kamp yang didirikan hampir lima tahun yang lalu untuk menampung Muslim Rohingya yang mengungsi akibat diusir oleh ekstremis Budha. Namun, dia tidak diizinkan untuk mengunjungi bagian utara negara tersebut, di mana sebuah operasi keamanan membuat sekitar 75.000 orang Muslim Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh.
Presiden Palang Merah itu mengatakan bahwa dia “tidak puas” dengan pembatasan yang diberlakukan oleh pejabat Myanmar. Dia mengatakan bahwa dia yakin pemberian lebih banyak akses akan sesuai dengan kepentingan pemerintah dan angkatan bersenjata Myanmar.
“Dipenghujung hari tidak ada alat yang lebih efektif untuk mengurangi ketegangan daripada menawarkan prosedur yang lancar untuk akses ke organisasi kemanusiaan seperti kita,” katanya.
Maurer dijadwalkan untuk pergi ke ibu kota, Naypyidaw, pada hari Jum’at untuk bertemu dengan pejabat dan akan bertemu dengan Aung San Suu Kyi di Beijing dalam sebuah konferensi internasional di sana pekan depan, katanya.
Mantan tahanan politik Ang San Suu Kyi menang telak dalam pemilihan dan menjadi kepala pemerintahan sipil de facto pada bulan April 2016 setelah berpuluh-puluh tahun diperintah militer.
Tentara dan polisi Myanmar melakukan pembunuhan dan memperkosa terhadap Rohingya, yang kewarganegaraannya ditolak di Myanmar dan secara luas dipandang sebagai orang luar oleh mayoritas umat Budha negara itu meski mereka telah berabad-adab tinggal di negara tersebut.
Sejak Oktober 2016, pasukan Myanmar telah melakukan tindakan keras militer di Negara Bagian Rakhine, di mana komunitas Rohingya terutama berbasis, menyusul sebuah serangan di sebuah pos polisi yang dipersalahkan atas militan terkait Rohingya.
Menurut sebuah laporan yang dikeluarkan oleh PBB bulan lalu, pasukan Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan perkosaan terhadap komunitas Muslim Rohingya.
 
Sumber : Okezone/voaislam

X