Mengenal TGB Zainul Majdi, Gubernur NTB yang Hafidz Qur'an
Museum Rekor Indonesia (MURI) telah memberi penghargaan kepada DR. TGH. M. Zainul Majdi sebagai Gubernur paling muda, karena saat dilantik sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tanggal 17 September 2008, usianya 36 tahun.
Namun selain itu, warga NTB juga berbangga dengan gubernur yang juga merupakan seorang Hafiz Al Qur’an yang hafal 30 juz.
Bagi Tuan Guru Bajang yang juga Gubernur NTB ini, membaca dan menghafal Al-Qur’an “sangat penting”.
Menurutnya, untuk memahami tuntunan Nabi Muhammad SAW terkait dengan Al-Qur’an, maka menghafal Al-Qur’an termasuk bagian dari pengkhidmatan kepada Al-Qur’an.
“Jadi jangan sampai menghafal ayat-ayat Al-Qur’an hanyalah sekadar iseng-iseng saja,” paparnya.
Tuan Guru Bajang yang menyelesaikan pendidikan program doktoral pada Universitas Al Azhar Mesir itu telah menghafal Al-Qur’an sejak nyantri di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan di Lombok Timur kurang lebih selama 6 tahun lamanya.
“Sesungguhnya tidak sulit menghafal Al-Qur’an itu. Kalau pun ada, itu terjadi pada muraja’ah (mengulang) atau istirja’ (mengembalikan memori),” jelasnya.
Pria yang akrab di sapa dengan TGB ini juga telah berhasil melalui ujian di Universitas Al Azhar dalam bidang tahfiz Al-Qur’an sebanyak 12 juz. Menurutnya, yang paling sulit dalam mengikuti ujian itu adalah pada ujian lisan, karena harus langsung menjawab dan hampir tidak ada waktu untuk berpikir.
TGB memilih waktu untuk menghafal Al-Qur’an di tengah kesibukannya sebagai orang nomor satu di NTB ini selain ba’da shalat, TGB sering memilih waktu di kendaraan dalam perjalanan ke berbagai daerah untuk menghafal Al-Qur’an mengikuti tilawah dari beberapa qori seperti Hudzaifi dan Abdul Basith.
M. Zainul Majdi, lahir di Pancor, Lombok Timur, 31 Mei 1972 dan terpilih sebagai Gubernur NTB pada tahun 2008 berpasangan dengan Badrul Munir sebagai Wakil Gubernur, diusung oleh Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Pada periode kedua tahun 2013 TGB terpilih kembali berpasangan dengan Muhammad Amin, diusung oleh Partai PKS, PBB, menyusul Demokrat, Golkar, PDIP, PAN, HANURA, dan PKB.
TGB adalah anak dari pasangan HM Djalaluddin SH, seorang pensiunan birokrat Pemda NTB dan Hj. Rauhun Zainuddin Abdul Madjid, putri TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid, pendiri organisasi Islam terbesar di NTB yaitu Nahdlatul Wathan (NW). Istri beliau adalah Hj. Erica Zainul Majdi.
Sebagai cucu pendiri organisasi terbesar di NTB bernama Nahdlatul Wathan (NW), Zainul Majdi tumbuh dewasa dalam suasana pendidikan pesantren. Setelah menempuh pendidikan di Ma’had Darul Qur’an Wal Hadist NW Pancor.
Zainul Majdi melanjutkan pendidikan di Jurusan Tafsir dan ilmu-ilmu Al Qur’an, Fakultas Usuluddin, Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir sampai memperoleh gelar Master.
Sebelum terpilih sebagai Gubernur NTB, sejak 1999 Zainul Majdi telah aktif bergerak di bidang dakwah. Di tahun yang sama ia juga mulai menduduki jabatan Ro’is Am Dewan Tanfidziyah PBNW.
Selain itu, ia juga merupakan Ketua YPH. PPD NW Pancor dan anggota DPR RI mewakili NTB periode 2004-2009 dari Fraksi PBB. Kemudian di usung PKS dan PBB untuk menjadi Gubernur NTB.
Sumber : Kupas Merdeka
Harvard Akui Al-Quran sebagai Salah Satu Ekspresi Keadilan Terhebat
Harvard Law School, salah satu Universitas Hukum paling tua di Amerika, memasang kutipan dari salah satu ayat Al-Quran di pintu masuk perpustakaan fakultas. Ayat Al Quran itu dideskripsikan sebagai salah satu ekspresi keadilan terhebat sepanjang sejarah.
Ayat 135 dari Surat An-Nisa, dipasang pada dinding yang menghadap pintu masuk utama fakultas. Kutipan Al Quran itu didedikasikan untuk frase terbaik yang mengartikulasikan tentang keadilan.
“Fakultas Hukum Harvard menyebut ayat suci sebagai salah satu ekspresi terhebat tentang keadilan sepanjang sejarah,” tulis surat kabar Arab Saudi ‘Ajel’ seperti dikutip Emirates247.
Ayat Alquran itu diukir di tembok yang menghadap pintu masuk utama Fakultas Hukum Harvard. Seperti ditulis Ajel, Harvard mengabadikan ayat tersebut sebagai kata-kata terbaik tentang keadilan.
Didirikan pada tahun 1817, Harvard merupakan sekolah hukum tertua di Amerika Serikat dan merupakan pusat bagi perpustakaan akademis hukum terbesar di dunia. Presiden Amerika Serikat Barack Obama merupakan salah satu alumni sekolah tersebut.
Menurut laman resminya, The Words of Justice exhibition, merupakan sebuah pameran testimoni dan pernyataan dari sejumlah orang atau lembaga berpengaruh tentang kerinduan manusia untuk tercapainya keadilan dan martabat melalui hukum.
Ada sekitar dua lusin kutipan yang dipamerkan di instalasi seni yang diciptakan oleh sekolah itu. Tiga kutipan yang paling mencolok ditampilkan di pintu masuk instalasi seni, diantaranya kutipan dari St. Augustine, Al-Quran dan Magna Carta.
Adapun isi Surat Annisa Ayat 135 adalah,“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Tahu terhadap segala apa yang kamu kerjakan.” []
Sumber: the deen show.
Hikmah di Balik Penistaan Al Qur'an
Kasus penistaan terhadap Alquran belakangan ini menjadi isu yang ramai dibicarakan oleh banyak pihak. Bukan hanya oleh umat Islam di Indonesia, tetapi juga mendapat perhatian masyarakat internasional. Terbukti untuk aksi 4 november yang lalu terdapat sejumlah wartawan internasional yang datang meliput.
Tentu peristiwa ini memberikan banyak hikmah. Salah satu hikmah yang terpenting adalah ini menjadi cara Allah agar umat kembali memberikan perhatian kepada Alquran; sebagai kitab suci dan mulia yang Allah turunkan kepada seluruh manusia.
Dengan demikian pada saat yang sama semoga hal tersebut menjadi tanda kebangkitan Islam di Indonesia. Pasalnya, kemuliaan, kebangkitan, dan kejayaan Islam selalu dimulai dengan kesadaran untuk kembali kepada Alquran. Nabi saw bersabda,
“Dengan kitab suci Alquran Allah muliakan sejumlah kaum dan dengan kitab suci Alquran pula Allah hinakan mereka.” (HR Muslim, Ahmad, Ibn Majah, ad-Darimi).
Artinya selama mereka berpegang dan kembali pada Alquran, Allah akan muliakan. Namun sebaliknya, kejatuhan dan kehinaan umat adalah ketika mereka berpaling dari kitab suci-Nya.
Dalam sejarah, masyarakat Arab, sebelum tersentuh dengan Alquran, mereka merupakan komunitas jahiliyah yang jauh tertinggal, buta huruf,, dan terbelakang. Namun berkat Alquran yang terus ditanamkan dan diajarkan oleh Rasul saw sejak awal kenabian,, dalam waktu singkat, mereka berubah menjadi umat terbaik.
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia: menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. (QS Ali-Imran (3) ayat: 110)
Tentu saja sikap kembali kepada Alquran tidak berhenti pada sekedar melakukan demo dan unjuk rasa membela Alquran. Namun kembali kepada Alquran harus terwujud dalam sejumlah amaliyah yang komprehensif seperti yang pernah diajarkan oleh Nabi saw.
Yaitu pertama dengan membacanya. Inilah interaksi pertama yang seharusnya ditunjukkan umat Islam terhadap Alquran. Pada masa sekarang ini posisi Alquran kerapkali tergantikan oleh buku, koran, majalah, televisi, dan terutama media sosial. Akhirnya tidak ada waktu untuk membuka dan membaca Alquran meski hanya beberapa menit dari dua puluh empat jam sehari.
Maka, saatnya kita harus menyadari bahwa Alquranlah yang harus menjadi bacaan pertama dan utama kita sebelum yang lain.
Sesibuk apapun sahabat, Rasul saw mendorong mereka untuk membaca Alquran. Sehingga tiada hari tanpa bersamanya. Entah di waktu pagi, siang maupun petang.
Membaca Alquran mendatangkan banyak kebaikan. Ia mendatangkan pahala, mendatangkan ketenangan, kelapangan, dan keberkahan, serta keselamatan dunia dan akhirat. Rasul saw bersabda:
“Bacalah Al Qur’an! Sebab Alquran akan datang pada hari kiamat dengan memberikan syafaat kepada pembacanya.”
Kedua adalah memahaminya. Alquran adalah kitab petunjuk (lihat di antaranya QS al-Baqarah:2).Karena itu sebagai petunjuk ia tidak hanya cukup dibaca, tapi juga harus harus ditelaah dan dipelajari secara benar agar tidak salah dan tidak tersesat.
Hanya saja bagaimana caranya agar kita bisa memahami Alquran secara benar sepeninggal Nabi saw? Caranya adalah dengan merujuk kepada pelanjut dan pewaris Nabi saw. Yaitu para ulama (ahli tafsir) yang memiliki integritas keilmuan dan moral; yang ilmu mereka mengantarkan pada rasa takut kepada Allah.
“Yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun. (QS Fatir (35) ayat: 28)
Bila tidak merujuk kepada ulama semacam itu, umat akan disesatkan oleh para ulama su yang menafsirkan Alquran sesuai akal, nafsu, dan kepentingan. Apalagi di zaman sekarang. Misalnya saat menafsirkan surat al-Maidah 51 yang sedang ramai diperbincangkan.
Para ahli tafsir dan fukaha sepakat bahwa ayat tersebut berisi larangan memberikan loyalitas kepada non-muslim, mulai dari menjadikannya sebagai sahabat setia, orang kepercayaan, dan puncaknya sebagai pemimpin.
Namun belakangan muncul ulama “nyeleneh” yang menafsirkan sesuai kepentingan. Ayat 51 dari surat al-Maidah itu diartikan dengan arti yang keluar dari mainstream para mufassir. Tidak aneh, karena sebelumnya mereka juga pernah mengatakan jilbab tidak wajib, pernikahan sejenis boleh, khamar tidak haram selama tidak memabukkan, dan riba dibolehkan selama tidak berlipat ganda.
Tentu ulama yang semacam ini tidak bisa menjadi rujukan dalam memahami Alquran.
Ketiga, mengamalkan Alquran dalam seluruh aspek kehidupan. Tidak hanya dalam berpolitik, tapi juga dalam berbisnis, dalam bermuamalah, dalam berkeluarga, dalam berbicara, dalam melakukan antivitas apa saja, hendaknya dihiasi dengan nilai-nilai Alquran.
Itulah yg membuat muslim tampil sebagai sosok yang indah, yang menjadi rahmat bagi semua alam. Karena dalam Alquran, setiap muslim dituntut untuk taat dan menunjukkan akhlak. Sehingga meski tidak boleh mengangkat pemimpin non-muslim misalnya, kita tetap diperintah untuk berbuat baik dan menunjukkan akhlak kepada mereka selama mereka tidak memerangi dan berbuat aniaya.
Keempat: mendakwahkan dan mengajarkan Alquran. Ini menjadi tugas setiap muslim, khusunya para dai dan ulama agar umat tidak “gagap” dan tidak tersesatkan oleh pihak-pihak yang mempunya kepentingan dunia. Nabi saw bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Alquran dan mengajarkannya.”
Wallahu a’lam
Yang Terbaik Menurut Quran dan Sunnah
Oleh: Ust. Farid Nu’man Hasan
Berikut ini adalah manusia-manusia terbaik menurut standar Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Semoga kita termasuk di dalamnya. Aamiin.
1. Orang beriman dan beramal shalih
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk”. (QS. Al Bayyinah: 7).
Imam Ibnu Katsir berkata: Abu Hurairah dan segolongan ulama telah berdalil dengan ayat ini bahwa kaum beriman di kalangan manusia lebih utama dibanding malaikat. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/458).
2. Orang kaya tapi taat kepada Allah Ta’ala
“Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhanya)”. (QS. Shad: 30).
3. Orang yang ditimpa ujian (penyakit, miskin, musibah) tapi bersabar dan taat
“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya)”. (QS. Shad: 44)
4. Para sahabat nabi dan orang yang mengikuti jejak mereka
“Kalian adalah umat yang terbaik dikeluarkan untuk manusia, memerintahkan yang ma’ruf, mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali ‘Imran: 110)
Siapakah umat terbaik dalam ayat ini? Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘Anhuma mengatakan: “Mereka adalah para sahabat nabi yang berhijrah bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Mekkah ke Madinah.” (Musnad Ahmad No. 2463. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 6164, katanya: shahih. Disepakati Adz Dzahabi)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan: Yang benar adalah ayat ini berlaku secara umum bagi semua umat ini (Islam), setiap masing-masing zaman, dan sebaik-baik zaman mereka adalah manusia yang ketika itu pada mereka diutus Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian yang mengikuti mereka, kemudian yang mengikuti mereka. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/94)
Demikianlah generasi sahabat, dan kita pun bisa menjadi khairu ummah sebagaimana mereka jika sudah memenuhi syarat-syarat seperti mereka. Imam Ibnu Jarir, meriwayatkan dari Qatadah, bahwa Umar Radhiallahu ‘Anhu berkhutbah ketika haji:
Barang siapa yang suka dirinya menjadi seperti umat tersebut maka penuhilah syarat yang Allah tentukan dalam ayat itu. (Tafsir Ath Thabari, 7/102).
Ayat ini diperkuat oleh hadits berikut: “Sebaik-baiknya manusia adalah zamanku, kemudian setelahnya, kemudian setelahnya”. (HR. Bukhari No. 2652).
Tentunya maksud manusia pada zaman nabi adalah manusia yang beriman kepadanya di zamannya, yaitu para sahabatnya. Bukan kaum munafiq dan kaum kafir yang hidup di zamannya.
5. Paling konsisten terhadap kewajiban
“Sesungguhnya yang terbaik di antara kamu adalah yang paling bagus qadha-nya”. (HR. Bukhari No. 2305, Muslim No. 1601, dari Abu Hurairah).
Maksud “qadha” adalah yang paling konsisten menepati kebenaran dan kewajiban yang ada padanya. (Ta’liq Mushthafa Al Bugha, 2/809).
6. Terbaik pada masa jahiliyah dan Islam
“Sebaik-baiknya kalian pada masa jahiliyah adalah yang terbaik di antara kalian pada masa Islam, jika mereka paham agama”. (HR. Bukhari No. 3384, dari Abu Hurairah)
7. Paling bagus akhlaknya
“Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya”. (HR. Bukhari No. 3559, dari Ibnu Umar, Muslim No. 2321, dari Ibnu Amr. Ini lafaz Bukhari).
8. Mempelajari Al Quran dan mengajarkannya
“Sebaik-baiknya kalian adalah yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya”. (HR. Bukhari No. 5027, dari Utsman).
9. Manusia yang panjang umur dan amalnya semakin baik
Maukah aku tunjukkan manusia terbaik di antara kalian? Mereka menjawab: “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Manusia terbaik di antara kamu adalah yang paling panjang usianya dan semakin baik amalnya.” (HR. Ahmad No. 7212, dari Abu Hurairah. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih lighairih. Al Hakim, Al Mustadrak No. 1255, katanya: shahih sesuai syarat Syaikhan (Bukhari-Muslim).
Cinta Allah, Cinta Qur'an
Tausiyah Iman – 22 Mei 2016
Bukti cinta pada Allah bukan hanya sekedar pengakuan lisan. Bukan pula ditulis dalam lembaran catatan saja. Tapi cinta pada Allah ialah sebagaimana yang dikatakan oleh Abdullah bin Mas’ud:
“Barang siapa yang ingin mengetahui bahwa ia mencintai Allah, maka berinteraksilah dengan Al Qur’an. Jika ia mencintai Al Qur’an maka ia mencintai Allah. Sebab Al Qur’an adalah kalamullah.”
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
(Baca juga: Siapakah Orang yang Paling Rugi)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Menghafal Al Quran Itu Mudah (1)
Oleh : Abdul Aziz Abdur Rauf, Lc, Al Hafidz
Berbicara tentang menghafal Al Qur’an merupakan tema yang sangat dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya karena sangat terkait dengan bagaimana kita memiliki hubungan yang akrab dengan Al Qur’an. Mereka yang akan ditolong oleh Al Qur’an adalah yang berstatus shahibul Qur’an.
Rasulullah saw bersabda “Bacalah Al Qur’an karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada orang yang bersahabat dengannya” (HR. Muslim).
Di dalam hadits diatas disebutkan bahwa yang mendapat pertolongan di hari akhir nanti adalah para sahabat Al Qur’an, bukan pembacanya, karena kalau pembacanya mungkin sekali atau dua kali membaca Al Qur’an, tetapi kalau sahabat membacanya seumur hidup. Mereka yang bersama Al Qur’an seumur hidupnya insya Allah akan ditolong oleh Al Qur’an.
Allah menegaskan bahwa Al Qur’an merupakan sesuatu yang mudah dikerjakan. Hal ini Allah katakan dalam firman-Nya
“Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?” (QS. Al Qamar: 17)
Oleh karena itu, sebelum membahas tema tentang menghafal, marilah terlebih dahulu kita benahi sikap kita terhadap Al Qur’an yang belum sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah SWT. Sebagian dari kita melihat hubungan dengan Al Qur’an itu adalah hubungan yang sifatnya boleh-boleh saja, yang mau silahkan yang tidak mau juga tidak apa-apa, ada lagi yang melihat Al Qur’an hanya sebagai pelengkap acara-acara yang harus ada di forum-forum resmi, misalnya saja pada acara resepsi (walimah) yang mengharuskan ada bacaan Al Qur’an.
Padahal sesungguhnya Allah SWT menginginkan kita untuk memahami Al Qur’an itu dengan pemahaman yang menyeluruh. Misalnya ketika kita sudah memahami bahwa kita harus beribadah semata-mata kepada Allah maka Allah mengingatkan kepada kita pentingnya peran Al Qur’an dalam hidup ini sebagaimana firman-Nya
“Sesungguhnya Kami menurunkan kitab (Al Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan (membawa) kebenaran maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta’atan kepadaNya.” (QS. Az-Zumar : 2)
Beberapa faktor yang mengharuskan kita untuk bersahabat dengan Al Qur’an ialah
Pertama, agar ibadah kita kepada Allah terjaga kemurniannya, tidak mencong apalagi sampai mengarah kepada syirik kepada Allah SWT. Ibadah yang senantiasa diiringi oleh Al Qur’an maka ibadah tersebut akan merasakan peran Allah SWT di dalam kehidupannya. Bahkan setiap fenomena alam pun akan selalu mengingatkan diri manusia kepada Allah SWT, melihat atau merasakan angin yang berhembus saja akan merasa disitu ada peran Allah, wa huwalladzi yursilu arriyaahafatutsiiru assahaaba (Dialah yang mengirim angin berhembus).
Anginnya saja bisa mengingatkan manusia kepada Allah SWT, kalau manusia itu senantiasa baca Al Qur’an. Ini yang harus kita benahi persepsi (tashawwur) diri kita dan ummat ini dalam hubungannya dengan Al Qur’an.
Kedua, karena kita harus shalat, terlebih kalau Allah tambah hidayah kepada kita maka kita akan butuh shalat malam, saat shalat malam itulah peran Al Qur’an sangat dibutuhkan min ahlil kitaabi ummatun qaaimatun yatluuna aayaatillahi (diantara ahli kitab itu ada yang membaca Al Quran), yatluuna aayaatillaahi ana allaili (dalam malam yang panjang), wahum yasjuduun (saat mereka melaksanakan shalat).
Jadi, ketika kita sudah sadar pentingnya shalat, nikmatnya shalat, dan kerinduan kepada shalat seharusnya menyadarkan kita betapa pentingnya diri kita memiliki hubungan yang spesial dengan Al Qur’an. Tidak bisa hubungan ala kadarnya, atau secukupnya, tapi Rasulullah menginginkan agar hubungan yang sampai pada status shahibul Qur’an (sahabatnya Al Qur’an) bahkan di hadits lain harus berstatus Ahlul Qur’an (keluarganya Al Quran).
Ketiga, karena Al Qur’an dapat memberi petunjuk dan kabar gembira kepada sahabatnya. Berulang-ulang Allah menyebut Al Qur’an dengan Hudaw wa Busyra (petunjuk dan pemberi kabar gembira). Siapapun yang mendengar kabar gembira, pasti bahagia dan senang tetapi, kalau kita belum merasa bahagia dan senang dengan Al Qur’an berarti kita belum memiliki hubungan spesial dengan Al Qur’an. Jadi kalau kita sudah tahu bahwa Al Qur’an membahagiakan pasti kita selalu merindukan.
Al Qur’an dapat memberi petunjuk dan kabar gembira kepada orang-orang yang:
1. Berislam (berserah diri kepada Allah)
Hal ini disebutkan dalam Surat An Nahl ayat 102: “Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)“.
2. Beriman
Hal ini disebutkan dalam Surat An Naml ayat 2:”Untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman”
Rasulullah mengajak kita untuk senantiasa berdo’a “Allahumma innii asaluka an taj’ala quraana rabii’al qalbi” (ya Allah aku mohon kepadamu agar Al Qur’an ini menjadi sesuatu yang membahagiakan diriku).
Kalau perasaan bahagia ini ada, maka otomatis setiap hari kita akan berusaha untuk bertemu dengan Al Qur’an. Kita akan menghindari hubungan dengan Al Qur’an yang sifatnya tahunan, atau hubungan yang sifatnya hanya pada momen-momen tertentu saja misalnya pada saat ada orang yang meninggal. *bersambung
*disarikan dari Ceramah Ust. Abdul Aziz Abdur Rauf, Lc, Al Hafidz di Majelis Ta’lim Al Iman