0878 8077 4762 [email protected]

Konferensi IORA bagi Negara-Negara Muslim

IORA yang merupakan singkatan dari Indian Ocean Rim Association, yaitu Asosiasi Negara-negara yang terletak berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.
Tujuan dibentuknya Asosiasi Negara-negara Pesisir Samudera Hindia ini adalah untuk memperkuat kerjasama ekonomi, terutama pada perdagangan dan memfasilitasi investasi serta pembangunan sosial di kawasan samudera Hindia.
Seperti diketahui, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi IORA yang diselenggarakan pada tanggal 5-7 Maret 2017 di Jakarta Convention Center (JCC).
Samudera Hindia yang merupakan Samudera Terbesar ketiga di Dunia ini merupakan jalur lalu lintas penting bagi kapal kontainer, setengah dari keseluruhan jumlah kapal kontainer dan sepertiga dari kargo curah (Bulk Cargo) yang berlayar di dunia ini menggunakan jalur Samudera Hindia.
Mengingat pentingnya jalur transportasi ini, diperlukannya kerjasama yang erat antar negara-negara yang berada di pesisir Samudera Hindia.
IORA yang didirikan pada tanggal 6 Maret 1997 dan bermarkas di Ebene Cyber City Mauritius ini memiliki beberapa prioritas program seperti Keselamatan dan Keamanan Maritim, Perdagangan dan memfasilitasi Investasi negara-negara anggota, Manajemen Perikanan, Manajemen Penanganan Resiko Bencana, Kerjasama dalam Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta pengembangan sektor pariwisata.
IORA saat ini memiliki 20 Negara Anggota dan 6 Negara Mitra Dialog. Namun pada KTT IORA yang diselenggarakan di Kota Padang Indonesia pada tanggal 20 Oktober hingga 23 Oktober 2015 ini, Somalia telah diterima keanggotaannya sebagai Negara yang ke-21 bergabung di Asosiasi Negara-negara Pesisir Samudera Hindia yang disingkat dengan IORA ini.
Konferensi di Jakarta 2017 kali ini diikuti oleh 21 negara yang menjadi anggota IORA, yang muslim yakni Bangladesh, Indonesia, Iran, Malaysia, Oman, Somalia, Uni Emirat Arab dan Yaman.
Dan yang lainnya yakni Australia, Comoros, India, Kenya, Madagascar, Mauritius, Mozambique, Seychelles, Singapura, Afrika Selatan, Srilanka, Tanzania, dan Thailand.
Pemerintah RI mendorong adanya kerja sama di antara negara-negara yang tergabung dalam IORA. Indonesia membuka peluang kerja sama di sektor industri bagi negara-negara anggota.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, sektor-sektor yang ditawarkan antara lain industri perkapalan dan peralatannya, pengolahan hasil laut, komponen otomotif, petrokimia dan gasifikasi batubara, serta produk hilir agro.
“Peningkatan kerja sama seperti pelatihan dalam membangun kapasitas industri telah dilakukan dengan Mozambik dan Seychelles di sektor industri kecil dan menengah,” paparnya.
Diharapkan negara-negara Muslim yang tergabung dalam IORA dapat merasakan perkembangan ekonomi kemaritiman, demi kesejahteraan masyarakatnya.
Terciptanya keadilan, kejujuran dan saling bantu agar tidak melakukan ilegal fishing, serta saling memperkuat ekspor-impor. Terutama negara muslim yang tertinggal dan penuh konflik seperti di Somalia yang baru bergabung dengan IORA segera mendapat perubahan kearah lebih baik.

Kisah "Cinta Tak Sampai" Khalifah Umar Bin Abdul Aziz

Satu fragmen yang menggambarkan tingkat tajarrud Umar bin Abdul Aziz yang luar biasa adalah kisah “Cinta Tak Sampai”-nya beliau.
Dikisahkan bahwa Umar bin Abdul Aziz pernah jatuh cinta dengan sangat berat dan mendalam terhadap budak perempuan milik istrinya, Fathimah binti Abdul Malik.
Perempuan itu memang hanyalah seorang amah, seorang budak perempuan. Namun, ia sangat cantik jelita, mengalahkan banyak wanita merdeka di zamannya, dan budak itu milik Fathimah binti Abdul Malik bin Marwan, istri Umar bin Abdul Aziz.
Sebelum Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, berkali-kali ia meminta kepada Fathimah, istrinya, agar sang istri menghibahkan budak perempuan itu kepadanya, atau menjualnya kepadanya.
Namun, karena budak itu sangat cantik jelita, dan sang istri mengetahui betapa berat dan mendalam “rasa cinta” Umar bin Abdul Aziz kepadanya, sang istri tidak mau memenuhi permintaan sang suami. Wajar lah, wanita mempunyai rasa cemburu, dan ia takut “kalah bersaing” dengan sang budak itu.
Sang amah atau budak perempuan itu pun mengetahui betapa berat dan mendalam “rasa cinta” Umar bin Abdul Aziz kepadanya.
Sampai akhirnya, tibalah masa di mana tanggung jawab kehilafahan jatuh pada Umar bin Abdul Aziz.
Kehidupan Awal Umar bin Abdul Aziz
Perlu diketahui bahwa dulunya gaya hidup Umar bin Abdul Aziz adalah gaya hidup istana, penuh dengan kemewahan dan bergelimang dalam harta dan fasilitas.
Maklum lah, ia adalah putra Abdul Aziz, dan Abdul Aziz adalah putra Marwan bin al-Hakam. Pamannya dan sekaligus mertuanya adalah Abdul Malik bin Marwan, salah seorang khalifah Bani Umayyah yang sangat terkenal.
Bahkan life style Umar bin Abdul Aziz yang sangat berbeda dari sisi kehebatan penampilannya itu, sampai-sampai muncul istilah: Cara berpakaian Umar, parfum Umar, gaya berjalan Umar, dan sebagainya.
Bahkan, banyak para anak gadis menjadikan Umar bin Abdul Aziz sebagai model dalam life style mereka.
Dulunya, Umar bin Abdul Aziz adalah seorang pemuda yang bercita-cita “unik”.
Sewaktu masih lajang, cita-citanya adalah menikahi Fathimah binti Abdul Malik bin Marwan, putri cantik jelita anak khalifah yang sangat terkenal itu. Maka ia persiapkan dirinya sedemikian rupa, baik materi maupun inmateri, agar dapat memenangkan “kompetisi” dalam “memperebutkan” Fathimah bin Abdul Malik. Dan akhirnya, berhasil lah ia menikahi Fathimah binti Abdul Malik.
Lalu, ia pun bercita-cita ingin menjadi gubernur Madinah, satu jabatan kegubernuran yang paling bergengsi pada zaman itu, dan posisi yang paling banyak diminati oleh keluarga besar Bani Umayyah. Maka ia pun mempersiapkan diri sebaik-baiknya, baik dari sisi kapasitas moral, ilmiah, dan sebagainya, agar pilihan sang khalifah jatuh kepadanya untuk menjadi gubernur Madinah. Dan akhirnya, cita-cita ini pun berhasil ia raih.
Sukses menjadi gubernur Madinah, ia pun bercita-cita ingin menjadi khalifah. Maka ia persiapkan diri sebaik-baiknya, agar saat cita-cita itu tercapai, ia menjadi seorang khalifah yang sukses, dunia dan akhirat. Dan akhirnya, ia pun menjadi seorang khalifah.
Cita-Cita Tertinggi Khalifah : Surga 
Karena sudah tidak ada lagi cita-cita duniawi yang lebih tinggi dari khalifah, maka, setelah ia menjadi khalifah, ia bercita-cita ingin masuk surga Allah SWT.
Maka dipilihkan gaya hidup baru sebagai cara dan jalan untuk menggapai cita-citanya yang terakhir ini, disamping dengan cara menjadi khalifah yang seadil-adilnya.
Dan gaya hidup baru itu adalah gaya hidup zuhud. Maka seluruh harta yang ia miliki ia jual, dan hasilnya diserahkan ke baitul mal, sementara itu, sebagai seorang khalifah, ia hanya mengambil gaji dua dirham perhari, atau 60 dirham perbulan.
Sehingga, setelah ia menjadi khalifah, ia hidup sebagai seorang yang sangat miskin, dan fisiknya pun tidak lagi parlente, megah dan mewah seperti dahulu.
Kembali kepada Kisah Cintanya..
Setelah Umar bin Abdul Aziz menjadi miskin, dan hari demi hari disibukkan oleh upayanya menjadi seorang khalifah yang adil, istrinya, Fathimah bin Abdul Malik, merasa iba dan kasihan kepadanya. Maka dihibahkanlah budaknya yang cantik jelita itu kepada Umar bin Abdul Aziz.
Di luar dugaan sang istri dan budaknya sekaligus, ternyata Umar bin Abdul Aziz menolak hibah tersebut.
Sebenarnya, kalau saja sang istri dan sang budak itu mengetahui hal yang sebenarnya, keduanya tidak perlu terkejut. Sebab, momentum penghibahan itu terjadi setelah Umar bin Abdul Aziz bercita-cita ingin masuk syurga.
Sementara Umar bin Abdul Aziz tahu betul bahwa syurga itu diperuntukkan bagi seseorang yang memenuhi kriteria tertentu, yang diantaranya adalah firman Allah SWT:

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى

(٤٠) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى (٤١)

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).” (Q.S. An-Nazi’at: 40 – 41)
Bahkan Umar bin Abdul Aziz bertindak lebih jauh dari sekedar menolak hibah istrinya itu, meskipun hibah itu sendiri adalah budak perempuan yang sangat cantik jelita dan yang “dicinta”-nya secara berat dan mendalam.
Umar meminta kepada Fathimah untuk menjelaskan asal muasal budak perempuan itu, yang kemudian diketahui bahwa ia pada asalnya adalah tawanan perang yang kemudian menjadi budak. Dan pada saat para tawanan itu dibagi-bagikan kepada para prajurit, ia terjatuh menjadi bagian dari seorang prajurit.
Tetapi, dengan alasan menghilangkan kecemburuan prajurit lainnya, budak perempuan itu akhirnya diambil oleh khalifah Abdul Malik bin Marwan, yang lalu dihibahkan kepada putrinya, Fathimah.
Mendengar penjelasan itu, maka Umar bin Abdul Aziz meminta agar prajurit itu dipanggil untuk menerima kembali jatah dan bagiannya yang selama ini tertunda.
Prajurit itu pun datang, maka oleh Umar bin Abdul Aziz, diserahkanlah budak perempuan yang cantik jelita itu kepadanya.
Sang prajurit pun berkata: “Wahai amirul mukminin, budak perempuan itu adalah milik anda, maka terimalah. Namun Umar tetap menolak.”
Prajurit itu pun berkata: “Kalo begitu, belilah ia dariku, dan aku dengan senang hati akan menerima akad jual beli ini”.
Tawaran ini pun ditolak oleh Umar. Dan ia pun bersikeras agar sang prajurit itu membawa pergi budak perempuan tersebut.
Budak perempuan itu pun menangis dan berkata: “Kalau begini jadinya, mana bukti cintamu selama ini wahai amirul mukminin??”.
Umar menjawab: “Cinta itu tetap ada di dalam hatiku, bahkan jauh lebih kuat daripada yang dahulu-dahulu, akan tetapi, kalau aku menerimamu, aku khawatir tidak termasuk dalam golongan orang yang ‘menahan dirinya dari keinginan hawa nafsu’ sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Q.S. An-Nazi’at: 40 – 41.”
Semoga Allah SWT senantiasa merahmatimu wahai khalifah Umar bin Abdul Aziz.
 
Sumber : Buku 10 Kisah Cinta Paling Indah Sepanjang Masa, IBF (Islamic Book Fair)

Shalat Menggerakkan 266 Tulang dan 660 Otot

Shalat merupakan salah satu bentuk penghambaan umat Islam kepada Allah SWT. Namun tahukah di dalam shalat rupatnya terdapat segudang manfaat di balik gerakan shalat. Sejak takbiratul ihram hingga salam mampu memberikan efek positif bagi kesehatan tubuh.
Direktur Halimun Center (HMC) dr Briliantono M Soenarwo (SpOT) mengatakan gerakan shalat sangat baik untuk persendian, tulang, dan otot. “Gerakan shalat bermanfaat bagi kelenturan sendi, kekuatan tulang, dan memperbesar kemampuan otot,” ujarnya kepada Republika.co.id, Selasa (24/1).
Setiap gerakan shalat, kata ia, memiliki manfaat. Pria yang biasa disapa dr Tony ini menyebut apabila gerakan shalat dilakukan sesuai yang dianjurkan, maka akan menggerakkan 266 tulang dan 660 otot.
“Semua bergerak, dari jari sampai leher. Subhanallah,” kata dia. Bahkan ada beberapa olahraga yang meniru gerakan shalat. Menurut dia, hal itu boleh-boleh saja karena bisa mendatangkan manfaat bagi kesehatan.
Bukan hanya gerakan shalat yang mendatangkan manfaat. Kekhusyukan saat shalat rupanya juga membawa dampak positif bagi tubuh. Manusia terdiri dari jiwa, raga, dan kalbu. Kalbu inilah yang mempengaruhi pikiran manusia. Alhasil apabila kalbu khusyuk dan senang, maka jiwa pun akan terkena imbas baiknya.
“Kalau jiwa senang, hormon melatonin akan naik, akhirnya me-recovery tubuh,” ujarnya. Itulah sebabnya, orang-orang yang selesai menunaikan shalat merasa lebih segar dan ‘enteng’ dari sebelumnya.
Bagi Anda yang sedang sakit atau tak mampu melakukan gerakan shalat dengan sempurna, jangan khawatir. Pasalnya menurut dr Tony, meskipun gerakan shalat dilakukan dari atas tempat tidur, tetap akan mendapatkan manfaat yang sama.

Rahasia Abu Hurairah Kuat Hafalan Hadist dan Teladan Ibadah Harian

Abu Hurairah ra adalah sahabat Rasulullah saw yang mendampingi beliau selama empat tahun. Dalam waktu yang sangat singkat tersebut, Abu Hurairah ra banyak menyerap Ilmu dan menghafal hadis-hadis dari Rasulullah saw.
Abu Hurairah ra sendiri pernah berkata, “Orang-orang banyak yang heran, bagaimana aku dapat meriwayatkan hadis begitu banyak. Sebenarnya ketika saudara-saudaraku dari kaum Muhajirin banyak yang berdagang dan saudara-saudara dari kaum Anshar sibuk berladang, aku selalu di samping Rasulullah saw.
Aku termasuk golongan Ashhabus Suffah* dan aku tidak begitu menghiraukan pencarian nafkah karena aku selalu merasa puas dengan sedikit makanan yang diberikan Rasulullah Saw kepadaku.
Aku pernah memberitahukan kepada Rasulullah tentang hafalanku yang lemah, lalu beliau bersabda, ‘Hamparkan kain selimutmu!’
Aku pun melakukan perintahnya, beliau membuat tanda-tanda di kain selimut itu, kemudian bersabda, ‘Sekarang balutkanlah kain selimut ini di sekeliling dadamu.’ Aku pun membalut dadaku dengan kain itu. Sejak saat itu aku tidak pernah lupa lagi dengan segala sesuatu yang ingin aku hafalkan,” (HR. Abu Daud).
Abu Hurairah ra pernah bercerita kepada Abdullah bin Umar ra, “Aku selalu bersama Rasulullah saw di saat orang lain tidak berada di situ. Pekerjaanku hanyalah menghafal apa yang telah disabdakan Rasulullah saw dan aku tidak makan selain yang diberikan Rasulullah saw kepadaku.”
Teladan Ibadah Harian Abu Hurairah
Setelah Islam berjaya dan berhasil menaklukkan beberapa wilayah, kehidupan Abu Hurairah ra. menjadi lebih baik, tetapi ia tidak meninggalkan semangatnya dalam mendalami ilmu. la, istrinya, dan pelayannya tetap istiqamah beribadah di malam hari.
Mereka membagi malamnya menjadi tiga waktu dan secara bergiliran mereka melakukan ibadah sehingga setiap malamnya selalu penuh dengan amal ibadah di keluarga tersebut.
Di antara kebiasaan Abu Hurairah ra adalah mengumpulkan biji-biji kurma dalam sebuah kantong. Kemudian setiap kali berzikir, ia mengeluarkan biji kurma tersebut satu per satu dari dalam kantong. Jika biji dalam kantong habis, ia akan mengisi kembali kantong tersebut dengan biji-biji kurma, lalu memulai zikirnya dari awal lagi.
Abu Hurairah ra juga memiliki seutas benang yang disimpul sebanyak 1.000 simpul. Beliau tidak tidur hingga selesai bertasbih sebanyak simpul benang tersebut. Dan ia selalu beristigfar sebanyak 12.000 kali. la juga tidak pernah ketinggalan melaksanakan shalat sunnah.
*Ashhabus Suffah adalah golongan orang yang tinggal di dekat rumah Rasulullah saw. Mereka tidak memiliki mata pencaharian yang tetap sehingga Abu Hurairah ra. pernah tidak makan selama berhari-hari hingga jatuh pingsan di depan mimbar Rasulullah saw. Mereka sering menjadi tamu Rasulullah saw. dan beliau selalu memberikan sedekah kepada mereka.
 
Sumber: ceritainspirasimuslim

Titik Temu Wahabi-NU

Oleh : alm Prof Dr K.H. Ali Mustafa Yaqub (Imam Besar Masjid Istiqlal, Komisi Fatwa MUI Pusat, Rais Syuriah PBNU Bidang Fatwa)
Banyak orang terkejut ketika seorang ulama Wahabi mengusulkan agar kitab-kitab Imam Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, diajarkan di pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah Islam di Indonesia. Hal itu karena selama ini dikesankan bahwa paham Wahabi yang dianut oleh pemerintah dan mayoritas warga Arab Saudi itu berseberangan dengan ajaran Nahdlatul Ulama yang merupakan mayoritas umat Islam Indonesia.
Tampaknya selama ini ada kesalahan informasi tentang Wahabi dan NU. Banyak orang Wahabi yang mendengar informasi tentang NU dari sumber-sumber lain yang bukan karya tulis ulama NU, khususnya Imam Muhammad Hasyim Asy’ari. Sebaliknya, banyak orang NU yang memperoleh informasi tentang Wahabi tidak dari sumber-sumber asli karya tulis ulama-ulama yang menjadi rujukan paham Wahabi.
Akibatnya, sejumlah orang Wahabi hanya melihat sisi negatif NU dan banyak orang NU yang melihat sisi negatif Wahabi. Penilaian seperti ini tentulah tidak objektif, apalagi ada faktor eksternal, seperti yang tertulis dalam Protokol Zionisme No 7 bahwa kaum Zionis akan berupaya untuk menciptakan konflik dan kekacauan di seluruh dunia dengan mengobarkan permusuhan dan pertentangan.
Untuk menilai paham Wahabi, kita haruslah membaca kitab-kitab yang menjadi rujukan paham Wahabi, seperti kitab-kitab karya Imam Ibnu Taymiyyah, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dan termasuk kitab-kitab karya Syekh Muhammad bin Abdul Wahab yang kepadanya paham Wahabi itu dinisbatkan. Sementara untuk mengetahui paham keagamaan Nahdlatul Ulama, kita harus membaca, khususnya kitab-kitab karya Imam Muhammad Hasyim Asy’ari yang mendirikan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Kami telah mencoba menelaah kitab-kitab karya Imam Muhammad Hasyim Asy’ari dan membandingkannya dengan kitab-kitab karya Imam Ibnu Taymiyyah dan lain-lain. Kemudian, kami berkesimpulan bahwa lebih dari 20 poin persamaan ajaran antara Imam Muhammad Hasyim Asy’ari dan imam Ibnu Taymiyyah. Bahkan, seorang kawan yang bukan warga NU, alumnus Universitas Islam Madinah, mengatakan kepada kami, lebih kurang 90 persen ajaran Nahdlatul Ulama itu sama dengan ajaran Wahabi.
Kesamaan ajaran Wahabi dan NU itu justru dalam hal-hal yang selama ini dikesankan sebagai sesuatu yang bertolak belakang antara Wahabi dan NU. Orang yang tidak mengetahui ajaran Wahabi dari sumber-sumber asli Wahabi, maka ia tentu akan terkejut. Namun, bagi orang yang mengetahui Wahabi dari sumber-sumber asli Wahabi, mereka justru akan mengatakan, “Itulah persamaan antara Wahabi dan NU, mengapa kedua kelompok ini selalu dibenturkan?”
Di antara titik-titik temu antara ajaran Wahabi dan NU yang jumlahnya puluhan, bahkan ratusan itu adalah sebagai berikut. Pertama, sumber syariat Islam, baik menurut Wahabi maupun NU, adalah Alquran, hadis, ijma, dan qiyas. Hadis yang dipakai oleh keduanya adalah hadis yang sahih kendati hadis itu hadis ahad, bukan mutawatir. Karenanya, baik Wahabi maupun NU, memercayai adanya siksa kubur, syafaat Nabi dan orang saleh pada hari kiamat nanti, dan lain sebagainya karena hal itu terdapat dalam hadis-hadis sahih.
Kedua, sebagai konsekuensi menjadikan ijma sebagai sumber syariat Islam, baik Wahabi maupun NU, shalat Jumat dengan dua kali azan dan shalat Tarawih 20 rakaat. Selama tinggal di Arab Saudi (1976-1985), kami tidak menemukan shalat Jumat di masjid-masjid Saudi kecuali azannya dua kali, dan kami tidak menemukan shalat Tarawih di Saudi di luar 20 rakaat. Ketika kami coba memancing pendapat ulama Saudi tentang pendapat yang mengatakan bahwa Tarawih 20 rakaat itu sama dengan shalat Zhuhur lima rakaat, ia justru menyerang balik kami, katanya, “Bagaimana mungkin shalat Tarawih 20 rakaat itu tidak benar, sementara dalam hadis yang sahih para sahabat shalat Tarawih 20 rakaat dan tidak ada satu pun yang membantah hal itu.” Inilah ijma para sahabat.
Ketiga, dalam beragama, baik Wahabi maupun NU, menganut satu mazhab dari mazhab fikih yang empat. Wahabi bermazhab Hanbali dan NU bermazhab salah satu dari mazhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Baik Wahabi (Imam Ibnu Taymiyyah) maupun NU (Imam Muhammad Hasyim Asy’ari), sama-sama berpendapat bahwa bertawasul (berdoa dengan menyebut nama Nabi Muhammad SAW atau orang saleh) itu dibenarkan dan bukan syirik.
Kendati demikian, Imam Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitabnya, al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin, mensyaratkan bahwa dalam berdoa dengan tawasul menyebut nama Nabi Muhammad SAW atau orang saleh, kita tetap harus yakin bahwa yang mengabulkan doa kita adalah Allah SWT, bukan orang yang namanya kita sebut dalam tawasul itu. Wahabi dan NU sama-sama memercayai adanya karamah para wali (karamat al-awliya) tanpa mengultuskan mereka.
Memang ada perbedaan antara Wahabi dan NU atau antara Imam Ibnu Taymiyyah dan Imam Muhammad Hasyim Asy’ari. Namun, perbedaan itu sifatnya tidak prinsip dan hal itu sudah terjadi sebelum lahirnya Wahabi dan NU.
Dalam praktiknya, baik Wahabi maupun NU, tidak pernah mempermasalahkan keduanya. Banyak anak NU yang belajar di Saudi yang notabenenya adalah Wahabi. Bahkan, banyak jamaah haji warga NU yang shalat di belakang imam yang Wahabi, dan ternyata hal itu tidak menjadi masalah. Wahabi dan NU adalah dua keluarga besar dari umat Islam di dunia yang harus saling mendukung. Karenanya, membenturkan antara keduanya sama saja kita menjadi relawan gratis Zionis untuk melaksanakan agenda Zionisme, seperti tertulis dalam Protokol Zionisme di atas. Wallahu al-muwaffiq.
 
Sumber : Republika