Ibadah yang komprehensif dan utuh adalah seperti yang didefinisikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang mengatakan,
“Ibadah adalah semua yang dicintai Allah Ta’ala dan Dia ridhai, berupa perkataan dan perbuatan baik yang zahir maupun yang batin.”
Dikatakan oleh Muhammad Qutub,
“Bahkan memakmurkan bumi, merekayasa kehidupan, berusaha memiliki perangkat-perangkat kebangkitan dan kemajuan peradaban, merupakan fardhu kifayah yang menjadi kewajiban bagi umat Islam.
Itu termasuk jenis kekuatan terbesar yang diperintahkan Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mendapatkannya. Agar umat Islam tetap menjadi umat yang kuat.
Allah swt berfirman,
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah.” (QS. An Anfal: 60)
Hal itu juga merupakan tuntutan nasusia sebagai khalifah (wakil) Tuhan di dunia.
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat sesungguhnya Aku menciptakan (manusia) di bumi sebagai khalifah.” (QS. Al Baqarah: 30)
Semua yang Anda lakukan, selama diniatkan karena Allah dan untuk mengharapkan ridha Allah, akan bermaknaSemua yang Anda lakukan, selama diniatkan karena Allah dan untuk mengharapkan ridha Allah, akan bermakna
Perhatikanlah bagaimana hadits yang agung berikut ini, di mana Nabi SAW mengikat hubungan antara dunia dan akhirat. Beliau bersabda :
“Apabila kiamat tiba, sedang di tangan salah seorang di antara kalian ada bijih, maka jika dia mampu, jangan bangun sampai dia menanamnya; maka hendaklah dia tanam bijih itu.” (HR. Bukhari)
Apa yang diharapkan apabila kiamat hampir-hampir terjadi?
Nabi SAW dalam hadits ini tidak memerintahkan kita untuk bertaubat dan beristigfar meminta ampun kepada Allah, atau beramal menuju akhirat dengan melupakan dunia dan isinya.
Namun ternyata beliau memerintahkan kita untuk memakmurkan bumi, dengan menanam biji. Biji apa yang kita diperintahkan untuk menanamnya?!
Ternyata biji kurma yang tidak mungkin berbuah kecuali setelah bertahun-tahun lamanya.
Maknanya, Nabi SAW hendak mengajarkan kepada kita pelajaran agung, bahwa jalan menuju akhirat harus melalui jalan dunia.
Keduanya bukanlah dua jalan yang terpisah. Namun merupakan satu jalan yang saling menghubungkan. Dunia dan akhirat tidak dapat berdiri sendiri.
Tidak ada pembagian jalan untuk akhirat yang bernama ibadah dan jalan untuk dunia yang bernama kerja. Yang ada adalah satu jalan, awalnya di dunia dan ujung akhirnya di akhirat.
Jalan yang tidak memisahkan di dalamnya antara kerja dari ibadah dan tidak memisahkan antara ibadah dari kerja.
Sekali lagi, keduanya merupakan sesuatu yang satu dan berjalan beriringan.
Sumber :
Ramadhan Sepenuh Hati, M. Lili Nur Aulia