Kita sering mendengar kata istighosah. Penjelasan gampangnya, istighosah adalah meminta pertolongan agar dihilangkan atau terlepas dari bala bencana. Istighosah berisi do’a permintaan pada Allah, itulah yang diperintahkan.
Jika istighosah ditujukan kepada Allah swt adalah boleh. Yang bermasalah adalah jika istighosah tersebut ditujukan pada selain Allah swt yang termasuk syirik bahkan syirik akbar. Bahkan jika dilakukan tidak sesuai etika dan tuntutan Nabi saw akan jatuh kepada kekufuran dan kemunafikan.
Apalagi jika istighosah sering ditambah dengan tumbal atau sesaji yang ditujukan pada hal tertentu seperti nyi Roro Kidul penjaga laut atau tumbal untuk Merapi penjaga kaki gunung. Inilah tradisi yang masih laris manis di masyarakat kita yang tidak jauh dari kesyirikan.
Memahami Istighosah
Ibnu Taimiyah berkata bahwa makna istighosah adalah, طَلَبِ الْغَوْثِ
“Meminta bantuan (pertolongan).” Majmu Fatawa karya Ibnu Taimiyah 1: 101.
Rasulullah dan para sahabat pernah melantunkan syair di saat menggali khandaq (parit). Rasul Saw dan sahabat r.a bersenandung bersama-sama dengan ucapan: “Haamiiim laa yunsharuun..”. Cerita ini termuat dalam buku sejarah tertua, yakni Kitab Sirah karya Ibnu Hisyam Bab Ghazwat Khandaq.
Istighosah termasuk do’a. Namun do’a sifatnya lebih umum karena do’a mencakup isti’adzah yaitu meminta perlindungan sebelum datang bencana. Sedangkan istighosah yaitu meminta dihilangkan bencana.
Istighosah adalah Ibadah
Dalil-dalil berikut menunjukkan bahwa istighosah termasuk ibadah dan tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah.
Allah Ta’ala berfirman, 
Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107).
Do’a dan ibadah lainnya hanya boleh ditujukan pada Allah dan do’a yang ditujukan pada selain-Nya termasuk kesyirikan karena tidak dapat mendatangkan manfaat dan menolak bahaya.
Ayat di atas menunjukkan pula bahwa pada hakekatnya, setiap bencana dan musibah yang menghilangkan adalah Allah semata. Jika ada suatu perkara bisa dihilangkan oleh makhluk dalam perkara yang ia mampu, maka itu hanyalah sebab. Namun hakekatnya Allah  yang menakdirkan itu semua dengan izin-Nya.
 
Sehingga jika seseorang menujukan satu amalan kepada makhluk dalam perkara yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, maka itu termasuk kesyirikan.
Biasanya kebanyakan orang Indonesia yang melakukan istighosah dan do’a adalah dalam rangka meminta rizki yaitu meminta lulus ujian nasional, kelanggengan perusahaan, dan kemudahan kondisi kesulitan suatu keadaan.
Dan rizki adalah sesuatu yang diberi atau dihadiahi. Dalam meminta rizki, kita diperintahkan untuk berharap pada Allah saja sebagaimana disebutkan dalam ayat,
“… Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rizki kepadamu; maka mintalah rizki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al ‘Ankabut: 17).
Syaikh Muhammad At Tamimi menyebutkan dalam kitab tauhid tentang fawaid dari ayat ini di mana beliau berkata, “Meminta rizki tidak boleh ditujukan selain pada Allah semata. Sebagaimana meminta surga tidak boleh meminta kecuali dari-Nya.”
Yang bisa mengabulkan do’a ketika seseorang dalam kesulitan atau istighosah hanyalah Allah semata. Allah Ta’ala berfirman,

أَمْ مَنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. An Naml: 62).
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berkata, “Jika selain Allah tidak bisa mengabulkan do’a hingga hari kiamat, bagaimana mungkin engkau menjadikan selain Allah sebagai tempat untuk berisitghosah?”
Kapan Istighosah Termasuk Syirik?
Sebagaimana telah dipahami bahwa istighosah adalah meminta pertolongan agar terhindar dari kesulitan, maka tidak boleh hal ini ditujukan selain pada Allah.
Suharno sebagai pemimpin ritual, mengatakan selain dilakukan istighosah di lereng merapi, 
Ritual tersebut juga diikuti penanaman dua pasang kepala kerbau jantan dan betina sebagai tumbal kepada Merapi yang dilakukan di Jurang Jero, yang berjarak 40 km dari puncak Merapi.
Ritual tersebut dijelaskan Suharno sebagai bentuk komunikasi dan hubungan antara manusia dengan alam.
Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ
“Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah” (HR. Muslim no. 1978).
Dalam ayat, Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam” (QS. Al An’am: 162).
Semoga kita terhindar dari hal yang dimurkai Allah, akibat tidak sesuai kaidah Islam dan tuntutan Nabi saw.
 
Disadur dari : Rumasyo, M.Abdul Tuasikal

X