Oleh : Syaikh Mahmud Mahdi al-Istanbuli
Rasulullah saw bersabda, “Wahai kaum muda, barangsiapa diantara kalian punya kemampuan untuk menikah maka menikahlah. Karena hal itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan kalian. Sedangkan barangsiapa belum mampu maka hendaklah ia berpuasa, dan puasa itu adalah perisai baginya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dalam biografi Umar bin Abdul Aziz yang ditulis Ibnu al Hakam dikisahkan, “Sang putra meminta agar ayahnya menikahkannya dan membayarkan mahar pernikahan dari baitul maal. Pada saat itu, putra beliau telah memilih seorang perempuan sebagai calonnya. Maka beliau marah dan segera menulis surat kepada sang putra, ‘Suratmu telah kuterima. Engkau memintaku mengambil harta dari Baitul Maal untuk memenuhi kebutuhan pernikahanmu, padahal putra-putra kaum Muhajirin juga banyak yang belum menikah.’
Mencari pasangan yang Shaleh dan Shalehah
Rasulullah saw bersabda, “Apabila seorang yang agama dan akhlaknya baik meminang kepadamu, hendaknya kaunikahkan ia dengan anakmu. Jika engkau tak melaksanakannya niscaya akan terjadi fitnah dan bencana yang meluas dimuka bumi.” (H.R. Tirmidzi dengan sanad shahih)
Tanpa adanya pernikahan, hati cenderung bergejolak. Padahal hati adalah modal untuk menuju jalan yang diridhai Allah. Agama sangat berharga dalam syariat Islam. Sebab istri atau suami yang baik agamanya bisa membantu menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak mereka.
Rasulullah saw bersabda, “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, yaituyaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka nikahilah karena agamanya, (jika tidak) niscaya engkau sengsara.” (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Nasa’i)
Agama menjadi hal teramat penting dalam membina kehidupan rumah tangga. Suami yang taat pada perintah agama akan menjauhi larangan-Nya untuk menjadi suami yang baik bagi istri dan dapat dipercaya. Begitu juga istri shalehah, akan selalu menjaga kehormatannya dikala suami pergi, menjaga harta suami, penuh perhatian kepada rumah tangga, mendidik anak-anak, serta menjaga hak-hak suaminya.
Kecantikan bukannya tidak dibutuhkan, tetapi faktor ini bukan tujuan utama dalam mencari pasangan hidup. Telah diperintahkan oleh Nabi saw kepada para peminang, “Lihatlah dia, sebab itu bisa melanggengkan ikatan diantara kalian berdua.” Hadis ini merupakan penolakan terhadap perempuan yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah.
Maka berbahagialah istri yang beragama baik. Janganlah berfokus pada harta benda semata, niscaya Allah swt akan memberkahi dan memperbanyak harta Anda berdua.
Tidak Ada Cinta Seindah Dalam Pernikahan
Cinta biasanya digambarkan dari mimpi yang timbul dari imajinasi dan ilusi. Menyebabkan memandang orang yang dicintai sosok ideal yang tak mungkin diwujudkan dalam realitas.
Ibnu Abbas ra meriwayatkan, “Seorang lelaki berkata kepada Rasulullah saw, ” Rasulullah, dirumahku ada perempuan yatim yang telah dipinang oleh seorang kaya dan seorang miskin. Kami menginginkan ia menikah dengan orang kaya, terapi ia sendiri menghendaki orang miskin.’ Maka beliau menjawab, “Tidak ditampakkan pada dua orang yang saling mencintai gambaran-gambaran dalam pernikahan.” (H.R Ibnu Majah, Hakim, Thabrani, Baihaqi dan lain-lain)
Pada hakikatnya cinta itu selalu menemui batu sandungan. Ketika seseorang berpikir tentang pernikahan, ia harus bisa memilah antara ilusi dan realitas soal cinta.
Cinta hakiki akan tumbuh diantara suami istri bersama berjalannya waktu, didukung oleh interaksi diantara keduanya. Cinta biasanya akan tumbuh pascapernikahan sebagai akibat saling mengasihi, saling memahami, interaksi yang baik, dan mengesampingkan kenikmatan-kenikmatan semu.
Kewajiban Meminta Restu Gadis Sebelum Menikahkannya
Diriwayatkan dari Khansa binti Khidzam bahwa ayahnya menikahkannya tanpa meminta izin dulu darinya. Sedangkan ia telah menjada. Ia membenci hal itu. Kemudian mendatangi Nabi saw dan beliau menolak pernikahan tersebut. (H.R. Jamaah kecuali Muslim)
Banyak kalangan orangtua (terutama ayah) yang melupakan perintah Nabi saw tersebut. Akibatnya hal tidak baik. Namun orangtua yang baik akan menawarkan anak gadisnya kepada lelaki saleh.
Larangan Memahalkan Mas Kawin
Rasulullah saw bersabda, “Sungguh penyebab keberkahan dari perempuan adalah mempermudah dalam meminang, dalam maharnya, dan saat menggaulinya.” (H.R. Ahmad dan Nasa’i dengan status hasan)
Diceritakan juga riwayat bahwa seorang perempuan mendatangi Nabi saw dan berkata, “Rasulullah, kuserahkan perkara diriku kepada Anda.” Beliau memandang dan mengamati perempuan itu dengan serius, kemudian menunduk. Perempuan itu berdiri cukup lama. Tiba-tiba seorang lelaki berdiri dan berkata, “Rasulullah, nikahkanlah aku dengannya jika Anda tidak membutuhkannya.”
Maka beliau bertanya, “Apakah engkau punya sesuatu untuk diberikan kepadanya sebagai mahar?” Ia menjawab, “Aku tidak punya apa-apa selain kain sarungku ini.” Beliau berkata, “Carilah, sekalipun hanya sebentuk cincin dari besi.” Lelaki itupun mencari-cari dan tidak berhasil mendapatkan sesuatu.” Lalu beliau bertanya, “Apakah engkau hafal sesuatu dari Al Qur’an?” Ia menjawab, “Ya surat ini dan ini.” Maka beliau berkata, “Kunikahkan engkau dengan mahar hafalan Al Qur’an yang ada padamu.” Dalam riwayat yang lain dinyatakan, bahwa beliau berkata, “Pergilah, karena telah kunikahkan engkau dengannya (dengan mahar tersebut) dan mengajarkan kepadanya (Al Qur’an) (H.R. Bukhari dan Muslim)
Wasiat Berharga Menjelang Akad Nikah
Wasiat dari khutbah sebelum akad nikah dianjurkan. Dimulai dengan memuji Allah swt dan menyampaikan shalawat atas diri Rasulullah saw.
Wasiat orangtua untuk putrinya yang menikah disunnahkan, untuk menasihatkan kebaikan kepada istri anak lelakinya. Anas bin Malik ra meriwayatkan, bahwa para sahabat Rasulullah saw jika mengantar anak perempuan kepada suaminya, mereka menyuruh untuk melayaninya dan menjaga hak-hak suaminya.
Abdullah ibn Jafar ibn Abi Thalib menasihati putrinya agar menjauhi rasa cemburu yang berlebihan, sebab bisa menjadi kunci menuju perceraian.
Wasiat Ummu Mu’ashirah, dia menasihati anak perempuannya sebagai berikut, ” Anakku engkau akan menghadapi kehidupan baru. Jadilah engkau istri yang baik bagi suamimu dan ibu bagi anak-anakmu. Bangunlah rumah tangga yang kau bina bersama suamimu.”
Sumber :
Buku Kado Pernikahan, Syaikh Mahmud Mahdi Al Istanbuli, Penerbit Qishti Press.