Pernahkah mendengar sahabat Nabi yang dikenal dengan sebutan Abu Tsa’labah Al-Khusyna?
Ada kisah menarik berkaitan dengannya. Suatu hari ia membicarakan kematian pada rekan-rekannya, “Sesungguhnya aku benar-benar menginginkan Allah mematikanku tidak seperti mematikan kebanyakan kalian.”
Kematian dengan cara apa gerangan yang diinginkan oleh Abu Tsa’labah? Dalam kitab Siyarul A’lam an-Nubala` karya Imam ad-Dzahabi disebutkan bahwa Abu Tsa’labah berharap pada Allah Subhanahu Wata’ala agar ia dimatikan dalam kondisi sujud. Apakah permintaannya dikabulkan?
Rupanya Allah mengabulkannya. Ketika ia sedang menunaikan shalat malam (Qiyamul Lail), ia meninggal dalam kondisi sujud.
Suatu malam, putrinya bermimpi bahwa ayahnya telah meninggal, seketika itu juga ia bangun. Lantas ia panggil ibunya: “Di mana ayah, bu?” Jawab ibunya “Ayahmu di mushallah”
Segera putrinya memanggil ayahnya, Abu Tsa’labah. Tetapi Abu Tsa’labah sama sekali tak menjawabnya. Bergegas ia bangunkan ayahnya namun apa yang didapat? Ternyata ayahnya sudah meninggal dunia dalam keadaan bersujud.
Maha Besar Allah. Alangkah bahagianya Abu Tsa’labah meninggal dunia sesuai dengan apa yang diinginkannya. Kelak ketika Hari Kebangkitan tiba, ia akan dibangkitkan dalam kondisi sujud. Ia telah mendapatkan khusnul khatimah (akhir kematian yang baik) di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala.
****
Seorang Kakek Alumni 212 Meninggal Saat Sujud
Seorang pria bernama H M Miftah ditemukan meninggal dalam posisi sujud salat di Masjid Babussalam Kauman Lawang, Jawa Timur, pada Selasa (3 januari 2016).
Pria yang akrab disapa Kakek Miftah itu ditemukan meninggal usai melakukan shalat sunnah ba’da Isya, seusai shalat Isya berjamaah.
Saat itu hanya sedikit jamaah yang tersisa di dalam masjid. Mereka pun sama sekali tak menyangka Kakek Miftah yang sedang sujud itu sudah tak bernyawa.
Meninggalnya Kakek Miftah pertama kali diketahui oleh pengurus masjid. Saat itu pengurus masjid hendak menutup pintu, namun didapati kakek Miftah yang tak kunjung bangkit dari sujudnya. Setelah diperiksa denyut nadinya, barulah diketahui jika kakek Miftah telah berpulang ke rahmatullah.
Selama hidupnya, Kakek Miftah dikenal sebagai orang baik dan saleh. Ia tinggal tak jauh dari masjid sehingga dirinya aktif dalam kegiatan ibadah di masjid tersebut termasuk memandikan jenazah.
Kakek Miftah juga merupakan alumni Aksi 212. Ia adalah seorang mujahid yang ikut dalam Aksi Bela Islam Jilid III super damai di Jakarta yang digelar pada 2 Desember 2016 lalu.
****
Mengambil Ibroh
Kematian merupakan sebuah kemestian. Siapa saja dan apa saja pasti akan mendapatkan pergiliran datangnya kematian. Baik orang beragama maupun tidak beragama sekalipun. Kematian merupakan detik-detik yang menentukan seseorang akan mendapat penghargaan apa kehinaan.
Manusia hanya bisa berdoa pada Allah agar bisa dimatikan dalam kondisi yang terbaik. Sebagai Muslim tentu saja menginginkan mati dalam kondisi khusnul khatimah (akhir yang baik).
Supaya kematian tidak hanya sekadar sebagai sesuatu yang menakutkan dan mengerikan, maka kematian seharusnya dijadikan sebagai ‘kesadaran diri’. Setiap kali melakukan sesuatu hendaknya dipikir terlebih dahulu bahwa apa yang dilakukan ada kaitannya dengan kematian terbaiknya?
Alangkah indahnya jika kita mati dalam kondisi syahid, di mana banyak sekali yang mengantar jenazah kita ke pemakaman dengan derai air mata kehilangan. Layaknya ulama-ulama besar semacam Ibnu Taimiyah, Ibnu Al-Jauzi, Ibnu Qayyim, Ibnu Hajar dan lain sebagainya yang diantarkan oleh beribu-ribu orang.