Kunjungan kepada orang sakit termasuk salah satu hak seorang muslim dengan muslim lainnya. Hukumnya mustahab. Supaya setiap individu tidak hanya berpikir urusan pribadinya saja, tetapi juga memiliki kepedulian kepada orang lain.
⁠Mengunjungi orang sakit merupakan perbuatan mulia, dan terdapat keutamaan yang agung serta pahala yang sangat besar, dan merupakan salah satu hak setiap muslim terhadap muslim lainnya.
Untuk memotivasi umat supaya gemar melakukan kegiatan sosial ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَائِدُ الْمَرِيْضِ فِيْ مَخْرَفَةْ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجْعَ
“Orang yang menjenguk orang sakit akan berada di kebun-kebun surga sampai ia pulang.” [HR Muslim, no. 2568]
Dalam hadist lain Rasulullah saw bersabda
“Apabila seseorang menjenguk saudaranya muslim (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras.
Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba.
Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).
Kunjungan kepada orang sakit tidak terbatasi oleh sekat agama. Rasulullah Saw pernah menjenguk pamannya, Abu Thalib yang musyrik.
Saat berkunjung, Rasulullah Saw memotivasi dan menanamkan optimisme pada si sakit. Bahwa penyakit yang diderita bukan sebuah mimpi buruk. Ada rahasia Ilahi di baliknya.
Dengan demikian, si sakit akan merasa lebih tenang, tidak mengeluhkan takdir atau mencaci penyakit yang sedang dideritanya. Beliau Saw pernah menegur orang yang mencaci demam (alhumma) dengan sabdanya:
لَا تَسُبِّي الْحُمَّى
“Janganlah engkau cela demam itu….” [HR. Muslim, 2575]
Beliau Saw menyebut penyakit yang menimpa seorang muslim sebagai thahur (pembersih dosa) atau kaffarah (pelebur dosa).
Ucapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengunjungi orang sakit:
لَا بَأْسَ طَهُورٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Tidak masalah, ia (penyakit ini) menjadi pembersih (dosa) insya Allah.” [HR al-Bukhari, 5656]
Beliau Saw membesarkan hati Ummu ‘Ala, bibi Hizam bin Hakim al-Anshari yang sedang sakit dengan berkata:
“Bergembiralah, wahai Ummu ‘Ala. Sesungguhnya Allah akan menggugurkan dosa-dosa orang yang sakit dengan penyakitnya, sebagaimana api menghilangkan kotoran-kotoran dari biji besi”. [Hadits hasan riwayat Abu Dawud, Shahih at-Targhib, 3438]
Dalam melakukan kunjungan kepada si sakit, Rasulullah Saw duduk berdekatan dengan arah kepala orang yang sakit. Atau meletakkan tangan di kening, wajah dan mengusap-usap dada dan perut si sakit. Beliau Saw menanyakan kondisinya.
Beliau Saw juga pernah menanyakan tentang apa yang diinginkan oleh orang sakit itu. Apabila menginginkan sesuatu yang tidak berbahaya, maka beliau Saw meminta seseorang untuk membawakannya. Dan sembari menempelkan tangan kanannya di tubuh orang yang sakit, beliau Saw melantunkan doa (di antaranya):
أَسْأَلُ اللَّهَ الْعَظِيمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ أَنْ يَشْفِيَكَ
“Aku memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Penguasa Arsy yang agung untuk menyembuhkanmu.” Dibaca tujuh kali. [Lihat Shahih Adabil-Mufrad, 416].
Kapan saja, seseorang dapat membesuk orang sakit. Akan tetapi, seyogyanya, pembesuk memilih waktu-waktu yang cocok untuk berkunjung, supaya tidak menjadi beban dan memberatkan orang yang sedang dikunjungi. Selain itu, kunjungan itu hendaklah singkat saja, kecuali jika dikehendaki oleh si sakit, atau jika memberikan maslahat baginya.
Inilah pemandangan yang begitu indah, ketika kaum mukminin memberi kegembiraan kepada seorang muslim untuk membuatnya tersenyum. Sekaligus sebagai bentuk kepedulian.
 
Disadur dari : majalah As-Sunnah, diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta

X