Puasa tasu’ah adalah puasa sunnah yang dilakukan pada hari ke-9 muharram. Sedangkan puasa ‘asyura adalah puasa sunnah pada hari ke-10 bulan Muharam.
Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa bulan Muharram adalah bulan yang paling afdhol untuk berpuasa. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 50.
Didalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi membawakan hadits yang berkenaan dengan keutamaan dan anjuran puasa sunnah pada bulan Muharram, yaitu puasa Tasu’ah (9 Muharram) dan puasa Asyura (10 Muharram).
Keutamaan Puasa Asyura
عن أبي قتادة رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم سئل عن صيام يوم عاشوراء فقال: ((يكفر السنة الماضية)) رَوَاهُ مُسلِمٌ.
Dari Abu Qatadah – radhiyallahu ‘anhu -, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari ‘Asyura.
Beliau menjawab, “(Puasa tersebut) Menghapuskan dosa satu tahun yang lalu”. (HR. Muslim)
Anjuran Puasa Tasu’ah
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan ada yang berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.
“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)– kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,
فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134)
Tujuan Tidak Menyerupai (Tasyabbuh) dengan Yahudi
Kenapa sebaiknya menambahkan dengan hari kesembilan untuk berpuasa?
Kata Imam Nawawi rahimahullah, para ulama berkata bahwa maksudnya adalah untuk menyelisihi orang Yahudi yang cuma berpuasa tanggal 10 Muharram saja. Itulah yang ditunjukkan dalam hadits di atas. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 14.
Lebih Berhak Muslim Dibanding Yahudi
Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tinggal di Madinah, beliau melihat bahwa orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Beliau pun bertanya kepada mereka tentang hal tersebut. Maka orang-orang Yahudi tersebut menjawab, “Hari ini adalah hari dimana Allah telah menyelamatkan Musa dan kaumnya, serta celakanya Fir’aun serta pengikutnya. Maka dari itu kami berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian”.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling berhak terhadap Nabi Musa daripada orang-orang Yahudi tersebut, dikarenakan mereka kafir terhadap Nabi Musa, Nabi Isa dan Muhammad.
Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan manusia untuk berpuasa pula pada hari tersebut.
Beliau juga memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi yang hanya berpuasa pada hari ‘Asyura, dengan berpuasa pada hari kesembilan atau hari kesebelas beriringan dengan puasa pada hari kesepuluh (‘Asyura), atau ketiga-tiganya.
Tiga keadaan Menjalani Puasa Asyura
Oleh karena itu sebagian ulama seperti Ibnul Qayyim dan yang selain beliau menyebutkan bahwa puasa ‘Asyura terbagi menjadi tiga keadaan:
- Berpuasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram) dan Tasu’ah (9 Muharram), ini yang paling afdhal.
- Berpuasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram) dan tanggal 11 Muharram, ini kurang pahalanya daripada yang pertama. Biasanya karena terlewat Tasu’ah (9 Muharram).
- Berpuasa pada hari ‘Asyura saja, sebagian ulama memakruhkannya, karena Rasulullah memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi. Namun sebagian ulama yang lain memberi keringanan (tidak menganggapnya makruh).
Wallahu a’lam bish shawab.
Sumber : Syarh Riyadhis Shalihin
Karya : Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darus Salam