Innalillahi wa Inna Ilaihi Raajiun, Mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Pusat, KH Hasyim Muzadi dikabarkan meninggal dunia pagi hari ini.
Informasi meninggalnya Kiyai Muzadi disampaikan oleh KH Mustofa Bisri (Gusmus) melalui akun twitter pribadinya @gusmusgusmu, kamis(16/3/2017) pukul 06:44 WIB.
“Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raajiun. Kita kehilangan lagi seorang tokoh, mantan Ketum PBNU, KH. Hasyim Muzadi. Semoga husnul Khatimah” bunyi tweet Gusmus.
KH Hasyim Muzadi meninggal setelah sempat menjalani perawatan di ruang ICU Rumah Sakit Lavalette, Malang, Jawa Timur, akibat sakit yang dideritanya.
Biografi
KH. Ahmad Hasyim Muzadi terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) pada Muktamar ke-30 di Lirboyo, Kediri tahun 1999.
Kemudian pada Muktamar NU ke-31 di Donohudan, Boyolali, Jateng, Kiyai Hasyim kembali terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) setelah berhasil mengungguli secara mutlak para pesaingnya, termasuk KH Abdurrahman Wahid.
Kiyai Hasyim Muzadi pernah menjadi pengasuh pondok pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur. KH Hasyim lahir di Tuban pada tanggal 8 Agustus 1944 dari pasangan H. Muzadi dengan istrinya Hj. Rumyati.
Kiyai Hasyim menempuh jalur pendidikan dasarnya di Madrasah Ibtidaiyah di Tuban pada tahun 1950 dan menuntaskan kuliahnya di Institut Agama Islam Negeri IAIN Malang, Jawa Timur pada tahun 1969.
Suami dari Hj. Muthomimah ini mengawali politik dengan menjadi anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur pada tahun 1986, yang ketika itu masih bernaung di bawah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Kemudian maju menjadi Cawapres Megawati Soekarnoputri dalam pemilihan presiden Indonesia 2004. Dalam pemilihan umum Presiden Indonesia 2004, Megawati dan KH. Hasyim Muzadi meraih 26.2% suara di putaran pertama, tetapi kalah dari pasanganSusilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla di putaran kedua.
Pandangan Islamnya
1. Mendukung Aksi 212 anti Penistaan Qur’an
Mantan Ketua Umum PBNU, KH. Hasyim Muzadi bereaksi atas munculnya persoalan terkait kasus dugaan penistaan Alquran Surah al-Maidah ayat 51 yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjaja Purnama.
Dalam rilis yang dikirimkan KH. Hasyim Muzadi kepada Republika.co.id, Rabu pagi (9/10), dia menyatakan pandangannya yang diberi judul ‘Kekuatan (Energi) Alquran dan Politisasi’. Tulisannya berisi 4 poin agar tak boleh seorangpun melakukan penistaan Al Qur’an.
Menurutnya apabila salah satu dari tiga hal yaitu Allah swt, Rasulullah saw, dan kitab suci Al Qur’an disinggung dan direndahkan, pasti mendapat reaksi spontan dari umat Islam tanpa disuruh siapa pun. Reaksi tersebut akan segera meluas tanpa bisa dibatasi oleh sekat-sekat organisasi, partai, dan birokrasi.
Sebab kedahsyatan energi Alquran tersebut hanya bisa dimengerti, dirasakan dan diperjuangkan oleh orang yang memang mengimani Alquran. Tentu sangat sulit untuk diterangkan kepada mereka yang tidak percaya kepada Alquran, berpikiran atheis, sekuler dan liberal.
2. Yang Benar Islam di Nusantara, bukan Islam Nusantara
Secretary General of International Conference of Islamic Sholars (ICIS), KH. Hasyim Muzadi, menyingung soal Islam rahamatan lil ‘alamin dan Islam Nusantara pada acara penutupan (ICIS) ke-IV di UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang tahun 2015 lalu.
Menurutnya, Islam rahmatan lil ‘alamin dirujuk karena untuk menghindari konflik antara negara, atau antara regional. Sehingga tidak membatasi Islam dengan sudut geografis ataupun kultural.
“Oleh karena itu kita sebut Islam di Nusantara, bukan Islam Nusantara. Supaya tidak membedakan diri dengan Islam di lain negara,” ujarnya.
“Nusantara tidak bisa dipakai nama Islam, karena Islam itu kan universal (umum, melingkupi seluruh dunia), kalau Nusantara itu lokal,” lanjut pimpinan Ponpes Al-Hikam Malang ini.
Menurutnya, dahulu Islam Nusantara masih relevan untuk berdakwah di masa animisme saat kerajaan Hindu-Budha berkuasa di Indonesia.
“Tapi sekarang jadi dibelok-belokan seperti membenci Arab-lah, membenci Wahabi-lah, dan macam-macam” ungkapnya. Padahal yang terpenting hadirnya Islam adalah rahmat bagi semua.
3. Menurut KH Hasyim Muzadi : FPI organisasi terpopuler dan mirip NU tahun 70an.
Agar semua pihak Islam berdamai dan saling mengerti, Tokoh ulama NU KH. Hasyim Muzadi menyatakan perjuangan Front Pembela Islam (FPI) sangat jelas dan mulia. Menurut KH. Hasyim Muzadi saat ini FPI Adalah ormas Islam terpopuler di seluruh dunia. Dan mirip NU tahun 70an ketika saat itu NU tegas terhadap kemaksiatan.
“FPI lebih jelas NKRI-nya, Saya mendukung perjuangan FPI dalam memberantas kemaksiatan dan Aliran sesat di Indonesia,” dalam suatu kesempatan.
KH. Hasyim Muzadi mengatakan, Secara idiologi FPI sama dengan NU. Tauhidnya menggunakan Al-Asy’ari dan Al-Maturidi; syariah-fiqih juga menggunakan empat mahzab dan lebih banyak di pakai Imam Syafi’i; tasawufnya juga menggunakan Imam Ghozali dan Imam Junaidi Albaghdadi dan sebagainya, yang sama-sama di pakai NU.
Menyikapi soal sweping, KH. Hasyim Muzadi mengatakan :”Tindakan FPI sudah tepat, sebab miras dan pelacuran itu melanggar KUHP.”
Di sisi lain FPI biasanya sudah melakukan laporan kepada penegak hukum setempat, tetapi dihiraukan. Dari sisi lain, pengaduan masyarakat setempat yang sudah muak dengan kemaksiatan. “FPI itu sangat Cinta NKRI, kita dapat lihat dari pemikiran syariatnya yang selalu dituangkan dalam bingkai NKRI” tegas KH. Hasyim Muzadi.
Dari : Berbagai Sumber