Imam Nawawi dikenal banyak orang sebagai ulama masa dahulu yang mengarang Hadist Arba’in. Beliau dalam banyak hal diakui sebagai Al-Imam, Al-Hafidz, Al-Faqih dan Al-Muhaddits. Nama lengkapnya adalah Yahya bin Syarafuddin bin Murriy bin Hasan Al-Hizami Al-Haurani An-Nawai Asy-Safi’I.
Imam Nawawi diberi julukan oleh masyarakat adalah Muhyiddin (yang menghidupkan agama). Namun beliau sendiri tidak suka dijuluki dengan julukan tersebut karena ketawadhu’annya kepada Allah Ta’ala.
Kelahiran dan Pertumbuhan
Dilahirkan di negeri Nawa, negara Suriah. Inilah asal sebutan Nawawi. Beliau lahir pada 10 hari pertengahan bulan Muharram tahun 631 H dan tumbuh berkembang di sana.
Masa kecilnya dilalui dengan mendatangi para ulama untuk berkonsultasi kepada mereka dalam berbagai urusan.
Dia tidak suka bermain dan bercanda (sebagaimana layaknya anak-anak). Karenanya dia telah hafal Al-Qur-an menjelang usia baligh.
Pada usia 19 tahun, bapaknya membawanya ke Damaskus agar ia dapat menuntut ilmu.
Lalu dia tinggal di Madrasah (Pesantren) Ar-Rowahiyah, dekat Masjid Agung Umawi di Damaskus.
Kala itu tahun 649H. Kitab “At-Tanbih” dihafalnya dalam waktu empat bulan setengah saja.
Setahun sesudahnya dia mengaji kitab “Al-Muhazzab” karangan Asy-Syirazi, kepada syekhnya; Ishaq bin Ahmad bin Utsman Al-Maghribi Al-Maqdisi yang merupakan guru pertamanya dalam bidang fiqih.
Setiap hari dia menghadiri halaqah-halaqah sebanyak 12 kajian kepada gurunya masing-masing, lengkap dengan bacaan dan penjelasannya.
Akhlak dan Sifat
Imam Nawawi terkenal sebagai orang alim yang zuhud, rendah hati, berwibawa dan wara’.
Tidak sesaat pun dirinya berpaling dari ketaatan kepada Allah. Malam-malamnya sering dilalui dengan bergadang untuk ibadah atau mengarang.
Beliau suka ber-amar ma’ruf dan nahi munkar, berani menghadapi raja dan bawahannya.
Di antaranya ada kejadian yang ketika dia diundang sang raja untuk menandatangani sebuah fatwa yang di dalamnya sangat jelas kezalimannya. Maka dia datang menghadap, kala itu usianya telah tua dan dengan tubuh yang kurus dan baju tambal sulam.
Sang raja dengan nada meremehkan berkata kepadanya, “Ya Syekh, goreskan tulisanmu di atas fatwa ini.”
Imam Nawawi rahimahullah memandangi sang raja, lalu berkata, “Saya tidak bakal menuliskan dan menandatanganinya.”
Sang raja dengan marah berkata, “Mengapa?”
Beliau berkata, “Karena di dalamnya terdapat kezaliman yang nyata.”
Kemarahan raja semakin memuncak, lalu berkata, “Copot semua jabatannya.”
Para pegawainya berkata, “Dia tidak punya jabatan apa-apa.”
Kemudian sang raja berniat membunuhnya, namun dia mengurungkannya.
Ketika ada penasehat kerajaan yang bertanya kepadanya, “Aneh engkau ini! Mengapa engkau tidak jadi membunuhnya, padahal dia telah bersikap kurang ajar seperti itu di hadapanmu?”
Sang raja berkata, “Demi Allah, aku merasakan ketakutan dengan wibawanya.”
Karangan Imam Nawawi
Imam Nawawi meninggalkan banyak sekali karya terkenal. Jumlahnya sekitar 40 kitab, diantaranya:

  1. Dalam bidang hadits: Hadist Arba’in, Riyadhush Shalihin, Al-Minhaj (Syarah Shahih Muslim), At-Taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan Al-Basyirin Nadzir.
  2. Dalam bidang fiqih: Minhajuth Thalibin, Raudhatuth Thalibin, Al-Majmu’.
  3. Dalam bidang bahasa: Tahdzibul Asma’ wal Lughat.
  4. Dalam bidang akhlak: At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an, Bustanul Arifin, Al-Adzkar.

Kitab-kitab ini dikenal secara luas termasuk oleh orang awam dan memberikan manfaat yang besar sekali untuk umat.
Wafat
Beliau meninggal pada hari Rabu, 24 Rajab tahun 676 H di negerinya, Nawa, dan dikuburkan di sana.
Penduduk Damaskus sangat sedih mendengar berita kematiannya. Sejumlah ulama menyusun bait syair tentang kesedihan akan kepergian ulama ini.
Semoga Allah merahmatinya dan menempatkannya di surga-Nya, serta membalasnya dengan pahala berlimpah atas apa yang dia persembahkan untuk Islam.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.
 
Sumber : Manhajuna