Di antara orang-orang yang berusaha keras untuk melawan Islam dan menghalangi penyebaran Islam adalah orang-orang Yahudi. Al-Qur’an menegur mereka terkait dengan perbuatan keji mengerikan, dan menantang mereka untuk menyebutkan cerita tentang Sabat di mana beberapa dari mereka diazab menjadi kera. Allah berfirman dalam Al-Qur’an,
“Dan tanyakanlah kepada Bani Israel tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.” (Q.S. Al Araf ayat 163)
Dalam kisah ini, Allah telah menguji keyakinan mereka dan sejauh mana mereka mematuhi-Nya. Di beberapa desa yang terletak di Laut Merah, orang-orang Yahudi bekerja sebagai nelayan. Allah memerintahkan ikan untuk tidak mendekati pantai, kecuali pada hari Sabtu.
Pada hari Sabtu ikan melimpah datang ke pantai. Jadi, ketika mereka menemukan bahwa ikan hanya datang pada hari Sabtu, maka mereka mulai membuat beberapa trik licik dengan menyebarkan jaring ikan, lalu mereka mengumpulkan ikan-ikan yang tertangkap jaring pada hari Minggu. Padahal dalam Kitab Taurat orang-orang Yahudi diperintahkan untuk tidak bekerja pada hari Sabtu.
 
Kemudian dalam firman Allah selanjutnya, “Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, ‘Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?’ Mereka menjawab, ‘Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.’ Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang lalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina.” (Al-Araf :164-166)
Dalam ayat tersebut di atas, ada tiga kelompok orang yang memperdebatkan mengenai apa yang harus mereka lakukan.

  • Kelompok pertama adalah yang memberi nasihat
  • Kelompok kedua adalah yang melakukan dosa dan melanggar aturan
  • Kelompok ketiga adalah yang mendiamkan dan menghiraukan kelompok kedua yang melakukan dosa

Beberapa dari mereka memperingatkan kelompok kedua, yaitu orang-orang yang berbuat dosa, akan siksaan akibat perbuatan mereka itu.
Sementara kelompok ketiga menolak untuk mengambil bagian dalam dosa. Bahkan mereka berkata kepada yang kelompok pertama yang memberi nasihat kepada kelompok kedua, “Untuk apa kamu menasihati orang-orang yang berdosa itu?”
Itulah nasehat yang diberikan jauh sebelum hukuman Allah terjadi. Hukuman Allah itu terjadi dengan begitu cepat, dan orang-orang yang berdosa itu pun diazab menjadi kera. Dan begitulah seharusnya dakwah, memberi nasehat kepada orang lain yang melakukan dosa. Sehingga memperoleh pahala dan menjadi jalan hidayah kepada orang lain
Cerita ini dihapus dari Taurat meskipun masih ada beberapa jejaknya.  Yang pertama tertulis dalam kitab lain adalah, “Engkau memandang ringan terhadap hal-hal yang kudus bagi-Ku dan hari-hari Sabat-Ku kaunajiskan.” (Yehezkiel 22:8)
Masih ada beberapa bukti yang menjelaskan bagaimana mereka menistakan Sabat. Dan bagaimana mereka memanipulasinya dalam Talmud, kitab terbaru Yahudi yang berisi kisah-kisah kuno orang Yahudi.
Bahkan ada pemelintiran dalam tulisan Talmud yang menoleransi penyebaran jaring ikan untuk menangkap ikan dan jaring untuk menangkap binatang-binatang di hari Sabtu untuk mereka kumpulkan di hari berikutnya.
Yang terakhir dari bukti-bukti ini ditemukan di kitab bernama “Rabbinci” dan “Talmud Aramaic”. Dalam kitab tersebut ini dijelaskan : Jacopo bernubuat bahwa keturunan Efraim, anak Yusuf, akan mengalami bencana karena menangkap ikan dengan mulut, dan sebagai akibatnya mereka akan menjadi bisu lalu mati seperti ikan.
Kepada mereka yang masih mengklaim bahwa Nabi Muhammad Saw. mengadopsi kisah-kisah dalam Al-Quran dari kitab suci mereka kita katakan:
Apakah mungkin beliau membaca kitab suci mereka meskipun beliau buta huruf dan tidak pernah tahu salah satu bahasa dari buku-buku ini untuk menyisipkannya di dalam Al-Qur’an?
Apakah mungkin beliau mendapatkan buku-buku ini lalu membaca potongan-potongan cerita yang berserakan dan kemudian menemukan garis samar yang menghubungkan semua bagian, kemudian menulis cerita ini?
Tidak diragukan lagi, Al Qur’an itu adalah kitab yang nyata dari Allah dan setiap kata adalah benar.