Hati-hati atas luka yang terjadi pada khilaf orang-orang shalih, sebab ia jadikan kita benci khilaf pelaku sekaligus semua keshalihannya. Dalam tingkat selanjutnya ia mengantar kita pada permusuhan serta kemunafikan. Tetapi seringkali begitulah orang terluka, bukan menyembuhkan, justru membiarkan bengkak dan makin pedih.
Lihatlah Abdullah bin Ubay, kemunafikannya bermula dari luka: sakit hati sebab batal jadi raja Yastrib (Madinah) gara-gara kedatangan sang Nabi. Andai dia mau mengakui keutamaan Nabi atas dirinya dan menyembuhkan luka itu, pastilah ia menjadi tokoh Anshar yang paling utama dan mulia.
Kita bisa merasakan ciri utama orang terluka adalah reaksi berlebihan atas yang diucapkan dan dilakukan orang. Tanggapan mereka meluap seperti Allah gambarkan itu dengan : “…menyangka tiap teriakan keras ditujukan pada mereka.” (Q.S. Al Munafikun ayat 64).
Pada orang terluka; kita menyapa bisa dikira menghina, memuji dianggap menyindir, memberi masukan dianggap menginjak-injak kehormatan. Bagi orang terluka maksud baik bisa dianggap menjelek-jelekan.
Sebaliknya duhai kepada orang orang-orang berkebenaran dan berkebajikan, kasihi dan sayangilah orang-orang terluka. Sejatinya mereka hidup dalam sakit dan nestapa. Moga setitik pujian tulus dan rengkuhan hangat bisa membuatnya kembali percaya bahwa orang terluka masih berhak dan layak berbuat baik. Ya, kadang orang terluka memang suka dikagumi atas apa yang tak dia punya dan dipuji atas yang tak dia perbuat. Senyum dan doakan sajalah.
Eh, sebentar, jangan-jangan kita semua juga orang yang terluka? Ya Allah, ampunilah dan bimbing kita semua menyembuhkannya. Lalu tuntunlah untuk berdoa seperti kau ajarkan untuk menyembuhkan luka pada orang beriman dan bertakwa di Surah Al Hasyr ayat 10.
“Wahai Rabb kami, ampunilah kami atas dosa-dosa ini, dan ampuni juga orang-orang yang telah mendahului kami dengan keimanan. Dan jangan Kau jadikan hati kami ada rasa ghil, terluka dan marah pada orang beriman. Tuhan kami, Kau Lembut dan Penyayang.”
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, ProU Media