Ditengah bumi yang sesak oleh lamisnya bibir, palsunya kata, dan basinya basa, alangkah lezat dan syahdu firman-Mu Yang Mahabenar.
Yang lebih indah bukan lepas dari masalah, tapi mengeja kesabaran. Yang lebih jelita bukan mendapat karunia, tapi menampak kesyukuran. Yang tercerdas adalah yang paling banyak mengingat matinya. Yang terhebat adalah yang paling gigih menyiapkan bekalnya.
Tangis karena Allah itu embun yang membasuh bunga ruhani. Senyum adalah hangat sinaran yang memekarnya. Suci. Jelita. Insan memandang wajah, maka penampilan kita perindah. Allah menatap hati, maka gandakan perawatan agar ia rapih dan suci.
Salah satu hal yang paling merusak kebahagiaan kita adalah tumbuhnya hasrat untuk menyusahkan orang lain. Setiap detik adalah pertambahan rugi, kecuali terisi iman, keshalihan, dan saling wasiat untuk kebenaran dan kesabaran.
Hidup yang mulia, hina jika angkuh. Hidup yang indah, gersang jika dengki. Hidup yang mudah, susah jika tamak. Kebenaran tak harus dikawal kemegahan, sebagaimana Musa yang gagap bicara, seperti Yahya pun tinggalnya di padang gurun.
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, ProU Media