Pada suatu hari dimusim haji, sahabat Nabi yang berilmu, Abdullah Ibnu Umar dikelilingi orang berbagai bangsa yang hendak mengambil manfaat ilmu darinya.
Salah satu dari mereka bertanya, “Apakah darah nyamuk itu najis, wahai sahabat Nabi yang berlimpah ilmu?”
Ibnu Umar memandang dan bertanya, “Apakah engkau berasal dari Irak wahai saudaraku?” Si penanya mengangguk.
“Celaka penduduk Irak, mereka bertanya soal darah nyamuk padahal tangan mereka kala itu berlumuran darah cucu Rasulullah!” Teriak Ibnu Umar.
Lalu menangislah Ibnu Umar mengenang saudara periparannya, Husain bin Ali. Mereka bukan penduduk Irak yang membunuh Husain, tapi mereka mengundangnya dengan janji pembelaan. Lalu ketika Husain datang, mereka menutup pintu.
Ketika beliau dibantai di Karbala Irak, tak satupun pengundang itu mengulurkan tangan. Itulah mengapa Ibnu Umar menyebut mereka “berlumuran darah cucu Rasulullah.” Husain terzalimi oleh pengundang, sebelum pembunuhnya.
Alangkah indah cinta putra Sahabat Nabi dari Abu Bakar (Muhammad bin ABU BAKAR) dan Umar (Salim bin Abdillah bin UMAR) kepada anak Husain.
Putra Muhammad bin Abu Bakar dan putra Abdullah bin Umar kepada anak Husain yang sebatang kara, Zainal Abidin. Saling peluk dan takzim kala berjumpa, dan mendoakan rahmat jika berpisah.
Begitulah teladan dari para keturunan Sahabat kepada keluarga Rasul (Ahlul Bait). Tak ada saling hujat dan tak ada menyiksa diri dari tragedi karbala.
Sumber :
Menyimak Kicau, Merajut Makna, Salim A. Fillah, Pro U Media