Menulis juga bagian dari tugas iman. Sebab makhluk pertama ialah pena, ilmu pertama adalah bahasa, dan ayat pertama berbunyi “Iqra (Baca)”.
Tersebut dalam hadis riwayat Ahmad dan ditegaskan Ibnu Taimiyah dalam Fatawa, ” Makhluk pertama yang dicipta-Nya ialah pena, lalu Dia berfirman, “Tulislah!” Tanya pena, “Apa yang harus kutulis, Rabbi?” Kata Allah, “Tulis segala ketentuan yang Ku takdirkan bagi semua makhluk Ku”
Dahulu bangsa Arab hanya mengukur kecerdasan dari kuatnya hafalan hingga memandang rendah tulis baca. Sebab menulis menurut mereka ialah alat bantu bagi yang hafalannya dibawah rata-rata.
Namun nabi Muhammad hadir dengan wahyu ‘bacaan’. Maka Islam menjelma menjadi peradaban ilmiah dengan pena sebagai pilarnya. Wawasan bertebaran mengantar kemashlahatan ke seantero bumi.
Penulis merentangkan ilmunya melampaui batas-batas waktu dan ruang. Ia tak pupus usia dan tak terhalang jarak. Andaikan benar bahwa karya II Principe yang dipersembahkan Niccolo Machiavelli pada Cesare de Borgia itu jadi kawan tidur para tiran, dibaca dan menjadi ilham Napoleon, Hitler, dan Stalin. Akankah dia bertanggung jawab atas berbagai kezaliman yang terilham dari bukunya?
Sebab bukan hanya pahala yang bersifat jariyah, melainkan ada juga dosa yang terus mengalir. Menjadi penulis adalah pertaruhan. Mungkin tak separah II Principe, tapi tiap kata yang mengalir dari jemari ini juga berpeluang menjadi keburukan berantai-rantai.
 
Semoga Allah berkahi tiap kata yang mengalir dari ujung jemari kita. Sungguh, buku dapat menggugah jiwa manusia dan mengubah dunia.
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, Penerbit Pro-U Media