Rezeki dan jodoh kita sudah tertulis di Lauhul Mahfudz. Mau diambil lewat jalan halal ataukah haram, dapatnya segitu juga. Yang beda, rasa berkahnya.
Jodoh nabi Nuh dan Luth ternyata bukan istri mereka tersebab keingkarannya. Jodoh istri firaun bernama Aisyah bukanlah suaminya yang sombong. Maryam ibunda Isa as pun kelak bertemu jodohnya diakhirat. Jodoh Abu Lahab itu agaknya Ummu Jamil, sebab mereka kekal di neraka. Jodoh Nabi Sulaiman agaknya ratu Balqis, bersama mereka mengabdi pada-Nya.
Maka layakkan diri dihadapan-Nya untuk dianugrahi rezeki dan jodoh dalam serah terima berkah dan makna. Jika rezeki dan jodoh diambil, maka ikhlaskan. Sebab jodoh dan rezeki ditangan Allah. Ikhtiar dan berdoa untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Di surah AnNur ayat 26, diri ialah cermin bagi jodoh hati. Yang baik bagi jodoh yang baik. Yang buruk bagi jodoh yang buruk. Cara menjemput jodoh terbaik adalah membaikkan diri.
Jodoh tetap misteri. Syukuri ketidaktahuan itu dengan mengupayakan yang terbaik menuju pernikahan suci. Selanjutnya adalah tugas melestarikan perjodohan itu hingga ke surga. Meniti rumah tangga, sabar-syukur dalam barakah dan ridha-Nya.
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, ProU Media