0878 8077 4762 [email protected]

Ahli Ibadah Diazab, Bagaimana Bisa?

SERINGKALI kita mendengar suatu kisah, bahwa ternyata yang memperoleh azab Allah Subhanahu wa Ta’ala itu bukan hanya orang-orang durhaka saja. Tetapi, ahli ibadah, yang kita kagumi dan hormati juga bisa memperolehnya.
Tapi, bagaimana bisa? Bukankah ia selalu beribadah kepada Allah?
Bahwa ternyata ada beberapa alasan yang menyebabkan ahli ibadah diazab oleh Allah. Apa sajakah itu?
1. Riya’
Sifat pertama yang ternyata mampu menjerumuskan seorang ahli ibadah tetap mendapatkan azab bahkan menjadi penghuni neraka adalah karena mereka riya’.
Jadi semua amalan shaleh yang dilakukannya selama di dunia itu bukan untuk mencari ridha Allah, melainkan dilakukan, karena ingin riya’ (pamer) dan mengharapkan pujian dari manusia.
2. Mengungkit-Ungkit Kebaikan
Sifat selanjutnya yang ternyata mampu menjerumuskan ahli ibadah mendapatkan azab Allah adalah mereka yang mengungkit-ungkit ibadah.
Bahkan orang yang gemar mengungkit-ungkit kebaikan yang telah dilakukannya akan dijauhkan dari surga dan tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat.
Mengungkit kebaikan juga bisa menyakiti perasaan orang lain yang ditolong dan tentu saja hal ini tidak baik bagi hubungan persaudaraan terhadap sesama.
Oleh karena itu harus dihindari karena dapat menjadi sumber kebangkrutan di hari akhir. Sifat dan karakter ini juga termasuk golongan orang-orang yang munafik.
3. Munafik
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka …” (QS. An Nisaa’ [4]: 142)
Takutlah akan sifat munafik, karena bisa jadi hati kita disusupi karakter munafik ini. Ibnu Abi Malikah pernah mengatakan, “Aku telah menjumpai tiga puluh sahabat Nabi, seluruhnya takut akan nifak.”
Orang munafik cukup sulit dideteksi di kalangan orang beriman, karena mereka ‘menyamar’ sebagai orang beriman, bahkan mereka pun mengerjakan shalat dan merasa diri mereka seorang muslim.
Padahal mereka banyak berbuat kerusakan di muka bumi dan membuat perpecahan di kalangan umat muslim itu sendiri.
 
Sumber : Menjaga Hati, Al Malikiyah

Ahli Ibadah dan Burung Hantu Buta

Ada seorang sufi masuk ke dalam rumah Zawiyah Syeikh Ibrahim Al Matbuli di Mesir, di sana ia melaksanakan ibadah siang dan malam.
Hidup beserta seluruh waktu sufi tersebut gunakan untuk sholat, puasa, dan sebagainya. Akan tetapi ada hal yang janggal bagi seorang laki-laki, ia tidak bekerja.
Syeikh Ibrahim Al Matbuli tidak suka dengan ahli ibadah itu yang tidak mencari nafkah, “Wahai anakku, kenapa engkau tidak bekerja hingga mandiri, hingga tidak bergantung dengan apa yang dibawa manusia untukmu?” tanya syeikh Ibrahim
”Wahai Tuanku, ketika aku telah memasuki Zawiyah ini, aku melihat seekor burung hantu buta di salah satu jendela, yang tidak memiliki kemampuan sebagaimana burung-burung lainnya. Lalu aku menyaksikan seekor elang datang kepadanya dengan sepotong daging yang ia lempar ke jendela. Maka dari itu, aku lebih berhak untuk bertawakkal kepada Allah daripada burung hantu itu,” jawab sufi tersebut.
“Kenapa engkau menjadikan dirimu sebagai burung hantu buta? Kenapa dirimu itu tidak engkau jadikan seperti burung elang yang memberi makan burung hantu?”
Akhirnya, lelaki itupun mengakhiri kekeliruannya dan ia pun segera keluar untuk bekerja.
 
Sumber: hidayatullah.com/(Lawaqih Al Anwar Al Qudsiyyah hal. 704).*