Jangan Membuang Muka Ketika Berbicara

Membuang muka adalah memalingkan muka atau menghadapkan muka ke lain arah ketika berbicara dengan orang lain.
Membuang muka ketika berbicara dengan orang lain merupakan perilaku yang merendahkan lawan bicara dan cerminan sifat tinggi hati pembicara. Allah telah membahas ini dalam firmannya:
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong); dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi tinggi hati.” (QS. [31] ayat 18).
Maksud ayat di atas adalah apabila kita berhadapan dengan orang yang sedang berbicara dengan kita, kita tidak boleh memalingkan muka dari lawan bicara kita. Sebaliknya, hendaklah kita menghadapkan wajah kita kepada lawan bicara kita dan mendengarkannya dengan seksama dan penuh persaudaraan.
Memalingkan atau membuang muka dari siapapun merupakan perilaku yang tidak disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, karena sikap semacam ini adalah bukti kesombongan dan tinggi hati pelakunya. Bersikap sombong dan tinggi hati adalah perbuatan yang sangat dimurkai oleh Allah swt
Rasulullah SAW pun bersabda:
“Janganlah kamu saling membenci, jangan saling mendengki, dan jangan saling membelakangi; tetapi hendaklah kamu sekalian menjadi hamba Allah yang saling bersaudara. Tidak halal seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.” (HR. Anas)
Islam menaruh perhatian yang sangat besar terhadap akhlak seseorang dalam menghadapkan muka ketika berdialog dengan lawan bicara. Karena sikap seseorang ketika berbica dengan orang lain mencerminkan tingkat penghormatan kepada lawan bicara. Apa lagi apabila lawan bicara kita adalah ibu bapak sendiri. Sudah tentu haknya untuk diperlakukan dengan penuh rasa hormat lebih besar daripada orang lain sebagai lawan bicara.
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang anak-anak membuang muka ketika bertemu dengan orang tuanya; atau ketika disuruh menghadap kedua orang tuanya. Mereka menjawab sambil memalingkan muka ke arah lain. Perilaku semacam ini adalah bukti sikap penghinaan terhadap lawan bicara. Apalagi yang menjadi lawan bicara adalah ibu bapak sendiri.
Maka dari itu, ketika bertemu dengan orang tuanya, hendaknya anak-anak menghadapkan wajahnya kepada mereka. Jika anak dipanggil menghadap orang tuanya, hendaklah mukanya dihadapkan kepada mereka. Menghadapkan muka kepada orang tua ketika berbicara termasuk memperlakukannya secara hormat. Mendapatkan perlakuan hormat dari anak-anak mereka adalah hak orang tua.
Namun, apabila anak telah melakukan kedurhakaan dengan memalingkan mukanya ketika berbicara dengan orang tua, hendaklah ia segera meminta maaf kepada kedua orang tuanya. Ketika seorang anak sudah meminta maaf atas kesalahannya, alangkah lebih bijaknya jika orang tua mampu memaafkan kesalahan anaknya tersebut dan mendidiknya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
 
Sumber : Buku 20 perilaku Durhaka Anak Terhadap Orang Tua
Oleh : Drs. M. Thalib, Penerbit : Irsyad baitus Salam

Tindakan Sepele Ini Hapus Pahala Shalat Jumat

Shalat Jumat merupakan kewajiban bagi seorang laki-laki yang sudah baligh dan berakal sehat. Tentunya, jika kewajiban ini tidak dilaksanakan, sama halnya ia tidak mengindahkan perintah Allah. Itu berarti ia tidak mencintai Allah sebagai Tuhannya. Dengan begitu, ia akan jauh dari rahmat-Nya.
Seseorang yang melaksanakan shalat Jumat memiliki peluang memperoleh pahala dari Allah. Pahala itu akan sangat berguna baginya di akhirat kelak. Meski begitu, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, agar pahala itu dapat diraihnya. Salah satunya jangan melakukan hal-hal yang bisa mengugurkan pahala.
Ada salah satu kebiasaan kecil dan terlihat sepele tetapi bisa menghapus pahala shalat Jumat. Apakah itu?
Ternyata tindakan yang sering dianggap sepele namun berdampak menghapus pahala tersebut adalah berbicara dengan makmum lainnya saat khatib sedang berkhutbah. Bahkan untuk mengatakan ‘diam’ kepada teman lain yang berbicara pun dilarang Rasul.
Tindakan ini disebut dengan perbuatan Lagha, atau ucapan yang bathil, yang tertolak, yang tidak selayaknya dilakukan. Bahkan ada 4 riwayat yang melarang “berbicara” saat Khutbah Jumat :
Siapa yang berbicara maka tidak ada pahala jumatan baginya,” (HR. Ahmad 719).
Siapa yang berbicara di hari jumat ketika imam sedang khutbah, maka dia seperti keledai yang menggendong barang bawaan. Sementara orang yang mengatakan ‘Diam’ maka tidak ada jumatan baginya,” (HR. Ahmad).
Barangsiapa yang berbicara pada hari jumat ketika imam sedang khutbah, maka pahala dari jumat tersebut sebesar genggaman debu,” (Ad Daulabi di dalam Al Kuna wal Asma).
Jika engkau berkata kepada saudaramu, “diamlah!”, pada hari Jumat dan imam sedang berkhutbah, maka engkau telah berbuat sia-sia,” (HR. Bukhari Muslim).
Rasulullah saw dalam hadis Riwayat Ahmad mengatakan, “Ada tiga model orang yang datang pada untuk shalat Jumat.
Model pertama adalah pria yang datang dan shalat serta berdoa kepada Allah. Jika yang Maha Kuasa berkehendak, maka akan dikabulkan, namun jika tidak, maka tidak akan dikabulkan.
Golongan kedua adalah mereka yang datang pada hari Jumat, melakukan duduk diam dan melaksanakan shalat jumat. Orang model inilah yang digolongkan Rasulullah mendapatkan pahala jumatan sempurna.
Kedudukan khutbah sangat penting dalam shalat Jumat. Bahkan, jika ditinggalkan akan membatalkan syarat sah shalat Jumat. Rasulullah saw bersabda, “Jika khutbah Jumat sudah dimulai, maka Malaikat akan duduk mendengarkan Khutbah.”
Khutbah menjadi sarana bagi kaum mukmin agar menjadi umat yang terdidik wahyu. Sehingga dalam kondisi sesibuk apapun, seorang mukmin, minimal sepekan sekali, dia akan mendapatkan siraman rohani dari khutbah Jumat.
Pada hari Jumat, di setiap pintu masjid ada malaikat yang mencatat orang yang akan shalat satu persatu. Jika imam telah duduk (di mimbar saat adzan), mereka melipat lembaran catatan (keutamaan amal) dan datang mendengarkan peringatan,” (HR. Bukhari).