Oleh : K.H. Rahmat Abdullah
 
Yang diinginkan dari al amal adalah:
Buah dari ilmu dan ikhlas seperti yang disebutkan dalam Q.S. At Taubah ayat 105 : “Beramallah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat amal kalian itu dan kalian akan dikembalikan kepada Allah…
Adapun urutan amal adalah:

  1. Mengkoreksi dan memperbaiki diri
  2. Membentuk dan membina keluarga muslim
  3. Memberi petunjuk dan membimbing masyarakat dengan dakwah
  4. Membebaskan tanah air dari penguasa asing
  5. Memperbaiki pemerintahan
  6. Mengembalikan kepemimpinan dunia kepada umat Islam
  7. Menjadi soko guru dunia dengan menyebarkan dakwah islamiyah ke seluruh penjuru dunia

(Hasan Al Bana)

Banyak orang merasa telah beramal namun tak ada buah apapun yang dapat dipetik dari amalnya, baik itu perubahan sifat, kelembutan hati ataupun kearifan budi dan keterampilan beramal. Bahkan tak sedikit diantara mereka beramal jahat tetapi mengira beramal baik. Karenanya Al Qur’an selalu mengaitkan amal dengan keshalihan, jadilah amal shalih.
Kata shalih tidak sekedar bermakna baik, tetapi adalah suatu pengertian tentang harmoni dan tanasukhnya (keserasian) suatu amal dengan sasaran, tuntunan, tuntutan, dan daya dukung. Amal disebut shalih bila pelakunya selalu mengisi ruang dan waktu yang seharusnya diisi.
Betapa banyak amal menjadi berlipat ganda nilainya oleh niat baiknya dan itu tak akan terjadi bila pelakunya tak punya ilmu tentang hal tersebut. Dan demikian pula sebaliknya. Barangsiapa yang beramal tanpa dilandasi dengan ilmu, maka bahayanya akan lebih banyak daripada manfaatnya, sebagaimana amal tanpa niat berakibat kelelahan, dan ikhlas tanpa realisasi berakibat buih.
Kita tak punya kekuatan apapun untuk melarang orang bekerja dalam lingkup amal islami, bahkan mereka yang menjalaninya dengan cara yang kita nilai merugikan perjuangan. Sehingga pada saatnya kita mendapat penyikapan negatif atas kesalahan yang dilakukan aktifis amal Islami. Problema kaum khawaraj dan berbagai gerakan lainnya menunjukkan fenomena para pengamal mulai dari yang ikhlas minus fiqih, sampai yang oportunis dan pemanfaatan jargon.
Hama-hama Amal

Sebagaimana tumbuhan, amalpun terancam hama. Riya (beramal untuk dilihat), ujub (kagum diri), sum’ah (beramal untuk populer/didengar), mann (membangkit-bangkit pemberian) adalah hama yang akan memusnahkan amal. Seorang aktifis yang berkurban dengan semua yang dimilikinya harus mengimunisasi amalnya agar disaat hari perjumpaan kelak tak kecewa karena amalnya menjadi haba-an mantsura (debu berterbangan).
Pelipat gandaan kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan para sahabat tak dapat dikejar generasi manapun. Bayangkan, hanya dalam dua dekade saja terjadi perubahan besar pada pola sikap, pandangan hidup, dan tradisi bangsa arab. Kerja besar taghyir (perubahan) ini sukses seperti ungkapan Sayyid Quthb dalam Ma’alim fit Thariq berkat komitmen mereka yang
  1. Menuntut ilmu bukan sekedar mengoleksi ilmu
  2. Putus dari jahiliyah kemarin dan menghayati hidup baru dalam Islam, tanpa keinginan sedikitpun untuk kembali ke dalam masa jahiliyah
  3. Bersiap siaga menunggu komando Al Qur’an seperti prajurit siaga menunggu aba-aba komandan

Kerja untuk Perubahan Masyarakat
Hari ini ribuan surat kabar, radio, dan televisi dunia bekerja diberbagai kawasan untuk menyebarkan fasad (kerusakan). Hati orang-orang dibunuh sebelum jasad mereka dikubur. Kemana ribuan kader yang hanya menggerutu tanpa berbuat apapun kecuali gerutu?Apakah masyarakat dapat berubah dengan gunjingan dari mimbar masjid?
Hari ini rumah umat kebakaran. Tidakkah setiap orang patut memberi bantuan memadamkan api walaupun hanya dengan segelas air; dengan pulsa, perangko, dan kertas surat yang dikirimkan kepada pedagang kerusakan. Menegaskan pengingkarannya terhadap ulah mereka yang sangat menyengsarakan masyarakat dengan siaran dan penerbit fasad. Sebelum akhirnya mengirim darah dan nyawa mereka kesana ketika usaha santun tak lagi membawa hasil.
Banyak orang mengandalkan nisbah diri dengan nama besar suatu organisasi atau jamaah, berbangga dengan kepemimpinan tokoh perubahan sejarah, namun sayang mereka tak pernah merasa defisit, padahal sama sekali tidak meneladani keutamaan mereka. “Barangsiapa lambat amalnya tidak akan menjadi cepat karena nasabnya”. (H.R. Muslim)
Apa yang Harus  Dikerjakan?
Orang beramal dihari itu seperti 50 kali kerja kamu hari ini sebagaimana dalam riwayat Abi Daud, Tirmidzi, Nasa’i. Sebagian kerja dakwah memang kata, tetapi tak dapat dituding sebagai cuma omong, seperti halnya penyiar dan reporter yang mengisi daftar profesi dengan omong. Namun perlu dibedakan mana dakwah yang mencukupkan diri dan puas dengan memberi informasi seram kepada khalayak. Bisa pula menina bobokan khalayak dengan mimpi-mimpi indah, atau mengingatkan bahaya seraya memberi jalan keluar. Mampukah mereka tampil sebagai problem solver. Dan hari ini banyak juga orang kaya menjadi problem trader.
Referensi:
Untukmu Kader Dakwah, Penerbit Pustaka Da’watuna, KH. Rahmat Abdullah