Oleh: Farid Nu’man Hasan
4. Jangan menyibukkan diri dalam perkara dan pertanyaan yang tidak produktif, tidak melahirkan ilmu, iman, dan amal shalih.
Bahkan perkara tersebut membawa kekesatan hati dan pikiran. Seperti menanyakan Ruyatul Hilal awal Ramadhan bagi orang yang tinggal di bulan bagaimana? Mendebatkan kelebihan sahabat Nabi yang satu di atas yang lainnya, dan berlama-lama dalam menyibukkan diri dalam perkara khilafiyah padahal dia bukan ahlinya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isra (17): 36).
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
“Di antara baiknya kualitas Islam seseorang adalah ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.”
(HR. At Tirmidzi No. 2317, Ibnu Majah No. 3976, Ibnu Hibban No. 229, Ahmad No. 1732, dari Al Husein bin Ali, Syaikh Syu’aib Al Arna-uth mengatakan: hadits hasan lisyawahidih (hadits hasan karena beberapa penguatnya). Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Ash Shaghir No. 884, dari Zaid bin Tsabit. Al Qudha’i dalam Musnad Asy Syihab No. 191. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Misykah Al Mashabih No. 4839).
Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
“Apa-apa yang saya larang untuk kalian, jauhilah. Apa-apa yang saya perintahkan untuk kalian, kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya binasanya manusia sebelum kalian karena banyaknya pertanyaan mereka dan berselisihanya mereka terhadap nabi-nabi mereka.” (HR. Bukhari No. 6858, Muslim No. 1337, Ibnu Majah No. 2, An Nasai No. 2619, At Tirmidzi No. 2679, Ibnu Hibban No. 2105, Ibnu Khuzaimah No. 2508, Ahmad No. 10531, Ath Thabarani dalam Al Awsath No. 8768, Al Baihaqi dalam As Sunannya No. 1693, 13368).
Al Imam Ibnu Daqiq Al Id Rahimahullah menjelaskan:
أراد: لا تكثروا السؤال فربما يكثر الجواب عليه فيضاهي ذلك قصة بني إسرائيل لما قيل لهم: “اذبحوا بقرة” فإنهم لو اقتصروا على ما يصدق عليه اللفظ وبادروا إلى ذبح أي بقرة كانت أجزأت عنهم لكن لما أكثروا السؤال وشددوا شدد عليهم وذموا على ذلك فخاف النبي صلى الله عليه وسلم مثل ذلك على أمته.
“Maksudnya ialah janganlah kalian banyak bertanya sehingga melahirkan beragam jawaban, ini menyerupai peristiwa yang terjadi pada bani Israil, tatkala mereka diperintahkan menyembelih seekor sapi betina yang seandainya mereka mengikuti perintah itu dan segera menyembelih sapi tersebut, niscaya hal itu cukup bagi mereka dikatakan telah menaatinya. Tetapi, karena mereka banyak bertanya dan memberatkan diri sendiri, maka mereka akhirnya dipersulit dan dicela. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam khawatir hal semacam ini terjadi pada umatnya. (Imam Ibnu Daqiq Al Id, Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 58. Maktabah Misykah).
Al Imam Hasan Al Banna Rahimahullah mengatakan:
وكل مسألة لا ينبني عليها عمل فالخوض فيها من التكلف الذي نهينا عنه شرعا , ومن ذلك كثرة التفريعات للأحكام التي لم تقع , والخوض في معاني الآيات القرآنية الكريمة التي لم يصل إليها العلم بعد ، والكلام في المفاضلة بين الأصحاب رضوان الله عليهم وما شجر بينهم من خلاف , ولكل منهم فضل صحبته وجزاء نيته وفي التأول مندوحة
“Setiap masalah yang amal tidak dibangun di atasnya -sehingga menimbulkan perbincangan yang tidak perlu- adalah kegiatan yang dilarang secara syar’i. Misalnya memperbincangkan berbagai hukum tentang masalah yang tidak benar-benar terjadi, atau memperbincangkan makna ayat-ayat Al-Quran yang kandungan maknanya tidak dipahami oleh akal pikiran, atau memperbincangkan perihal perbandingan keutamaan dan perselisihan yang terjadi di antara para sahabat (padahal masing-masing dari mereka memiliki keutamaannya sebagai sahabat Nabi dan pahala niatnya) Dengan tawil (menafsiri baik perilaku para sahabat) kita terlepas dari persoalan”. (Ushul Isyrin No. 9). *bersambung
Baca juga: Adab Menuntut Ilmu Syar’i (1)