0878 8077 4762 [email protected]

10 Sampah Jiwa Menurut Ibnul Qayyim

Ibnul Qayyim rahimahullaah (wafat: 751-H) mengatakan: “Ada sepuluh hal yang tidak bermanfaat, layaknya sampah buangan bagi seorang insan:
(1) علم لا يعمل به
Ilmu yang mengendap lantas mati, tidak terhidupkan dalam wujud amal yang shalih.
(2) وعمل لا إخلاص فيه ولا اقتداء
Amal yang kosong dari ruh keikhlasan dan sunyi dari spirit mutaaba’ah kepada sunnah.
(3) ومال لا ينفق منه فلا يستمتع به جامعه في الدنيا ولا يقدمه أمامه في الآخرة
Harta yang tidak diinfaqkan di jalan Allah, tidak pula mampu dinikmati oleh para penimbunnya di dunia, dan tidak juga akan dihadirkan di hadapannya kelak di akhirat.
(4) وقلب فارغ من محبة الله والشوق إليه والأنس به
Hati yang kosong dari Mahabbatullaah (cinta pada Allaah), melompong dari rasa kerinduan dan kesukaan pada-Nya.
(5) وبدن معطل من طاعته وخدمته
Badan yang kosong dari ketaatan dan pengkhidmatan pada-Nya subhaanahu wata’aalaa.
(6) ومحبة لا تتقيد برضاء المحبوب وامتثال أوامره
Rasa cinta pada Allaah yang tidak terikat dengan keridhaan dan kepatuhan pada perintah-Nya.
(7) ووقت معطل عن استدراك فارط أواغتنام به وقربة
Waktu yang kosong dari koreksi terhadap kealpaan diri, hampa dari amalan yang bermanfaat, dan sunyi dari ibadah yang bisa mendekatkan pada Ilahi.
(8) وفكر يجول فيما لا ينفع
Pikiran yang berkelana, lalu singgah pada hal-hal yang tidak bermanfaat.
(9)

 وخدمة من لا تقربك خدمته إلى الله ولا تعود عليك بصلاح دنياك

Pengkhidmatan kepada mereka yang tidak bisa mendekatkan dirimu pada Allaah, dan tidak pula pengkhidmatan tersebut kembali padamu dalam wujud kemaslahatan dunia bagimu.
(10)

وخوفك ورجاؤك لمن ناصيته بيد الله وهو أسير في قبضته ولا يملك لنفسه ضرا ولا نفعا ولا موتا ولا حياة ولا نشورا.

Rasa takut dan harapmu yang engkau peruntukkan bagi selain Allah, padahal Allah adalah Dzat yang memegang ubun-ubun mereka yang memiliki dan menguasai mereka secara mutlak.
Sementara mereka, adalah tawanan dalam kekuasaan-Nya.
Sementara mereka, tidak mampu mendatangkan manfaat bagi diri mereka sendiri sekalipun, tidak juga mampu menolak mudharat, tidak sanggup menolak maut, kehidupan dan kebangkitan.
 
Sumber :
Nukilan dari kitab Mausuu’atul Akhlaaq waz Zuhdi war Raqaa-iq: 1/10-11, Yaasir Abdurrahmaan, cet.-1 Mu-assasah Iqraa’, tahun 1428.

Berdoa Ketika Ayam Berkokok

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Apabila kalian mendengar ayam berkokok, mintalah karunia Allah (berdoalah), karena dia melihat malaikat. Dan apabila kalian mendengar ringkikan keledai, mintalah perlindungan kepada Allah dari setan, karena dia melihat setan.” (HR. Bukhari 3303 dan Muslim 2729).
Dalam riwayat Ahmad, terdapat keterangan tambahan, “di malam hari”.

إِذَا سَمِعْتُمْ صِيَاحَ الدِّيَكَةِ مِنَ اللَّيْلِ، فَإِنَّمَا رَأَتْ مَلَكًا، فَسَلُوا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ

Apabila kalian mendengar ayam berkokok di malam hari, sesungguhnya dia melihat Malaikat. Karena itu, mintalah kepada Allah karunia-Nya. (HR. Ahmad 8064 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Keistimewaan Ayam Jantan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan bunyi kokok ayam jantan di waktu malam, sebagai penanda kebaikan, dengan datangnya Malaikat dan kita dianjurkan berdoa. Ini bagian dari keistimewaan ayam.
Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan, Ayam jantan memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki binatang lain, yaitu
Mengetahui perubahan waktu di malam hari. Dia berkokok di waktu yang tepat dan tidak pernah ketinggalan. Dia berkokok sebelum subuh dan sesudah subuh, hampir tidak pernah meleset. Baik malamnya panjang atau pendek. Karena itulah, sebagian syafiiyah memfatwakan untuk mengacu kepada ayam jantan yang sudah terbukti, dalam menentukan waktu. (Fathul Bari, 6/353).
Mengapa Dianjurkan Berdoa?
Kita dianjurkan berdoa ketika mendengar ayam berkokok, karena dia melihat Malaikat. Karena kehadiran makhluk baik ini, kita berharap doa kita dikabulkan.
Al-Hafidz Ibn Hajar menukil keterangan Iyadh, Iyadh mengatakan, alasan kita dianjurkan berdoa ketika ayam berkokok adalah mengharapkan ucapan amin dari Malaikat untuk doa kita dan permohonan ampun mereka kepada kita, serta persaksian mereka akan keikhlasan kita. (Fathul Bari, 6/353).
Tidak Boleh Mencela Ayam Jago
Dalam hadis dari Zaid bin Khalid al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَسُبُّوا الدِّيكَ فَإِنَّهُ يُوقِظُ لِلصَّلَاةِ
Janganlah mencela ayam jago, karena dia membangunkan (orang) untuk shalat.
(HR. Ahmad 21679, Abu Daud 5101, Ibn Hibban 5731 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
al-Hafidz Ibn Hajar menukil keterangan al-Halimi, Al-Halimi mengatakan, Disimpulkan dari hadis ini bahwa semua yang bisa memberikan manfaat kebaikan, tidak selayaknya dicela dan dihina. Sebaliknya, dia dimuliakan dan disikapi dengan baik.
Sabda beliau, ‘ayam mengingatkan (orang) untuk shalat’ bukan maksudnya dia bersuara, ‘shalat..shalat..’ atau ‘waktunya shalat…’ namun maknanya bahwa kebiasaan ayam berkokok ketika terbit fajar dan ketika tergelincir matahari. Fitrah yang Allah berikan kepadanya. (Fathul Bari, 6/353).
Allahu a’lam.
oleh ustadz Ammi Nur Baits 

Menjauhi Sifat Dengki

Dengki atau Hasad merupakan satu dari sekian penyakit yang mematikan. Bagaimana tidak, penyakit tersebut, seperti diidentifikasikan oleh Ibnu Hajar, adalah seseorang tidak ingin nikmat yang dimiliki orang lain itu bertahan lama. Bila perlu, segera hilang dari tangannnya. Bahkan, ganti berpindah ke pangkuan pelaku hasad tersebut.
Dari Anas bin Malik RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian saling membenci, jangan saling mendengki, jangan saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Dan tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 88]
Apa dan bagaimana terjadi hasad?
Syeikh Mushthafa al-Adawi dalam karyanya yang berjudul, Fiqh al-Hasad mengemukakan, dengki bisa saja muncul akibat beberapa faktor. Pemicu yang paling banyak mendominasi adalah permusuhan dan kebencian, yang barangkali termanifestasikan dalam perilaku ataupun tidak. Faktor ini juga mungkin timbul akibat perlakuan lalim terhadap si pelaku dengki.
Sumpah serapah pun dengan mudah menyeruak, entah celaka, binasa hartanya, atau dampak tak mengenakkan lainnya.
Kecintaan terhadap harta dan jabatan juga bisa mendorong dengki diri seseorang. Ambisi meraih itu semua terkadang membutakan nurani. Bahkan, tak jarang pula menempuh berbagai cara agar orang lain sulit mencapai pangkat tersebut.
Teguran agar menjauhi pemicu dengki ini pernah disebutkan dalam surah an-Nisaa’ ayat 54.
Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.”
Rasa dengki juga bisa datang akibat berebut popularitas. Dan, kesemua faktor tersebut bermuara pada satu pangkal sebab, yakni lemahnya spiritualitas. Frekuensi iri yang ada dalam diri seseorang terkadang melintas ruang dan waktu. Namun, kadarnya akan semakin akut bila jarak antarkedua belah tak jauh. Misal, sesama karyawan dalam satu perusahaan, antartetangga kompleks perumahan, atau teman bisnis.
Bahaya Dengki
Kedengkian yang berlarut-larut pula, perlahan tanpa disadari, akan mengikis kebaikan pendengki itu sendiri. Dan, para pendengki itu kelak akan mempertanggungjawabkan kelakuannya tersebut di akhirat.
Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Hati-hatilah kalian terhadap dengki, karena sesungguhnya dengki itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar”, atau beliau bersabda,“(memakan) rumput”. [HR. Abu Dawud]
Efek negatif dengki tak terhenti pada sanksi di akhirat, tetapi juga akan dirasakan dampaknya di kehidupan dunia. Perasaan gundah gulana, khawatir, dan sakit hati akan selalu menghantui hari demi hari si pendengki.
Dalam titik tertentu, terkadang ironsinya, ia malah mengharapkan petaka bagi dirinya sendiri. Dan, rasa dengki itu hanya akan menyebabkan yang bersangkutan terkucil dari lingkungannya. Karena itulah, rasa dengki dengan kriteria di atas sangat dikecam dalam agama.
Solusi dan Cara Mengikis Dengki
Syekh Musthafa pun memaparkan beberapa solusi dan cara sederhana guna mengikis kedengkian dalam diri seseorang. Ingat, bertawakallah selalu.
Karena, ungkap Ibnu al-Qayyim, hanya dengan bertawakallah seorang hamba dapat menampik tindakan lalim atau kebencian akan seseorang. Jika memposisikan Allah sebagai satu-satunya pelindung, sejauh itu pula penjagaan akan selalu ada.
Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS at-Thalaq [65]: 3).
Resep membendung rasa dengki selanjutnya, menukil dari pernyataan Ibn al-Qayyim, bersikap cuek dan berusaha membersihkan pikiran dari tingkah laku pendengki.
Biarkan seperti angin lalu saja. Bahkan, akan sangat baik bila Anda membalas perlakuan buruk itu dengan tindakan baik. Memadamkan api kedengkian itu dengan balasan berupa perbuatan terpuji.
Dan terakhir, selalu berlindunglah kepada Allah SWT hasutan orang-orang pendengki, entah mereka yang berada jauh dari Anda, ataupun yang dekat dengan Anda sekalipun.
Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” (QS al-Falaq [113]: 2)

Jauhi Makan Bawang yang Dapat Ganggu Malaikat yang Mendoakanmu di Masjid

Memasuki sebuah masjid untuk salat berjamaah atau aktifitas ibadah lainnya memang sangat dianjurkan dalam Islam. Tidak hanya manusia, malaikat pun memenuhi masjid-masjid dunia dengan tujuan mendoakan orang-orang yang beribadah di dalamnya.
Selain membuka alas kaki, masih banyak adab masuk ke masjid yang jarang diketahui. Ternyata orang yang memakan bawang, baik merah ataupun putih tidak diperbolehkan mendekati masjid.
Meski shalat berjamaah di masjid sangat dianjurkan, namun Rasulullah SAW justru menyuruh umatnya yang makan bawang untuk beribadah di rumah saja. Hal ini dianggap akan mengganggu keberadaan malaikat di masjid. Bagaimana bisa? Berikut ulasannya.
Malaikat senantiasa berada di dalam masjid dan mendoakan orang-orang yang berada di dalamnya. Makhluk Allah SWT yang tercipta dari nur atau cahaya ini senantiasa bershalawat memohonkan ampunan kepada hamba yang berada di dalam masjid.
Sesungguhnya jika seorang hamba duduk di masjid setelah melaksanakan shalat, maka para Malaikat akan bershalawat untuknya, dan shalawat mereka kepadanya adalah dengan berkata: ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, sayangilah ia.’ Jika ia duduk untuk menunggu shalat, maka para Malaikat akan bershalawat kepadanya, shalawat mereka kepadanya adalah dengan berdo’a: ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, sayangilah ia.’” (HR Imam Ahmad).
Namun aktivitas mulia ini seketika terganggu dengan kehadiran orang-orang yang memakan bawang ke saat akan ke masjid. Itulah mengapa Rasulullah SAW melarang umatnya mendekati masjid jika sebelumnya mereka mengkonsumsi makanan ini. Rasulullah menyarankan mereka untuk shalat di rumah saja sebagaimana Sabda Beliau saw :
Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, maka janganlah ia mendekati masjid kami dan hendaklah ia shalat di rumahnya, karena sesungguhnya para malaikat itu juga terganggu dengan apa-apa yang mengganggu manusia” [Al-Bukhari, kitab Adzan 854, Muslim, kitab Al-Masajid 564]
Hal ini disebabkan karena aroma bawang baik bawang merah, bawang putih atau kuras (daun bawang) dapat mengganggu orang lain yang sedang beribadah kepada Allah. Gangguan berupa bau tidak sedap itu tentu saja mengganggu kekhusyukan sebagian besar jamaah shalat.
Seperti diketahui bahwa apa yang dapat mengganggu manusia sebenernya juga mengganggu para malaikatnya. Seperti hadist yang diriwayatkan Bukhari berikut ini.
“Sesungguhnya para malaikat itu juga terganggu dengan apa-apa yang mengganggu manusia” [Al-Bukhari, kitab Al-Adzan 854, Muslim, kitab Al-Masajid 564]
Hadist di atas menunjukan bahwa makruhnya seorang mukmin untuk mengikuti shalat berjamaah karena bau dari bawang tersebut. Jika terlanjur memakannya, maka wajib bagi orang tersebut untuk menghilangkan baunya semaksimal mungkin sebelum berangkat menuju masjid.
Namun bukan berarti bawang di haramkan untuk dikonsumsi. Akan tetapi, Nabi Muhammad mengajarkan umatnya agar berada dalam kondisi terbaik jika sedang beribadah kepada Rabb-Nya.
Ternyata tidak hanya bawang, para ulama sepakat bahwa orang yang makanan makanan penghasil bau dilarang mendekati masjid, atau harus semaksimal mungkin menghilangkan aroma bau tersebut sebelum ke masjid. Makanan tersebut contohnya seperti  : petai, jengkol, durian dan makanan penghasil bau mengganggu lainnya.

Menjaga Diri dan Keluarga dengan Al Qur'an

Dalam sebuah buku berjudul “Ghirah”, Buya Hamka pernah memberikan pesan masalah yang ada di tengah masyarakat, khususnya krisis moral semata bukan disebabkan oleh faktor dari luar.
Masalah yang ada dalam keluarga misalnya, bukanlah semata dikarenakan adanya penyebab dari luar, namun bisa jadi sebenarnya disebabkan dari dalam diri keluarga tersebut. Sehingga, pesan pentingnya adalah bahwa diri dan keluarga kita tidak lain adalah tanggung jawab dari kita sendiri. Tanggung jawab agar menjadi pribadi dan keluarga yang baik.
“Pada suatu hari di tahun 1957 dalam suatu pertemuan di Banjarmasin yang diprakarsai oleh Kepolisian setempat, saya diminta berceramah. Setelah selesai ceramah, tampillah seorang di antara hadirin menyampaikan suatu pertanyaan,
“Apakah tidak sebaiknya dibentuk semacam Panita Negara untuk mengatasi krisis akhlak yang telah sangat bersimaharajalela sekarang ini?”
Lalu saya jawab bahwa saya setuju dengan ide demikian. Saya lanjutkan persetujuan saya itu dengan usul lebih konkret, yaitu bahwa seluruh warga negara Indonesia menjadi anggota dari Panitia tersebut sekaligus setiap anggota diwajibkan mengurus, tidak usah banyak orang, cukup tiap orang yang mengurus satu orang saja, yaitu dirinya sendiri.” (Prof. Dr. Hamka, Ghirah; Cemburu Karena Allah)
Bagi setiap Muslim, apa yang dia lakukan di dunia apakah berupa perbuatan baik ataupun buruk. Maka, dia pula yang akan mendapatkan balasannya dari Allah ta’ala. Perbuatan seseorang tidak dibebankan kepada orang lain, maksudnya adalah setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya.
Menjaga Keluarga
Dalam urusan keluarga, Allah ta’ala menyampaikan dalam firman-NYA bahwa ada tanggung jawab seseorang kepada keluarganya. Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Tahrim: 6)
Dalam tafsir Jalalain dikatakan bahwa menjaga diri dan keluarga adalah dengan beramal mentaati Allah ta’ala (bil ‘amali ‘alaa thaa’atillah).
Lebih rinci lagi, Imam Asy-Syaukani menjelaskan dalam Fathul Qadir, bahwa menjaga diri adalah dengan melakukan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang (bi fi’li maa amarakum bih, wa tarki maa nahaakum ‘anhu).
Imam Asy-Syaukani melanjutkan, bahwa menjaga keluarga adalah dengan menyuruh mereka (keluarga) untuk taat kepada Allah ta’ala dan melarang mereka dari maksiat kepada Allah ta’ala (bi amrihim bi thaa’atillah, wa nahyihim ‘alaa ma’aashiyyahi).
Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallamajuga menyampaikan tentang wajib dan pentingnya perhatian seseorang kepada keluarganya, khususnya anak-anaknya. Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. Bukhari danMuslim)
Menjaga Bersama Al-Quran
Tidak dipungkiri, bahwa sekarang kita hidup di tengah era globalisasi dan kemajuan teknologi. Dimana tidak hanya dampak positif yang didapat, namun justru banyak sisi negatif yang menjangkiti lingkungan masyarakat kita.
Anak kecil umur balita lebih dekat dengan gadget daripada orangtuanya bahkan. Anak-anak seumuran TK dan SD ketagihan dengan smartphone. Anak-anak remaja dan dewasa justru memiliki masalah yang lebih kompleks lagi.
Paling tidak, satu solusi dan antisipasi dari sekian banyak adalah dengan jadilah pribadi dan keluarga Qurani. Inilah salah satu cara selain pendidikan aqidah, akhlak, dan lainnya di rumah kita.
Keluarga Al-Qur’an
Tidak dipungkiri, bahwa salah satu fakta sekarang, anak-anak, ayah dan bunda lebih berlama-lama berinteraksi dengan gadget daripada Al-Quran. Jangankan menghafalnya, untuk membaca Al-Quran rutin setiap hari mungkin sudah jarang kita temukan di keluarga-keluarga umat Islam saat ini.
Sehingga, tidak ada kata terlambat untuk kita memulainya. Sedari awal, mulai dari sekarang buka mushaf Al-Quran yang lama menjadi “pajangan-pajangan”di rumah.
Mulailah untuk berinteraksi dengan Al-Quran, membaca, menghafalkan, mentadabburi, mengamalkan dan mendakwahkannya.
Didik anak-anak kita membaca Al-Quran dengan benar dan baik. Dan sangatlah memungkinkan untuk menjadikan generasi muda kita, menjadi penghafal (penjaga) Al-Quran. Sehingga ketika meraka meneruskan pendidikan tinggi, mereka mempunyai bekal Al-Quran.
Dan ketika mereka berkarir nanti, mereka adalah seorang dokter yang hafal Al-Quran, seorang profesor yang hafal Al-Quran, seorang pengusaha hafal Al-Quran, seorang pejabat hafal Al-Quran dan lain sebagainya.
Alhamdulillah, in Syaa Allah semakin hari, akan semakin banyak pribadi dan keluarga yang menjadi generasi Qurani.
Oleh : Abu Sulthan, twitter: @lutfisarif

Riya, Sum’ah, Ujub, dan Takabur adalah 4 Sifat Tercela yang Harus Dihindari

Salah satu penyakit hati dalam diri manusia yang dapat menutup jalan hidayah Allah swt adalah 4 sifat tercela tersebut. Penyakit ini bisa melanda seluruh lapisan masyarakat, dari yang kaya sampai yang miskin, orang alim dan bodoh, dan yang muslim maupun non muslim. Diantara tandanya adalah menantang alam, tidak menjalankan aturan Allah swt, dan meremehkan serta menghina sesamanya. Riya, Sum’ah, Ujub dan Takabur adalah sifat-sifat tercela yang hampir memiliki kesamaan, dan sifat-sifat tersebut harus kita jauhi.
1. Riya
Pengertian riya’ menurut Bahasa, berasal dari kata ru’yah, yang artinya menampakkan.
Secara istilah riya’ adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan/ibadah kepada sesama manusia agar ingin dipuji orang dan tidak diniatkan untuk Allah swt.
Dalam firman Allah ta’ala,
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.” (Q.S. Al Maa’uun ayat 4-6)
2. Sum’ah
Kata sum’ah secara Bahasa, berasal dari kata samma’a, yang artinya memperdengarkan.
Secara istilah Sum’ah adalah sikap seorang muslim memperdengarkan atau membicarakan amal/ibadahnya kepada orang lain yang semula tidak ada yang mengetahuinya atau tersembunyi, guna mendapat pujian, penghargaan atau keuntungan materi.
Dalam hadist Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang berlaku Sum’ah maka akan diperlakukan Sum’ah oleh Allah. Dan barangsiapa berlaku riya makan akan dibalas dengan riya.” (H.R. Bukhari)
Maksud hadist : diperlakukan Sum’ah oleh Allah yaitu diumumkan aib-aibnya diakhirat. Sedangkan dibalas dengan riya yaitu diperlihatkan amalnya namun tidak diberi pahalanya. Naudzubillah..
3. Ujub
Ujub adalah mengagumi diri sendiri, yaitu ketika kita merasa bahwa diri kita memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki orang lain.
Imam Al Ghozali menuturkan, “Perasaan ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu karunia dan merasa memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Allah”.
Memang setiap orang memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Tetapi siapa yang memberikan kelebihan tersebut?
“Bagi Allah semua kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantaranya.” (Q.S. Al Maidah ayat 120)
4. Takabur
Takabur berasal dari bahasa Arab takabbara – yatakabbaru, yang artinya sombong atau membanggakan diri sendiri.
Takabur semakna dengan Ta’azum, yaitu menampakkan keagungannya dan kebesarannya dibandingkan dengan orang lain.
Takabur berupa kesombongan merupakan sifat syaitan yang dijelaskan dalam Al Qur’an. Ini merupakan sifat paling berbahaya dan dibenci Allah swt.
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang sombong.” (Q.S. An Nahl ayat 23)
“Maka masuklah pintu-pintu neraka jahanam, kamu kekal didalamnya, maka amat buruklah orang-orang yang menyombongkan diri.” (Q.S. An Naml ayat 29)
Dengan segala kerendahan hati kita, mari sama-sama kita lihat jauh kedalam hati kita yang paling dalam. Mari kita hindari atau kita buang jauh-jauh sifat buruk atau sifat tercela ini, agar antar kita terjalin rasa kasih sayang yang tulus.