0878 8077 4762 [email protected]

Ibadah Para Ulama yang Luar Biasa

Para alim Ulama melakukan ibadah karena telah merasakan nikmatnya ibadah, fisik yang kuat, dan berharap ridho rahmat Allah dunia dan akhirat. Lihatlah berapa banyak ibadah mereka dan kualitas yang terjaga.
1. Imam Malik.
Sholat sunah setiap hari 800 rakaat, puasa Daud selama 60 th
“Imam Malik bin Anas selalu istiqamah selama 60 tahun melakukan puasa daud, puasa sehari dan tidak puasa sehari. Dan setiap hari, beliau shalat 800 rakaat. (Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Abi Ya’la, 1/61)
2. Imam Syafii
Beliau setiap hari khatam Al Quran, membagi waktu malam menjadi 3 : menulis, sholat dan tidur. Sehingga tidur hanya 2,3 jam.
3. Imam Ahmad bin Hambal
Sholat sunah 300 rakaat tiap hari
Ayahku melakukan shalat dalam sehari semalam sebanyak 300 rakaat. Ketika beliau sakit karena dicambuk penguasa dzalim dan mulai lemah, dalam sehari semalam beliau melakukan shalat 150 rakaat. Sementara usia beliau sudah mendekati 80 tahun. (Mukhtashar Tarikh Dimasyqa, Ibnu Rajab al-Hanbali, 1/399)
Dalam kegiatan shalatnya, Imam Ahmad selalu mendoakan gurunya Imam as-Syafii
Beliau membaca doa,

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى وَلِوَالِدَيَّ وَلِمُحَمَّدِ بنِ إِدْريسَ الشَّافِعِى

“Ya Allah, ampunilah aku, kedua orang tuaku dan untuk Muhammad bin Idris as-Syafii.” (Manaqib asy-Syafii, al-Baihaqi, 2/254)
4. Imam Bisyr bin Mufadlal
Sholat sunah 400 rakaat tiap hari
“Imam Ahmad berkomentar tentang Bisyr bin Mufadzal al-Raqqasyi: Kepadanyalah puncak kesahihan di kota Bashrah. Beliau shalat setiap hari sebanyak 400 rakaat, berpuasa sehari dan tidak puasa sehari. Beliau terpercaya dan memiliki banyak hadis, wafat th. 180 H” (Thabaqat al-Huffadz, as-Suyuthi, 1/24)
5. Imam Zainul Abidin.
Sholat sunah 1.000 rakaat tiap hari
“Pemilik benjolan di lutut, Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, hiasan ahli ibadah (Zainul Abidin), disebut demikian karena dalam sehari beliau shalat 1000 rakaat, sehingga di lututnya terdapat benjolan seperti benjolan onta” (Tahdzib al-Asma’, al-Hafidz al-Mizzi, 35/41)
6. Syeikh Bisyr bin Manshur
Sholat 500 rakaat dan wirid 1/3 al-Quran
Saya tidak melihat seseorang yang paling takut kepada Allah selain Basyar bin Manshur. Beliau shalat dalam sehari 500 rakaat, wiridannya adalah 1/3 al-Quran” (Tahdzib at-Tahdzib, al-Hafidz Ibnu Hajar, 1/403)
7. Syeikh Ibnu Qudamah
Sholat 100 rakaat sehari
“Ibnu Qudamah tidak mendengar tentang salat kecuali ia lakukan. Ia tidak mendengar 1 hadis kecuali ia amalkan. Ia shalat bersama dengan orang lain di malam Nishfu Sya’ban 100 rakaat, padahal ia sudah tua” (Dzail Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Rajab al-Hanbali, 1/203)
8. Al-Qadhi Abu Yusuf – murid senior Abu Hanifah
Setelah beliau pensiun sebagai qadhi (hakim), beliau terbiasa shalat dalam sehari 200 rakaat. (Tadzkirah al-Huffadz, al-Hafidz adz-Dzahabi, 1/214)
9. Imam Bukhari
Sholat 2 rakaat setiap menulis 1 hadits. Total hadits yang beliau tulis 7460-an, sehingga beliau sholat sunah sekitar 15 ribu dlm 16 tahun.
Itulah sebagian amalan para ulama, mereka merasakan cinta kpd Allah (nasabah), takut kpd Allah (khauf), roja’ (yakin akan balasan Allah)
 
Yuk kita contoh semoga kita dapat meningkatkan kualitas ilmu dan ibadah seperti para alim Ulama.
Kita buang kebiasaan banyak tidur, banyak nonton, banyak bermain, banyak bengong, dll.
Semoga Allah memberikan balasan ridho rahmatNya di dunia dan akhirat. Aamiin
 
Oleh : Herman Budianto
Sumber : Spiritkehidupan.com

Mengapa Kita Mudah Sekali Melupakan-Nya?

SAHABAT, pernahkah terpikir dalam benak kita bahwa hidup kita tinggal sebulan lagi, seminggu, atau bahkan tinggal hari ini dan besok kita akan segera menghadap-Nya?
Seandainya, usia kita tinggal hari ini, apakah yang akan kita lakukan? Bukankah memang kita tidak pernah tahu di detik mana nafas kita akan terhenti? Bukankah kita juga tidak pernah tahu di bumi mana dan dengan cara seperti apa kita akan menghadap-Nya?
Padahal, Allah telah mengisyaratkan bahwa seoseorang akan meninggal sesuai dengan kebiasaan hidupnya. Jika ia senantiasa menjaga hubungannya dengan Allah dengan melakukan kebaikan-kebaikan, maka ia pun akan menghadap Allah dengan cara yang baik.
Jika ia senantiasa mengisi hari-harinya dengan hal yang sia-sia, dengan hal-hal yang mengundang dosa dan murka-Nya, maka ia pun akan menghadap Allah sesuai dengan kebiasaannya, dengan keadaan yang sia-sia nan jauh dari ridha-Nya.
Ada yang meninggal saat berzina, ada yang meninggal saat menunda shalat, ada yang meninggal di tempat maksiat, dan cara menyeramkan lainnya. Na’udzubillah.
Namun, kita sedikitpun tidak mau berpikir sejenak saja untuk memikirkan hal ini. Kita justru terlalu sibuk dengan ambisi duniawi, yang kita susun dari A sampai Z-nya. Lupa bahwa detik demi detik yang terlewat adalah jengkal demi jengkal langkah kita menuju kematian.
Pada hal yang sia-sia, yang bahkan tidak semua orang bisa melakukannya, kita rutin melakukannya. Namun pada ibadah, kita justru enggan melakukannya bahkan pada ibadah yang semua orang pun bisa melakukannya, Zikrullah.
Zikir adalah amalan yang ringan dilakukan, namun dapat mengundang berbagai pertolongan Allah. Dan Allah pun begitu senang dengan hamba-Nya yang selalu mengingat-Nya.
Allah telah menjamin, bahwa ketika seorang hamba mengingat-Nya, maka Allah akan mengingat-Nya pula.
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152).
Ibnul Qayyim pun pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
“Dzikir pada hati, semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?”
Orang yang tidak bisa zikir itu bukan karena tidak punya waktu, bukan karena tidak mampu, atau karena alasan ini dan itu, tetapi karena memang tidak punya kemauan untuk melakukannya.
Jika untuk zikir yang ringan saja terasa berat, lantas bagaimana Allah akan menolongnya?
Sedangkan sedetikpun kita tidak akan terlepas dari pertolongan Allah.
Kita lupa bahwa kita bisa melakukan segala hal adalah atas pertolongan Allah. Bahkan untuk bernafas, jantung yang berdenyut, berjalan, dan hal-hal kecil pun atas izin dan pertolongan Allah.
Kita juga lupa, bahwa kita ada karena Allah, kita hidup untuk Allah (beribadah kepada-Nya), dan akan kembali pada Allah. Maka alasan apakah yang begitu menghalangi kita dari mengingat-Nya? Tidak takutkah dengan ancaman Allah? Yang jangan-jangan kita adalah golongan orang yang Allah sindir dalam firman-Nya?
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr: 19).
Innalillahi..
Semoga kita terhindar dari golongan orang-orang yang lupa diri dan melupakan-Nya.
Semoga kita, Allah golongkan ke dalam golongan hamba-Nya yang Allah panggil saat lisan dan hati kita (selalu) basah dalam mengingat-Nya. Aamiin..
 
Oleh: Achmad Tuqo Syadid Billah
Sumber : Islampos

Di Akhir Zaman, 1 Orang Lelaki Diikuti 40 Wanita

Semakin hari jumlah populasi wanita semakin sedikit dibanding populasi laki-laki akibat peperangan dan kekerasan yang terutama dilakukan banyak laki-laki. Dan diakhir zaman populasi keduanya sangat tidak seimbang, sebagaimana sabda Baginda Nabi saw :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al ‘Alaa’ telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Buraid dari Abu Burdah dari Abu Musa radliallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu’alaihiwasallam bersabda:
“Pasti akan datang pada manusia suatu zaman yang ketika seseorang berkeliling membawa shadaqah emas, lalu ia tidak mendapati seseorang yang mau menerimanya lagi. Lalu akan terlihat satu orang laki-laki akan diikuti oleh empat puluh orang wanita, yang mereka mencari kepuasan dengannya, karena sedikitnya jumlah laki-laki dan banyaknya wanita.”
Dalam hadits lainnya, dari Anas Ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Di antara tanda tanda kiamat adalah berkurangnya ilmu, munculnya kebodohan, tersebarnya perzinahan, banyak wanita, dan sedikitnya laki laki sehingga lima puluh wanita mempunyai satu laki laki,” (HR Bukhari).
Hadist ini tampak jelas sekali sangat parapel dengan hadist Nabi yang menjelaskan bahwa mendekati kiamat, akan ada banyak perzinaan. Perzinaan itu tidak akan terjadi kecuali jumlah wanita lebih banyak dibanding lelaki. Akhirnya, setiap laki laki memiliki empat puluh – lima puluh wanita sebagaimana disebutkan dalam hadis tersebut.
Dikatakan bahwa pada saat itu, satu laki laki berbanding empat puluh hingga lima puluh wanita. Setiap kali para wanita itu menjumpai laki laki , mereka akan mengatakan, “Nikahilah aku, nikahilah aku !”
 
Sumber : Islampos

Masya Allah, Secara Medis, Ini Manfaat Shalat Dhuha

SHALAT dhuha dikerjakan ketika matahari mulai terbit. Umumnya orang-orang mengerjakan shalat ini sebelum menjalankan aktivitas yang padat. Sehingga shalat ini bisa dibilang sebagai persiapan awal seseorang melakukan kegiatan yang penuh tantangan.
Selain bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan rohani seseorang, ternyata shalat duha ini juga bermanfaat untuk kesehatan. Pasalnya, dalam sholat dhuha terdapat beberapa gerakan yang bisa dimanfaatkan sebagai salah satu kegiatan dalam berolahraga. Maka, manfaat sholat dhuha terlihat jelas sekali bagi kesehatan.
Dr. Ebrahim Kazim, seorang dokter peneliti, serta direktur dari Trinidad Islamic Academy menyatakan, “Repeated and regular movements of the body during prayers improve muscle tone and power, tendon strength, joint flexibility and the cardio-vascular reserve.”
Gerakan teratur dari shalat menguatkan otot berserta tendonnya, sendi serta berefek luar biasa terhadap sistem kardiovaskular.
Bedanya dengan olah raga biasa adalah memiliki pahala yang luar biasa jika dikerjakan. Seperti yang diriwayatkan Buraidah r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
“Dalam tubuh manusia terdapat 360 persendian, dan ia wajib bersedekah untuk tiap persendiannya.” Para sahabat bertanya, “Siapa yang sanggup, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Ludah dalam masjid yang dipendamnya atau sesuatu yang disingkirkannya dari jalan. Jika ia tidak mampu, maka dua rakaat Dhuha sudah mencukupinya.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Shalat Dhuha tidak hanya berguna untuk mempersiapkan diri menghadapi hari dengan rangkaian gerakan teraturnya, tapi juga menangkal stress yang mungkin timbul dalam kegiatan sehari-hari.
Hal ini sesuai dengan keterangan dr. Ebrahim Kazim tentang shalat, yaitu, “Simultaneously, tension is relieved in the mind due to the spiritual component, assisted by the secretion of enkephalins, endorphins, dynorphins, and others.
Ada ketegangan yang lenyap karena tubuh secara fisiologis mengeluarkan zat-zat seperti enkefalin dan endorphin. Zat ini sejenis morfin, termasuk opiate. Efek keduanya juga tidak berbeda dengan opiate lainnya. Bedanya, zat ini alami, diproduksi sendiri oleh tubuh, sehingga lebih bermanfaat dan terkontrol.
Jika barang-barang terlarang macam morfin bisa memberi rasa senang, yang kemudian mengakibatkan ketagihan disertai segala efek negatifnya. Namun, endorphin dan enkefalin ini tidak. Ia memberi rasa bahagia, lega, tenang, rileks, secara alami.
Menjadikan seseorang tampak ebih optimis, hangat, menyenangkan, serta seolah menebarkan aura ini kepada lingkungan di sekelilingnya.
 
Sumber : IslamMedical

Inilah Pandangan Islam Tentang Arisan

Arisan. Budaya yang sepertinya sudah sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari terutama di kalangan ibu-ibu.
Namun, seiring berjalannya waktu, arisanpun kini telah banyak bergeser dari makna awalnya.
Dari yang tadinya hanya perkumpulan untuk mengumpulkan uang, menjadi ajang untuk memamerkan barang branded yang dibawanya, terutama di arisan para sosialita.
Dilansir oleh Daily Muslim, dalam Islam, memberikan piutang dengan pengembalian yang dilebihkan diharamkan dan dikenal dengan nama riba.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
“Setiap piutang yang menarik suatu manfaat, hal itu adalah riba,”1 (Lihat kitab Asna al-Mathalib hlm. 240, al- Ghammaz ‘ala al-Lammaz hlm. 173, dan Tamyiz al-Khabits min ath-Thayyib hlm. 124).
Sedangkan dalam arisan, sama saja kita dipinjami uang oleh ibu-ibu yang lain yang belum mendapat giliran untuk menang, namun tidak terdapat unsur riba. Karena kita tetap membayar jumlah yang sama untuk piutang tersebut dan tidak ada yang dilebihkan.
Berikut ini adalah fatwa Ibnu Baz bersama Haiat Kibar al-‘Ulama (Dewan Ulama Besar Kerajaan Arab Saudi) yang dipimpinnya dan Ibnu ‘Utsaimin. Berikut kutipan fatwa mereka:
Al-Imam Ibnu Baz rahimahumullah ditanya mengenai hukum arisan. Menurutnya, Arisan adalah piutang yang tidak mengandung syarat memberi tambahan manfaat kepada siapa pun.
Majelis Haiat Kibar al-‘Ulama telah mempelajari masalah ini dan mayoritas mereka membolehkannya mengingat adanya maslahat untuk seluruh peserta arisan tanpa mengandung mudarat. Hanya Allah Subhaanahu wa ta’ala yang memberi taufik.
Dari pemaparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa dalam sistem arisan tidak ditemukan adanya riba, sehingga arisan dibolehkan, karena setiap orang tidak menarik manfaat atau keuntungan dari uang yang dikumpulkannya dalam arisan tersebut.
Yang menjadi mudharat dari arisan ini adalah ketika arisan menjadi ajang pamer, pertemuan dengan para wanita lainnya seringkali dianggap sebagai ajang untuk menunjukkan status sosial. Misalnya dengan membawa barang branded ataupun mengenakan perhiasan berlebihan saat berkumpul arisan untuk mendapat pujian dari ibu-ibu lainnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri,” (QS. Luqman:18).
Selain kesombongan, perilaku demikian juga akan menyebabkan kita menjadi kufur nikmat, ketika kita melihat orang lain dengan banyak perhiasan dan barang bermerek.
Pada akhirnya, kita ingin juga memiliki benda-benda tersebut meski tidak sungguh-sungguh membutuhkannya, dan hanya akan membuat kita lupa bahwa sebenarnya kehidupan kita sudah tercukupi meski tidak membeli barang-barang tersebut. Kita jadi lupa untuk bersyukur. Naudzubillah. Mari niatkan kembali arisan sebagai kebaikan silaturahim.
 
Sumber : Inspiradata/DailyMuslim

Shalat di Awal Waktu

As-Shalatu ‘ala waktiha (shalat di awal waktu) secara berjamaah disebut sebagai amalan yang paling utama. Bahkan, menurut riwayat Ibnu Mas’ud, keutamaannya melebihi jihad dan berbakti kepada orang tua.” (HR Bukhari Muslim).
Riwayat lain juga menyebutkan, “Rasulullah mewajibkan surga sebagai tempat kembali orang-orang yang memelihara shalat berjamaah.” (HR Ahmad).
Tentu, merupakan kerugian besar bagi mereka yang melewatkan kesempatan shalat berjamaah.
Namun, ada kalanya seseorang mempunyai udzur yang menghalanginya untuk menunaikan shalat berjamaah. Misalkan orang sakit, lansia yang sudah lemah, hujan lebat, dan sebagainya.
Namun, apakah boleh meninggalkan shalat berjamaah karena sibuk dengan pekerjaan?
Sebelum masuk ke ranah ini, perlu dikaji dulu hukum asal dari menunaikan shalat berjamaah itu sendiri.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiri shalat berjamaah di masjid.
Mayoritas ulama memandang wajib, sedangkan sebagian kalangan ulama lagi mengatakan sunah.
Ulama yang mewajibkan shalat berjamaah punya landasan dalil yang sangat kuat, baik dari kitab (Alquran) maupun hadis Nabi.
Sebagaimana perintah shalat dalam Alquran, “Dan dirikanlah shalat, dan tunaikan zakat. Dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” (QS al-Baqarah [2]: 43).
Perintah untuk rukuk bersama orang-orang yang rukuk dimaknai dengan menghadiri shalat berjamaah.
Karena kata warka’u (rukuklah) dalam ayat ini merupakan fi’lul amri (kata kerja perintah), hukum menghadiri shalat berjamaah menjadi wajib.
Berdalil dari kaidah fikih Al-Aslu fil amri lil wujub (Asal dari fi’lul amri mengindikasikan wajib untuk dilaksanakan).
Dan ada hadits pula yang menyatakan bahwa shalat di awal waktu itulah yang paling afdhol,

عَنْ أُمِّ فَرْوَةَ قَالَتْ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَىُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ « الصَّلاَةُ فِى أَوَّلِ وَقْتِهَا »

Dari Ummu Farwah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, amalan apakah yang paling afdhol. Beliau pun menjawab, “Shalat di awal waktunya.” (HR. Abu Daud no. 426. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Demikian bahasan manakah waktu shalat yang paling afdhol. Semoga Allah memberi taufik untuk rutin menjaga shalat.
Sumber: Dialog Jumat