by Danu Wijaya danuw | Jul 18, 2018 | Artikel, Dakwah
“Aku ingin bertemu Kiai Salam,” kata pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Kiai Hasyim Asy’ari.
Dengan penuh takdzim, Kiai Nawawi pun mengantarkan ke salah seorang Kiai kampung, sesuai yang diinginkan hadratussyaikh.
Kiai Salam yang bernama lengkap Abdussalam adalah Ayahanda dari Kiai Abdullah Salam dan kakek dari Kiai Sahal Mahfudh.
Sesampai di kediaman Kiai Salam, didapati tuan rumah sedang mengajar anak-anak kecil mengaji.
Kiai Hasyim serta-merta menahan langkah, menyembunyikan diri dari pandangan Kiai Salam, dan menunggu.
Setelah anak-anak kecil itu menyelesaikan ngajinya, barulah Kiai Hasyim mengucap salam, yang lantas disambut dengan suka-cita luar biasa.
Meninggalkan kediaman Kiai Salam, Kiai Hasyim kelihatan ngungun, sedih dan nelangsa. Air matanya mengambang.
“Ada apa, Kiai?” Kiai Nawawi keheranan.
Kiai Hasyim mengendalikan tangisnya, menghela napas dalam-dalam.
“Aku punya cita-cita sudah sejak sangat lama tapi sampai sekarang belum mampu melaksanakan. Kiai Salam malah sudah istiqomah, Aku iri …” kata Rais Akbar NU tersebut.
“Cita-cita apa, Kiai?” tanyanya kembali
“Ta’limush shibyaan (mengajar ngaji anak-anak kecil).” jawab ulama sederhana itu
Jadi teringat pengalaman saat sowan ke Kiai Djamal beberapa tahun berselang.
“Sekarang kegiatan sampean apa?”, tanya KH M Djamaluddin Ahmad kepada Alumni Pesantren Tambakberas saat sowan.
“Bisnis kiai, buka konter hape,” ungkap sang santri dengan menunduk.
“Rumiyin kulo mulang TPQ, tapi naliko sampun buka konter, kulo prei mboten mulang dateng TPQ maleh,” lanjutnya.
Kiai Djamal, diam sejenak, dengan agak berat, pengampu pengajian Kitab Hikam ini mengingatkan bahwa mengajar di TPQ adalah khidmat terbaik dalam hidup.
“Kamu mengajarkan anak TPQ bacaan Basmalah dan Al Fatihah, maka pahala yang kamu terima akan terus mengalir,” katanya.
“Ketika santri TPQ yang kamu didik membaca Basmalah saat hendak makan, belajar dan kegiatan apapun, maka kamu juga akan memperoleh pahalanya”, lanjutnya.
Belum lagi saat santri TPQ itu bisa membaca Al-Faatihah dari shalat yang dikerjakan. “Berapa pahala yang kamu terima dari mengajarkan surat Al Faatihah tersebut?”, kata salah seorang Majelis Pengasuh PP Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang ini.
“Hidup itu jangan hanya memburu gengsi, apalagi kalian adalah santri Tambakberas”, katanya.
Menjadi ustadz dan ustadzah TPQ mungkin dianggap sebagai “profesi” yang tidak menjanjikan, bahkan kalah mentereng dengan jabatan lain yang bergelimang uang maupun prestise.
Tapi sekelas Mbah Hasyim saja demikian iri kepada para guru TPQ.
Beliau sesengukan berlinang air mata lantaran belum mampu se-istiqomah Kiai Salam dan tentu saja para ustadzah-ustadzah TPQ
by Danu Wijaya danuw | Jun 22, 2018 | Artikel, Dakwah
KITA baru saja melewati bulan Ramadhan, dan sekarang kita sudah berada di bulan Syawal, bulan kesepuluh dalam penanggalan hijriyah. Nyaris tidak ada penyambutan terhadap datangnya bulan syawal. Berbeda dengan ketika menyambut Ramadhan, biasanya kita mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita mendengar orang mengucapkan “Marhaban, Ya Syawal!”
Padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaan bulan Syawal:
1. Bulan kembali ke fitrah
Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadhan sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam “kembali makan pagi” dan diharamkan berpuasa pada hari itu.
Ketibaan Syawal membawa kemenangan bagi mereka yang berjaya menjalani ibadah puasa sepanjang Ramadan. Ia merupakan lambang kemenangan umat Islam hasil dari “peperangan” menentang musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu hawa nafsu.
2. Bulan takbir
Tanggal 1 Syawal adalah Idul Fitri, seluruh umat Islam di berbagai belahan mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias malam takbiran, menjelang Shalat Idul Fitri.
Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan ibadah Ramadhan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat Islam pun memperbanyakkan dzikir, takbir, tahmid, dan tasbih. “”Dan agar kamu membesarkan Allah SWT atas petunjuk yang Ia berikan kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan” (QS. Al-Baqarah: 185).
3. Bulan silaturahmi
Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik ke kampung halaman, saling bermaafan dengan teman atau tetangga, hala bihalal, kirim SMS dan telepon, dan sebagainya. Betapa Syawal pun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah SWT karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.
4. Bulan bahagia
Syawal adalah bulan penuh bahagia. Bahkan rasulullah pernah membahagiakan anak kecil yang menangis dengan menjadikannya anak angkat dibulan hari raya ini. Di Indonesia sendiri bahkan identik dengan hal yang serba baru. Misalnya; baju baru, sepatu baru, perabot rumah tangga baru, dan lain-lain. Orang-orang bersuka cita, bersalaman, berpelukan, bertangis bahagia, mengucap syukur yang agung, meminta maaf, memaafkan yang bersalah.
Begitu banyak doa terlempar di udara. Begitu banyak cinta kasih saling diberikan antar seluruh umat manusia. Aura maaf tersebar di seluruh penjuru bumi, nuansa peleburan dosa, nuansa pencarian makna baru dalam hidup.
5. Bulan puasa bernilai satu tahun
Amaliah yang ditentukan Rasulullah SAW pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, sebagai kelanjutan puasa Ramadhan.
“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh” (H.R Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).
6. Bulan nikah
Syawal adalah bulan yang baik untuk menikah. Hal ini sekaligus mendobrak khurafat, yakni pemikiran dan tradisi jahiliyah yang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal karena takut terjadi malapetaka. Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah SWT menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasangan pengantin. Maka sejak itu, kaum jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal.
Khurafat itu didobrak oleh Islam. Rasulullah Saw menunjukkan sendiri bahwa bulan Syawal baik untuk menikah. Siti Aisyah menegaskan:
“Rasulullah SAW menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari isteri beliau yang lebih beruntung daripada saya?”
Selain dengan Siti Aisyah, Rasul juga menikahi Ummu Salamah juga pada bulan Syawal. Menurut Imam An-Nawawi, hadits tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. ‘Aisyah bermaksud, dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.
7. Bulan peningkatan
Inilah keistimewaan bulan Syawal yang paling utama. Syawal adalah bulan “peningkatan” kualitas dan kuantitas ibadah. Syawal sendiri, secara harfiyah, artinya “peningkatan”, yakni peningkatan ibadah sebagai hasil training selama bulan Ramadhan. Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal kebaikannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke “watak” semula yang jauh dari Islam. Na’udzubillah.
8. Bulan pembuktian takwa
Inilah makna terpenting bulan Syawal. Setelah Ramadhan berlalu, pada bulan Syawal lah “pembuktian” berhasil-tidaknya ibadah Ramadhan, utamanya puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa.
Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang Muslim menjadi lebih baik kehidupannya, lebih saleh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyu’ ibadahnya, dan seterusnya. Paling tidak, semangat beribadah dan dakwah tidak menurun setelah Ramadhan. Amin Ya Rabbal Alamin.
by Danu Wijaya danuw | May 16, 2018 | Artikel, Dakwah
Ketika Allah SWT mensyariatkan suatu ibadah kepada hamba-Nya, Allah SWT juga menjelaskan waktunya, juga memberikan petunjuk bagaimana cara mengetahuinya. Begitu halnya dalam pensyariatan ibadah puasa.
Allah SWT dan Rasul-Nya memberikan petunjuk bahwa ibadah puasa adalah ibadah yang waktu pelaksanaannya berdasarkan peredaran bulan. Syariat puasa ramadhan ini hadir pada tahun ke 2 H.
Rasulullah SAW dalam banyak sabdanya memberikan petunjuk tentang melihat bulan, diantara sabdanya:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ
“Berpuasalah kamu saat melihatnya (hilal) dan berifthar (lebaran) saat melihatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa kesaksian melihat bulan itu harus datang dari dua orang muslim yang adil, sebagai hasil qiyas dengan kesaksian pada perkara lainnya, juga didasarkan dari riwayat Husain bin Harits bahwa Al-Harist bin Al-Hathib seorang amir Mekkah berkata:
أمرَنَا رسولُ الله صلى الله عليه وسلم أن ننسكَ لرؤيته، فإن لم نَرهُ فشَهدَ شاهدان عدلانِ نَسَكْنا بشهادتيهما
“Rasulullah SAW telah memerintahkan kami untuk berpuasa dengan melihat bulan, jika kami tidak melihatnya, maka kami sudah berpuasa dengan kesaksian dua orang” (HR. Abu Daud)
Seorang ilmuan Indonesia, T. Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi Astrofisika, LAPAN, yang tergabung dalam Anggota Badan Hisab Rukyat, Kementerian Agama RI sedikit memberikan penjelasan astronomi mengenai ayat-ayat yang memberikan isyarat tetang operasional penentuan awal Ramadhan.
Allah SWT memberikan penjelasan kepada kita secara umum waktu kita berpuasa, melalui firmannya:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (datangnya) bulan (Ramadhan) itu maka berpuasalah”(QS 2:185).
Jadi metode Rukyat Al-Hilal (Melihat Bulan) adalah metode melihat bulan penentu ramadhan yang sering disepakati bersama dalam sidang itsbat. Sedangkan berdasarkan kesepakatan di kawasan Asia, tinggi hilal adalah 2 derajat.
by Danu Wijaya danuw | May 13, 2018 | Artikel, Dakwah
JAKARTA — Ketua Bidang Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis, menegaskan Al Qur’an tidak mengajarkan perbuatan keji. Hal tersebut ia sampaikan menanggapi bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur, Ahad (13/5) pagi.
“Islam melarang melakukan sesuatu yang merusak diri sendiri, apalagi sambil membahayakan, bahkan membunuh yang lain,” ujar Kiai Cholil kepada Republika.co.id, Ahad.
Kiai Cholil lantas membacakan ayat alquran surah al-Baqarah ayat 195 yang berbunyi “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik“.
Ayat tersebut, kata Kiai Cholil, adalah bukti bahwa perbuatan bom bunuh diri dilarang di dalam alquran.
Kiai Cholil mengutuk bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya. Ia menegaskan, agama tidak mengajarkan perjuangan menegakkan kebenaran dengan cara membunuh diri sendiri dan orang lain. Ia berharap pihak terkait segera mengusut tuntas peristiwa tersebut.
Selain itu, Kiai Cholil juga berharap aparat mampu mencegah terjadinya aksi teror ke depannya. “Saya berharap agar kita dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap aksi-aksi teror dan destruktif,” katanya.
Kiai Cholil juga mengimbau masyarakat agar tidak menyebarkan foto atau video kejadian bom bunuh diri. Apalagi, penyebaran tersebut dilakukan tanpa maksud yang jelas.
Bom meledak di tiga titik di Surabaya, Ahad (13/5). Sepuluh orang dikabarkan tewas dan 38 lainnya mengalami luka-luka akibat teror tersebut.
Sumber : Republika
by Danu Wijaya danuw | May 8, 2018 | Artikel, Dakwah
TIBALAH kita di minggu-minggu terakhir Bulan Sya’ban. Ini artinya dalam beberapa hari mendatang kita akan memasuki bulan yang penuh dengan keberkahan.
Ya, bulan Ramadhan. Bulan paling ditunggu-tunggu umat Muslim. Bulan ketika Allah SWT memberikan banyak pahala dan keberkahan di dalamnya.
Tentunya untuk menyambut bulan Ramadhan yang hanya ada satu tahun sekali ini kita harus mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin. Namun, bagaimanakah seharusnya kita mempersiapkan diri menghadapi bulan Ramadhan?
Berikut ini empat amalan yang dapat kita persiapkan untuk menyambut Ramadhan.
1. Memperbaiki hubungan dengan saudara dan keluarga
Allah berfirman :
“Bertakwalah kepada Allah dan perbaiki hubungan diantara kalian”.
Memperbaiki kembali hubungan dalam keluarga menyambut ramadhan akan semakin menambah keharmonisan dalam keluarga ketika menjalankan ibadah puasa, karena hati yang bersih akan semakin suci. Maka menjelang ramadhan saatnya untuk saling meminta maaf dan memaafkan.
Itulah beberapa amalan yang bisa kita lakukan untuk menyambut bulan suci penuh ampunan.
2. Memperbanyak istighfar dan taubat.
Setiap anak adam pasti pernah salah dalam kehidupannya. Iman yang selalu naik dan turun, perjalanan hidup yang banyak godaan pasti akan membuat anak adam pernah terpeleset sehingga terkotori oleh dosa, dan kotoran itu perlu dibersihkan. Maka istighfar dan taubat adalah pembersihnya.
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al-Anfaal: 33)
3. Mempelajari ilmu fikih selama bulan Ramadhan
Karena Allah perintahkan manusia untuk berbekal selama perjalanan hidupnya,
“Ambillah bekal, dan sebaik-baik bekal adalah taqwa” (QS. Al-Baqarah: 197)
Untuk bisa menggapai taqwa selama ramadhan, kita harus mengikuti aturan syariat yang berlaku selama bulan mulia itu. Dan satu-satunya jalan untuk bisa mengikuti aturan syariat itu adalah dengan mempelajari aturan terebut dan berusaha mengamalkannya.
Karena itulah, para ulama sejak masa silam, selalu memotivasi kaum muslimin untuk belajar dan belajar. Belajar aturan syariat kemudian berusaha mengamalkannya.
4. Melatih diri dengan puasa sunnah
Untuk menghadapi Ramadhan kita membutuhkan energi yang cukup baik. Salah satu cara kita untuk mempersiapkan diri menyambut Ramadhan adalah dengan memperbanyak shaum sunnah di bulan Sya’ban.
Dari Aisyah ra, ia berkata: “Tidaklah saya melihat Rasulullah menyempurnakan satu bulan puasa kecuali ramadhan, dan tidaklah saya melihat Rasulullah yang paling banyak puasanya kecuali di bulan sya’ban. (HR. Bukhori).
by Danu Wijaya danuw | Apr 25, 2018 | Artikel, Dakwah
BEGITU sang bayi lahir ke dunia, saat itulah sang ayah sangat bahagia. Terutama ibunya yang telah melahirkannya ke dunia dengan deraian air mata, cucuran keringat, bahkan genangan darah. Semua itu tak jadi persoalan dan tak pernah dihiraukan, karena punya harapan akan melahirkan anak yang sholeh dan sholehah.
Nah, saat itulah sang ayah berkewajiban memberikan adzan di telinga kanan sang bayi. Seperti yang diriwayatkan oleh Abu Rafi’i.
Beliau berkata, “Aku melihat Rasulullah mengumandangkan adzan di telinga Al-Hasan bin Ali saat baru dilahirkan oleh Fatimah.”
Hikmah Adzan dan Iqamah di Telinga Bayi
1. Ibnu Qayyim mengatakan bahwa hikmah adzan dan iqamah di telinga bayi yang baru lahir adalah agar suara pertama yang didengar oleh sang bayi adalah seruan adzan.
Seruan yang mengandung makna keagungan dan kebesaran Allah, serta syahadat yang menjadi syarat utama bagi seseorang yang baru masuk Islam. Jadi, tuntunan pengajaran ini menjadi perlambang Islam bagi seseorang saat dilahirkan ke dunia.
Saat manusia akan meninggalkan dunia, dianjurkan juga agar dituntun untuk mengucapkan kalimat tauhid. Tidaklah aneh bila pengaruh adzan ini masuk ke hati sang bayi. Bayi akan terpengaruh olehnya, meskipun si bayi belum dapat menyadarinya.
2. Kita tahu bahwa setan akan lari terbirit-birit manakala mendengar suara adzan.
Karenanya, setan yang berupaya mengganggunya akan mendengar kalimat yang paling dibenci olehnya saat sang bayi memasuki permulaan kehidupannya di dunia.
Hal ini menjelaskan kepedulian Nabi saw terhadap akidah tauhid yang harus ditanamkan sejak dini dalam jiwa sang anak, dan sekaligus untuk mengusir setan yang selalu berupaya mengganggu sang bayi sejak kelahirannya dan memulai kehidupan barunya.
3. Setan juga selalu memukul bayi saat baru dilahirkan
Sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Abu Hurairah. Abu Hurairah berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda:
‘Tiada seorang pun dari anak keturunan Adam yang baru dilahirkan kecuali setan menyentuhnya ketika ia dilahirkan sehingga ia menangis karena sentuhan setan itu, kecuali Maryam dan putranya.’
“Kemudian Abu Hurairah berkata, “Jika kalian tidak keberatan, bacalah firman-Nya:
وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Ðan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yg terkutuk.” (Ali Imran: 36).
Sumber: Islam Parenting, Pendidikan Anak Metode Nabi
Karya: Syaikh Jamal Abdurrahman
Penerbit: Aqwam Jembatan Ilmu